Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selera Bermain di Atas Panggung Peristiwa

29 Oktober 2022   09:05 Diperbarui: 29 Juli 2023   20:25 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Taruhlah misalnya, seekor kucing melihat kita telanjang atau tidak telanjang. Apakah kita akan biasa-biasa saja atau ada rasa malu seperti binatang bergigi tajam atau binatang buas yang tidak lagi memiliki perasaan telanjang? 

Sebaliknya, seperti apakah seseorang memiliki perasaan telanjang atau ketelanjangan? Jadi, siapakah Aku?

Apakah Aku dan kucing atau binatang lain yang dianggap belum ditemukan perbedaan terutama dari organ pencernaan dalam tubuh dan insting? 

Pada siapa yang perlu diajukan pertanyaan jika bukan di luar diri kita?  Mungkinkah dari seekor kucing, kelelawar, ular, dan bahkan tikus itu sendiri?

Kembali pada kucing, binatang jinak di sekitar lingkungan kita tidak berarti akan terbebas dari terjangkitnya virus berbahaya yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri.

Lain halnya, tatkala binatang menatapku. Apa yang Aku pikirkan dan hasrati dalam keadaan demikian adanya. Kucing melihatku telanjang karena rasa malu atau sopan betul-betul kucing kecil, kucing sungguhan. Kucing yang diharapkan bersama manusia tidak terjangkit virus corona. Kucing itu yang berbicara dengan kita melalui bahasanya sendiri, yaitu kucing yang Aku bicarakan, bukan dari permasalahan siapa yang jinak atau tidak sejenis kucing Asiatik dan dari benua lain. Kucing atau kelinci yang banyak digemari orang bukanlah sebagai akibat dari anti-Cartesian, melainkan melebihi pikiran bahkan bermain dengan manusia rasional.

Nanti, kita tidak akan memerhatikan mutasi antara tikus dan ular, kelelawar dan kodok melawan mutasi antara Descartes dan Spinoza, Husserls dan Derrida. 

Hal ini, mungkin dianggap terlalu berlebih-lebihan dalam membandingkan antara filsuf besar dan binatang begitu jelas, sekalipun tanpa dua konfigurasi dan tanpa menerima begitu saja sebagian dari keseluruhan atau sebaliknya. 

Kita tidak membuat lucu manusia hanya karena kemiripannya dengan binatang seperti "tidur," "lapar," "makan," "kenyang," "berkelahi," dan sebagainya. Dalam perbedaan ditandai Manusia melalui 'dugaan', imajinasi, mimpi, fantasi, hasrat, dan nalar untuk menelusuri dirinya dan pada binatang dibalik pelajaran darinya.

Setelah Anda dapat berbicara dengan seekor binatang, pada kucing piaraan sebagai binatang sungguhan. 

Tetapi, kucing tidak berbicara sesuai dengan pikiran apalagi perasaan kita. Mustahil hal demikian terjadi, sekalipun ia seekor burung beo. Ada hal lain yang dianggap penting, yaitu tingkat respon binatang cukup membuat kita menduga-duga dan mengimajinasi apa maksud dari bahasa binatang yang sulit dimengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun