Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nomaden dan Kabur Saja Dulu

21 Februari 2025   07:19 Diperbarui: 24 Februari 2025   10:07 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dok. Shutterstock/ImYanis)

Parahnya, dilihat dari sisi ekonomi. Ngapain TKI punya uang jumbo kalau nggak bikin mereka sejahtera. Mereka dapat uang banyak, tetapi kok nggak kaya?

Padahal, setiap tahun, remitansi (uang kiriman TKI) menyumbang lebih dari Rp 150 triliun ke ekonomi Indonesia. Sebaliknya, kenapa banyak TKI tetap kesulitan keuangan?

Apa mungkin ini sebabnya? Katakanlah biaya hidup di luar negeri mahal. 

Memang yang punya pengalaman kerja di luar negeri nggak jarang bercerita kalau gaji besar diiringi ongkos hidup juga tinggi. TKI ujung-ujungnya tergiring dalam kesulitan menabung.

Harap maklum, kalau kiriman ke keluarga cukup memengaruhi taraf hidup TKI. Bagaimana tidak, kalau sebagian besar gaji mereka dikirim ke kampung untuk biaya hidup keluarga. Itu tadi, upah atau gaji mereka terbebani untuk hal yang mestinya lebih berpunya sebagai TKI. Belum lagi, ongkos yang tidak terduga.

Hal lain juga karena kurangnya perencanaan keuangan. Biasanya, setiap bulan ada yang ditunggu oleh TKI berupa gaji sebatas untuk membelanja kebutuhan. 

Di balik itu, tabungan mereka terancam kosong melompong. Di beberapa kasus, TKI yang pulang tanpa tabungan atau investasi, akhirnya harus kembali bekerja di luar negeri.

Ada pula faktor luar yang bikin TKI kesulitan dalam keuangan, diantaranya kebijakan dan regulasi TKI. Sepatutnya bahwa setiap negara punya aturan berbeda buat tenaga kerja migran.

Malaysia dan Arab Saudi, misalnya, berdasarkan kasus atau pengalaman akan nanyak kasus pelanggaran hak asasi terhadap TKI, terutama pekerja rumah tangga.

Di negara lain pun juga mengecewakan atas perlakuan TKI. Misalnya, Taiwan dan Hongkong. Di sana, masih relatif lebih baik dalam perlindungan hak pekerja, kecuali tetap ada eksploitasi.

Sedangkan, Korea Selatan menyediakan gaji lebih tinggi, sisanya persaingan kerja ketat. Kalau demikian, Indonesia masih punya Pekerjaan Rumah besar dalam melindungi TKI, terutama mereka yang bekerja di sektor informal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun