Febriansa: Jaga Hutan Raih Penghargaan
Penampilannya sederhana dan low profile. Siapa sangka kalau sosok alumni teknik sipil sebuah perguruan tinggi di Jogjakarta ini adalah salah satu penerima penghargaan Apresiasi SATU Indonesia Award 2024. Kerennya lagi di kategori lingkungan yang notabene butuh effort yang tinggi.
Siapa dia? Adalah Febriansa dari desa Kelubi, Manggar, Belitung Timur. Bersama pemuda desa yang aktif di Pokdarwis dan Komunitas Pemuda Pencinta Alam Kelubi (Keppak) -- setelah melewati perjuangan panjang, akhirnya berhasil menyabet beberapa penghargaan keren.
Kiprah Febriansa dan Pemuda Desa Kelubi
Usai menyelesaikan pendidikannya di Jogja, Febri demikian biasa dipanggil -- tak berapa lama pulang ke kampung halamannya. Ternyata rumahnya menjadi jujugan pemuda setempat untuk nongkrong. Dari obrolan ringan ngalor ngidul, muncul ide untuk membuka destinasi wisata di sekitar kampung mereka.
Memang ada kawasan hutan yang cukup luas di sekitar kampungnya. Berangkat dari pemikiran banyaknya tempat wisata alam yang saat itu dibuka, membuat mereka terpanggil untuk mengikuti jejak.
Awalnya yang ingin dikelola adalah Bukit Pemantauan. Alasannya karena di tempat ketinggian tersebut ber-view indah dengan hamparan pepohonan hutan yang asri. Selain itu ada bebatuan yang memiliki ciri khas tersendiri. Masyarakat sekitarpun telah mengenal area Bukit Pemantauan sebagai tempat refreshing. Namun belum ada pihak investor yang melirik untuk dijadikan tempat wisata.
Febri bersama para pemuda akhirnya berinisiatif untuk mengelola lahan hutan bukit itu agar bisa menjadi tujuan wisata alam. Mulailah mereka membersihkan area tersebut, membuka lahan parkir juga menyiapkan segalanya agar bisa menarik perhatian pengunjung.
Terhambat Aral yang Lumayan Berat
Beberapa saat setelah Febri dkk menyulap Bukit Pemantauan sebagai tempat wisata, ada kegalauan dalam hatinya. Sebab kelompoknya belum memiliki legalitas dalam mengelola hutan. Kuatir dengan apa yang dilakukan dinilai melanggar hukum dicarilah informasi terkait pengelolaan hutan.
Alhasil mereka mendapat pendampingan dari penyuluh kehutanan melalui Program Kehutanan Sosial (HKM). Kemudian mengajukan untuk mengelola hutan sebagai pegangan legalitas. Akhirnya Mei 2017 terbit SK pengelolaan HKM untuk pokdarwis yang diketuai oleh Febriansa.
Namun tak hanya bermodal SK untuk berjuang menjadikan Bukit Pemantauan sebagai wisata alam yang menarik. Dana mandiri tak sedikit digelontorkan agar wisata tersebut menjadi magnet pengunjung. Namun karena perjuangan tak sebanding dengan  hasil dan tenaga yang terkuras, anggota pokdarwis satu per satu mundur dan tersisa 20 orang saja.
Batu Begalang Jadi Harapan
Namanya bukan Febriansa kalau surut dan mundur berjuang. Kepalang basah mempromosikan potensi wisata di desanya, Febri meski anggota pokdarwis berkurang, tak segan dia membakar semangat tim-nya. Semua masih bertahan dan berharap akan ada harapan lebih baik lagi.
Diakui Febri, akses jalan menuju Bukit Pemantauan sulit dijangkau kendaraan. Mereka berdiskusi lagi untuk mencari solusi. Akhirnya disepakati untuk mencari alternatif lain. Tak lama ditemukan kawasan berkarakter bebatuan luas dengan view asri bernama Batu Begalang.
Batu Begalang digadang-gadang menjadi alternatif wisata alam selain Bukit Pemantauan. Dulu Batu Begalang adalah hutan yang digunakan untuk berburu kijang dan rusa oleh penduduk sekitar. Febri dan tim langsung eksekusi agar wisata tersebut bisa dinikmati oleh pengunjung.
Dan benarlah pada 2021 Batu Begalang dilaunching resmi sebagai kawasan wisata alam. Dampaknya setiap akhir pekan jumlah pengunjung membludak. Padahal akses jalam menurut Febri belumlah layak.
"Itu merupakan bentuk protes halus agar dapat perhatian dari pemerintah," kata Febri.
Meski belum mendapat lirikan dari pemerintah, Febri tetap intens bersama Keppak terus berkarya dan mengabdi. Aktivitas mereka tidak hanya menjadikan HKM sebagai wisata saja tapi juga melakukan sesuatu yang bisa menyentuh warga sekitar. Pastinya bermanfaat seperti budidaya madu, trigona, produksi tepung singkong dll...
Jaga Hutan, Raih Penghargaan
Febri dan komunitasnya Keppak, tak kenal lelah terus berjuang untuk pemanfaatan hutan lindung yang di dalamnya terdapat Batu Begalang dan juga Bukit Pemantauan. Mereka bertekad untuk menjaga hutan dan habitatnya serta tak bosan mempromosikan wisata Batu Begalang.
"Menjaga hutan tidak hanya cuma pada pohon dan tanahnya, tapi lebih dari itu yakni untuk nafas kehidupan ke depan," papar Febri.
Lelaki yang mencintai desanya ini tetap akan berjuang untuk menjaga hutan agar tetap lestari.
"Kelak anak cucu kita sebagai pewaris generasi tetap bisa melihat alam hijau dan juga menikmati kicauan burung bebas," harapnya.
HKM seluas 385 hektar yang Febri kelola bersama pejuang lingkungan lainnya ke depan akan dilengkapi dengan wisata camping, paket gastronomi juga wisata treking. Wah keren yaa...
Melihat gebrakan Febri dan pemuda lainnya membuat mereka diganjar penghargaan. Pada 2024 lalu Febriansa mendapatkan Apresiasi SATU Indonesia Award Tingkat Provinsi Bangka Belitung Kategori Lingkungan. Setahun sebelumnya Febri dan Keppak juga meraih penghargaan terbaik II nasional dalam lomba wana Lestari 2023.
Saat itu Menteri LHK Siti Nurbaya secara langsung menyerahkan penghargaan kategori Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) kepada Febriansa.
Semoga dengan penghargaan yang diperoleh tak menyurutkan perjuangan Febriansa sebagai penjaga hutan. Tak terasa sudah 10 tahun berlalu Febri berjanji bersama Keppak akan mengepakkan sayap lebih tinggi demi hutan yang lestari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI