Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketidakhadiran Lelucon adalah Cermin dari Hebohnya Kehadiran Malapetaka

21 Desember 2022   22:05 Diperbarui: 17 Januari 2024   11:11 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hakim yudisial MA, Edy Wibowo terduga menerima suap (Sumber gambar: kompas.com)

Kisah tanpa lelucon membuat orang akan melayang-layang tanpa mampu kembali lagi pada titik tolak, titik dimana sebuah mesin perang berurai menjadi jaringan agen-agen malapetaka (perang antarnegara, perang narkoba, perang melawan teroris, perang melawan korupsi). 

Ada kehingarbingaran teater kekerasan masih nampak tidak berujung pangkal.

Menggilanya nafsu untuk korupsi sesuai dengan merangsangnya "suisida" (bunuh diri) lewat bom bunuh diri. 

Dalam pengertian luas, korupsi juga bagian dari bunuh diri. Membunuh kehidupan, membunuh masa depan akibat korupsi. Semestinya upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, malah dikorupsi.

Kekeraskepalaan yang destruktif dari seorang dan kelompok garis keras ditandai dengan pemahaman atas teks agama atau ideologi secara "leterlek" dan penggunaan "kaca mata kuda" dalam melihat dunia. Korupsi mungkin karena "gelap mata."

***


Teringat oleh seorang kawan pernah ngobrol soal aturan hukum. Dia katakan "hukum itu dibuat untuk dilanggar." Jadi, jangan heran yang buat hukum saja bisa mempermainkan hukum.

Istilah hakim nakal alias pejabat yang korup tidak lebih tenang jiwa, ketimbang petani penggarap sawah. Hasil panen melimpah karena cucuran keringatnya. 

Saya yakin, masih banyak hakim atau jaksa yang Mr. Clean. Orang bersih, tidak terkontaminasi.

Tetapi, sedikit demi sedikit nyaris tidak ada lagi perubahan di ranah penegakan hukum. Jika pun ada itu masih terseok-seok. 

Sejumlah aparat penegak hukum dicekoki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui operasi tangkap tangan (OTT). Upaya penangkapan demi penangkapan atas kasus korupsi menjadi tanda indikatif atas kuatnya dan merajalelanya tindak pidana korupsi di negeri kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun