Kuasa disipliner disentuh dengan kerja mekanis, dalam otomatisasi penyelenggara negara melalui tubuh. Sesuatu yang ambigu berlangsung dalam strategi baru dari rezim kuasa disiplin, tatkala diberlakukan dalam pemilu, meliputi: (a) mekanisme disiplin melalui netralitas ASN; dan (b) hak-hak prinsipilnya sebagai warga negara dalam menentukan pilihan politiknya teredusir dengan kepentingan politik yang mengelilingi birokrasi.
Kuasa disipliner akan menciptakan netralitas ASN, yang digiring dalam mekanisme atau prosedur pendisiplinan yang beragam.
Keambiguan juga berlangsung jika kuasa melalui regulasi yang dibuatnya memiliki kekuatan yuridis-disipliner untuk mengubah sentuhan kuasa, "dari tubuh fisik ke pikiran, kesadaran, dan kehendak individu" di tengah mekanisme atau prosedur pendisiplinan.
Berbeda dengan prosedur pemenjaraan, hukuman disiplin bagi penyelenggara atau aparatur negara dilaksanakan bukanlah serta-merta untuk menghapus penyelewengan dan pelanggaran atas ketidaknetralannya, melainkan untuk menormalisasi dan memperbaiki kesalahan individu.
Bisa dikatakan, bahwa hukuman disiplin diubah serta diganti dari fungsi untuk individu yang patuh dan berguna menjadi individu yang kreatif dan produktif.
Tidaklah mengherankan, dalam perhelatan Pemilu atau Pilkada, kita melihat masih sering terjadi pelanggaran dan penyelewengan dilakukan oleh oknum pejabat atau penyelenggara negara.
Bentuk pelanggaran dilihat dari ketidaknetralan dan penggunaan aset negara atau fasilitas pemerintah. Ketidaknetralannya muncul, diantaranya  menjadi bagian dari "tim" atau pendukung salah satu calon bupati dan wakil bupati, bahkan menjadi obyek dari aktor politik dan kekuatan politik tertentu.
Meskipun hukuman disiplin berat dijatuhkan terhadap ASN, katakanlah setelah memberikan dukungan pada salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati dengan menggunakan jabatan maupun fasilitas dalam tahapan pemilu apalagi tahapan kampanye. Kita justeru melihat tidak menjadikan individu patuh dan berguna.
Kata lain, selama netralitas menjadi model pendisiplinan dibawah mekanisme kuasa yang terpusat dan tumpang-tindih, dimana jaringan-jaringan yang tersebar telah menghilang dalam masyarakat seperti pengawasan, maka masih akan terjadi ketidakpatuhan individu atas hukum.
Sebaliknya, muncul bibit-bibit "perlawanan senyap" dan "kesadaran semu" dari oknum ASN. "Netralitas yang tidak netral" membuat kuasa tidak mencapai sasaran dan target yang efektif dalam melancarkan prosedur pendisiplinan melalui netralitas.
Dalam persfektif Foucaldian, memang betul, jaringan-jaringan kuasa, seperti 'kementerian', 'lembaga negara', 'perangkat daerah, 'sekolah/kampus', 'panti asuhan', 'rumah sakit', Â 'balai latihan kerja', dan sebagainya sebagai model penyebaran yang menggantikan model pemusatan.