Mohon tunggu...
Erotika AfriyantiSilalahi
Erotika AfriyantiSilalahi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi mendengarkan lagu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Korupsi di PT Dirgantara Indonesia

6 Agustus 2022   12:41 Diperbarui: 6 Agustus 2022   12:43 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberantasan korupsi tidak akan dapat diatasi oleh para penegak hukum saja, tetapi harus didukung oleh berbagai pihak yaitu mulai dari penegak hukum sendiri seperti KPK, Kejaksaan Agung. Kepolisian, Advokat dan yang paling penting adalah dukungan masya rakat agar dapat melaporkan korupsi yang terjadi, dengan catatan laporan tersebut tidak didasarkan atas dendam pribadi, iri dan dengki terhadap seseorang, tetapi laporan itu benar-benar harus kongkrit dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Berbagai elemen masyarakat di tanah air harus dapat memahami bersama menyangkut pemberantasan korupsi dengan pemahaman tersebut maka negara yang kita cintai ini akan berkembang lebih cepat karena pengelolaan keuangan negara dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan dukungan dalam melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kasus pidana korupsi di Indonesia tak kunjung hilang, sebuah data menunjukan dari tahun 2004 hingga Juli 2020 Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sebanyak 1.032 kasus, dengan jenis perkara korupsi yang kerap dilakukan yaitu penyuapan sebanyak 683, pengadaan barang atau jasa sebanyak 206, dan beberapa perkara lainnya seperti penyalahgunaan anggaran dan perijinan. Hal tersebut disampaikan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono, dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Bagian Kemahasiswaan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Ia menyebutkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi memiliki latar belakang pendidikan tinggi (well educated), tidak jarang para koruptor telah menamatkan pendidikan S3 atau program Doktor. Serta lasan mereka melakukan Korupsi minimal ada 3 alasan yaitu Rasionalisasi, Oportunity (peluang), presure (tekanan).

Sebagai contoh yaitu kasus korupsi di PT Dirgantara Indonesia ini pelaku merupakan pejabat tinggi di perusahaan tersebut menjabat sebagai direktur utama. Hal ini berkaitan dengan faktor internal sifat tamak/rakus manusia, sudah berkecukupan namun masih mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Dengan banyaknya sifat perilaku pejabat tinggi yang seperti ini kasus-kasus korupsi akan semakin berkembang dan sulit untuk dihilangkan.

PEMBAHASAN

Analisis Kasus

Kasus korupsi ini bermula ketika awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya. Di rapat tersebut juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan. Kemudian, Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut.

Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN. Setelah mengadakan sejumlah pertemuan, disepakati lah kelanjutan dari program kerjasama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen. Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama. PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 202,2 miliar dan USD 8,65 juta, atau sekira Rp 315 M dengan kurs Rp 14.600 per 1 USD. Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Kepala Divisi Penjualan PT DI Irzal Rinaldi Zailani yang saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Jaksa menuntut mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso sebagai terdakwa 1, dengan hukuman 5 tahun penjara serta denda Rp 500 juta. Selain itu, Budi pun dituntut untuk untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar. Sementara, mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI, Irzal Rinaldi Zailani sebagai terdakwa 2, dituntut lebih lama yakni 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Irzal diharuskan membayar uang pengganti Rp 17 miliar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun