Belakangan hari yang perlu dimiliki oleh TKI adalah kemampuan beradaptasi berhadap-hadapan dengan identitas. Orang sudah tahu kalau tinggal di negara asing bikin TKI harus beradaptasi dengan budaya baru.Â
Alangkah kikuk dan kakunya pergaulan sosial kalau TKI nggak kuasai atau paling tidak cukup cakap menggunakan bahasa dimana mereka di tempatkan? Itu karena TKI yang kesulitan berkomunikasi karena kendala bahasa.
Bagaimana dengan selera makan? TKI cepat atau lambat akan ngiler dengan membayangkan makanan Indonesia menjadi masalah tersendiri.
Di samping itu, ada kasus diskriminasi. Ada saja perlakuan diskriminatif terhadap TKI di beberapa negara. TKI sering dianggap sebagai pekerja kelas bawah dan kurang dihormati.
Tenang saja, bro! Masih ada juga sisi positifnya. Di kepala TKI cukup menyerap unsur dari luar, yang tidak didapatkan di negaranya. TKI yang pada akhirnya belajar tentang budaya baru dan memperluas wawasan mereka.
Netizen dengan produksi tagar mengalir ke mana-mana, di media online dan media sosial sebagai bagian dari kontrol sosial, berarti kuasa tidak hanya digenggam oleh negara saja atau satu pihak. Netizen juga menjadi aparatur kuasa dalam wilayahnya sendiri, yaitu media sosial.
Untuk itu, tagar #KaburSajaDulu menandakan bahwa netizen bisa membongkar kedok kuasa negara.Â
Dari arah yang lain, kekuatan tagar #KaburSajaDulu terletak pada pilihan warga untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik lewat kerja atau bertempat tinggal tetap di luar negeri.
Berkat terpicu oleh tagar #KaburSajaDulu mungkin sekaligus menggagasnya, maka mahasiswa ingin belajar atau kuliah di luar negeri tentu peluang beasiswa dan jika mereka mampu lewat biaya mandiri.
Tercatat, per 2022, sekitar 59.224 mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri dengan sebaran 11.683 orang berada di Australia dan 9.682 orang berada di Malaysia.Â
Jadi, mahasiswa Indonesia yang mengenyam pendidikan di luar negeri terbanyak kedua di ASEAN.