Pluralitas, Diskursus atau Bukan?
Dari contoh kecil itu saja sudah menggambarkan mengenai apa yang perlu dipahami kehidupan yang berbeda. Semakin memahami perbedaan, maka semakin paham mengenai pluralitas di sekitar kita.
Pluralitas merupakan pilihan. Ia dianggap aneh saat diskursus atau penafsiran baru diabaikan. Jika Anda tidak ingin menempatkan pluralitas sebagai taraf diskursus, pada taraf apa dan siapa yang telah mengatakan diskursus kami memasuki wilayah permainan?
Kami telah mengusahakan terbentuknya perbedaan-perbedaan melalui diskursus.
Pluralitas menjadi taraf penanda tertentu. Ia membuka jalan bagi obyek pengetahuan hingga bukan lagi pernyataan sekadarnya.
Siapa yang memasukkan tema-tema pluralitas sebagai celoteh? Kami pun tidak bercuap-cuap tentang relasi apa yang ingin Anda arahkan pada diskursus-diskursus, yang selama ini tidak jelas juntrungnya. Padahal, masih jelas akan berlanjut pada taraf diskursus lainnya.
Permasalahan pertama kali atas penggunaan pluralitas sebelum yang lainnya muncul sebagai perbincangan adalah perbedaan-perbedaan dan sekelompok tanda-tanda yang dibentangkan oleh diskursus.
Suatu pertanyaan yang membuat kami tidak tergesa-gesa untuk mengatakan setelah sebagian mereka menaruh curiga tentangnya.
Sebaliknya, bagi mereka yang masih menyenangi diskursus-diskursus, maka kami tidak ingin mengumbar-umbar diskursus yang menopang tema-tema pluralitas.
Paling penting, sejauh mana Anda amati langsung atas individu yang tidak memiliki alasan untuk berbicara sebuah konsep mengenai perbedaan?Â
Bagaimana Anda investigasi terhadap bentuk penampakan pluralitas terjadi melalui peristiwa diskursif atau masa tertentu?