"Cari kerja di kota tidak gampang karena persaingan ketat. Bikin surat lamaran di perusahaan itu dan ini belum tentu diterima. Memohon agar diterima bekerja oleh mini market atau di tempat lain bukan main repotnya,” begitu kata keponakan yang sudah berkeluarga, di suatu hari.
Maklum, keponakan sebagai kepala rumah tangga terpaksa kerja serabutan.
Dia pindah kerja dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menafkahi keluarganya. Saya membayangkan, betapa tidak entengnya dapat pekerjaan, apalagi dalam situasi seperti sekarang ini.
Tetapi, bukan soal kerja di kota atau di negeri sendiri yang ingin kita perbincangkan. Sampai kemudian platform X diriuhkan dengan berita dan tagar #KaburSajaDulu atau #KaburAjaDulu.
Lihat, tagar itu tidak main-main, bro! Rupanya, koran online pun ikut meramaikan tagar itu.
Tagar itu punya ekspresi dari sebagian masyarakat untuk “hijrah” ke luar negeri. Memang betul, ada ekspresi keputusasaan, protes bahkan kegeraman publik terhadap penentu kebijakan. Rasa sebal publik tentu dilampiaskan dalam bentuk tagar.
“Menurut saya itu adalah ekspresi. Bisa mengindikasikan beberapa hal, seperti kemarahan, yang kedua tidak ada harapan, lalu yang ketiga itu bentuk protes keras di era digital yang bentuknya adalah hashtag,” ujar Nur Hasyim, Sosiolog UIN Walisongo Semarang.
Selanjutnya, muncul kutipan semacam obrolan imajiner dari netizen di X, yang saya coba untuk merenungkan, sungguh banyak benarnya dan saya pun mengaminkan. Nah, berikut penggalan cuitan netizen di akun @ombahku.
Mr. X : “Bro, gimana kalau kita #KaburAjaDulu ke luar negeri?”