قُلْ هُوَ اللّٰهُ أَحَدٌ
Artinya: Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa
Ibnu Katsir ketika menjelaskan makna ayat ini dalam tafsirnya mengatakan bahwa Allah swt itu satu dan Esa, tidak ada yang menyamai-Nya, tidak memiliki pembantu, tidak ada yang sepadan, tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya. Lafadz ini, tidak dinisbatkan kepada selain Allah swt dikarenakan Dialah yang memiliki kesempurnaan dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya.[3]
Hal ini pula dikatakan oleh Ibnu Abbas dalam tafsirnya dengan mengisahkan bahwa ketika itu ada orang Quraisy yang bertanya kepada Rasulullah s.a.w agar menjelaskan kepada mereka tentang sifat Rabbnya. Maka turunlah surat ini sebagai jawaban atas pertanyaan mereka bahwa Allah swt adalah Esa.[4]
Mengetahui hakekat Tuhan merupakan sesuatu yang penting bagi manusia. Cara mengetahuinya ialah mempersenjatai diri dengan ilmu. Semakin tinggi ilmu seseorang dalam mengenal Tuhan, maka bisa memungkinkan tumbuh rasa cinta terhadap Tuhan.
Rasa cinta terhadap Tuhan ini akan berdampak pada perilaku seorang hamba dalam hidup sehari-hari. Rasa cinta ini tentu dibarengi dengan hati yang ikhlas. Hati yang ikhlas bisa dimunculkan dari niatnya.
Karena mempelajari ilmu hakekat Tuhan tanpa niat tulus, tidak akan mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap Tuhan. Ilmu yang mempelajari bagaimana hakekat Tuhan dalam Islam disebut sebagai Ilmu Tauhid. Bekal ilmu Tauhid inilah yang bisa menjadi pondasi iman seorang muslim dalam beragama.
Oleh karena itulah, mengapa sila pertama Pancasila diletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini menyiratkan bahwa bangsa Indonesia, agar dalam berhubungan antar manusia, timbul rasa perikemanusiaan sebagai wujud pelaksanaan perintah Tuhan melalui kitab suci masing-masing agama. Dari rasa perikemanusiaan yang kokoh, muncul rasa persatuan.
Bangsa Indonesia dari sejak dahulu selalu mengambil keputusan dengan musyawarah. Nah, tentu musyawarah ini bisa terjadi manakala didalamnya tercipta rasa persatuan. Dari musyawarah itu nanti, hasil dari keputusan bisa tercipta rasa keadilan bila didasarkan kebersamaan antar manusia sebagai tanggung jawab moral terhadap Allah swt.
Catatan kaki
- Sistem bercocok tanam terlebih dahulu dikenal di Indonesia terutama di daerah yang subur untuk menghasilkan padi, seperti Jawa, Bali, dan Sumatera. Ketika Eropa alamnya masih dalam bentuk hutan, justru bangsa Indonesia telah mengenalnya lebih dahulu. Bahkan wayang kulit sudah dikenal lebih dahulu di Indonesia.
- Untuk penjelasan yang lebih lengkap mengenai sila ketuhanan, lihat Soekarno, Pantja-Sila sebagai Dasar Negara, Jilid 1, (Jakarta: Kementerian Penerangan RI, 1958a).
- Abu Fida' Ismail bin Umar bin Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Quranul Adzim, juz 8, Beirut: Darul Kutub Ilmiyyah, hlm. 497.
- Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, cet. ke-1, Beirut: Darul Kutub Ilmiyyah, hlm. 662.