Sebaliknya, “Aku” mampu membayangkan dunia yang sama dari “sang Lain.” “Aku” memiliki kartu identitas dari ‘sang Lain’ juga memiliki memiliki rahasia “Aku.”
Selanjutnya, “Aku” tidak lagi sebagai subyek (meskipun dibantah oleh Martin Heidegger). Dia tidak lagi bercumbu dan mengendalikan obyek. “Aku” sebagai takdir yang mengendalikan, menyatukan dan memisahkan subyek-obyek hingga tidak ada lagi jarak di antara keduanya. “Aku sendiri” menitis dan mentransformasikan secara bolak-balik dan imanen sejajar dengan “sang Lain” di Bumi. Ia bukan di bawah Langit (kecuali di “langit artifisial”).
“Aku” maju ke tengah medan perjuangan untuk menghubungkan jurang terjal antara realitas dan eksistensi, subyek dan obyek hingga tidak ada lagi celah, retakan, dan jarak di antara keduanya.
"Sang Lain" (manusia) bukan lagi sebagai bagian dari sebuah jurang antara kenikmatan bagi “Aku.”
Tetapi, kemiripan yang tidak memusat dari “Aku sendiri” yang bertugas tidak untuk mencairkan ego-Cartesian dan ego-Transendental. Tidak ada salahnya jika menengadahkan kepala kita dalam melihat secara terbuka atas perbedaan dan heterogenitas tanda kehidupan.
Sampai pada akhirnya, kita akan berada pada sebuah kurva yang terputus-putus, dalam pengetahuan dan sejarah itu sendiri mengenai keintiman antara “Aku” dan “sang Lain.”
Kartu identitas keduanya telah memalsukan rahasianya. Bisa dikatakan, kita masih melihat suatu ilusi ganda yang tertulis atau tergambarkan yang ditandai dengan “sang Lain” adalah “Aku” yang ditopengkan dalam realitas kesadarannya.
***
Berbeda dengan “Aku” sebagai fantasi atau aliran libido di hadapan “sang Lain:” seorang wanita saleha sedang beribadah dalam masjid menjadi obyek hasrat dari pria saleh dalam kehidupan sehari-hari diganti atau diubah dengan energi puasa Ramadhan secara nyata dan simbolik.
Demikian pula, “Monster” memungkinkan dirinya menjelma dalam wujud nyata dan nilai simbolik.
Lain halnya dengan berkat waktu sebagai tanda yang menguasai manusia masih berada dalam ‘otomatisasi keterlemparan diri, yaitu hitungan mundur, tempat dimana “Aku” tidak dapat didefinisikan lagi.