Di balik gemerlap kawasan Jalan Laksda Adisucipto Yogyakarta, tidak jauh dari pusat perbelanjaan Ambarukmo Plaza, berdiri sebuah warung makan sederhana yang namanya cukup unik dan mengundang rasa penasaran: Kantin DPR. Bukan singkatan dari Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan kependekan dari Di Bawah Pohon Rambutan. Nama ini diberikan karena lokasi awal warung ini berada tepat di bawah pohon rambutan, yang memberikan keteduhan alami bagi para pelanggan.
Kantin DPR telah berdiri sejak tahun 2006, jauh sebelum Ambarukmo Plaza berdiri dan ramai seperti sekarang. Pendiri dan pengelola warung ini adalah Bu Iin, seorang ibu tangguh yang dengan penuh ketekunan mengelola usahanya dari nol. "Warung ini saya dirikan dengan harapan bisa memberikan contoh kepada anak-anak saya, bahwa hidup harus dijalani dengan kerja keras," ujar Bu Iin saat ditemui di sela-sela kesibukannya melayani pelanggan.
Bu Iin memulai usahanya dengan kondisi yang sangat sederhana. Modal awal yang dibutuhkan tidak besar, dan saat itu belum banyak pesaing di sekitar lokasi tersebut. Namun, ada satu kendala utama yang hingga kini masih dihadapinya: lokasi warung bukan milik pribadi. "Tempat yang saya gunakan ini milik Kraton, bukan milik pribadi. Saya hanya mengontrak dan tidak bisa membeli lahan ini secara permanen," jelas Bu Iin.
Meskipun demikian, keterbatasan tersebut tidak memadamkan semangatnya. Dengan tekad dan niat yang kuat, Bu Iin memulai warungnya secara perlahan namun pasti. Menu yang ditawarkan beragam, mulai dari makanan prasmanan yang bisa diambil sendiri oleh pelanggan, hingga makanan cepat saji seperti Chinese food dan aneka lauk seperti peyek, ayam penyet, tempe goreng, dan lainnya.
"Dari awal saya memang ingin membuat warung yang membuat pelanggan merasa seperti di rumah. Mereka bebas memilih makanan sendiri, tidak kaku, dan bisa makan dengan santai," tutur Bu Iin.
Di awal berdirinya, Kantin DPR hampir tidak memiliki pesaing di sekitar lokasi. Hal ini tentu menjadi keunggulan tersendiri bagi Bu Iin dalam membangun basis pelanggan. Namun, seiring berjalannya waktu dan pertumbuhan ekonomi kawasan sekitar, banyak warung dan tempat makan baru yang bermunculan.
"Dulu saya satu-satunya yang jualan di sini. Sekarang sudah banyak warung baru, tentu persaingan semakin ketat. Saya juga harus menyesuaikan harga supaya tetap bisa bersaing," kata Bu Iin. Salah satu tantangan terberat datang sejak masa pandemi COVID-19. Pandemi tidak hanya mengubah pola konsumsi masyarakat, tetapi juga berdampak besar pada pendapatan warung milik Bu Iin.
"Sejak pandemi sampai sekarang, pemasukan turun sampai 50 persen. Sangat terasa sekali bedanya. Apalagi sekarang orang-orang lebih berhati-hati dalam pengeluaran, jadi saya juga harus menyesuaikan menu dan jumlah masakan setiap hari," ungkapnya.
Situasi yang tidak stabil memaksa Bu Iin untuk melakukan penyesuaian, baik dari sisi pengeluaran maupun strategi berjualan. Ia mengurangi jumlah bahan makanan yang dimasak setiap hari, mengatur ulang anggaran belanja dapur, hingga mengurangi tenaga kerja untuk menghemat biaya operasional.
Meski menghadapi berbagai tekanan, Bu Iin tetap bersyukur karena usahanya masih bisa bertahan hingga saat ini. "Saya tetap bersyukur, meskipun tidak seperti dulu, tapi masih bisa berjalan. Rezeki memang sudah ada yang mengatur. Yang penting kita terus berusaha," ucapnya dengan senyum hangat.
Bagi Bu Iin, kunci utama dalam menjalankan usaha bukan hanya pada besar kecilnya modal, tetapi pada kemauan untuk bekerja keras dan keberanian mengambil risiko. Ia percaya bahwa setiap usaha, sekecil apa pun, akan membuahkan hasil jika dijalani dengan sungguh-sungguh dan tidak mudah menyerah.