Mohon tunggu...
Erlangga Danny
Erlangga Danny Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang yang bermimpi jadi penulis

Wat hebben we meestal doen, bepalen onze toekomst. Daardoor geschiedenis is een spiegel voor toekomst. Leben is een vechten. Wie vecht niet, hij zalt in het gedrang van mensen verpletteren.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peristiwa 1965 yang Mengubah Identitas Bangsa Indonesia

30 September 2018   17:49 Diperbarui: 30 September 2018   18:01 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Satu-satunya peristiwa yang selalu menjadi ingatan kelam bagi bangsa Indonesia adalah peristiwa G30S yang terjadi pada 30 September. Pada masa pemerintahan Orde Baru, rakyat Indonesia selalu disuguhkan dengan film yang menggambarkan bagaimana ganasnya peristiwa itu, setiap tanggal 30 September. Semua orang diwajibkan untuk menonton demi kepentingan penguasa.

Pada akhirnya mindset rakyat Indonesia pun selalu berpikiran bahwa peristiwa G30S adalah suatu peristiwa yang didalangi oleh PKI untuk menumbangkan pemerintah saat itu. Namun setelah rezim Orde Baru runtuh, banyak yang meragukan validitas dan keaslian dari film itu. Ini tidak mengherankan mengingat, rakyat pada masa sebelumnya dikekang dari kebebasan berpendapat.

Banyak buku-buku karya para peneliti asing yang bermunculan perlahan, mulai menegaskan bahwa ada kejanggalan yang terjadi pada peristiwa ini dengan sudut pandang mereka masing-masing. Hingga saat ini peristiwa ini masih menjadi suatu puzzle yang tidak pernah menyatukan masing-masing darinya. Karena sejarah adalah milik penguasa. Dimanapun itu, kekuasaan penguasa adalah segalanya. 

Begitu pula dengan hukum. Walaupun toh, suatu negara adalah negara hukum, hukum itu adalah hasil dari buatan penguasa demi kepentingan tertentu. Karena itulah hukum itu hasil dari pemikiran politik. Tapi tentu saja, hukum harus ditaati oleh pembuat dan rakyatnya sekaligus. Apabila hukum tidak memiliki sanksi yang wajar, ia akan sia-sia belaka. Ia akan berguna bagi mereka yang berbuat buruk.

Soekarno adalah pemimpin yang membawa perubahan baru bagi bangsa Indonesia dari kolonialisme. Dalam dadanya, tersematkan api yang membakar jiwanya, berusaha membawa rakyat Indonesia bebas dari kungkungan imperialisme. Jasa-jasanya bagi dunia tak akan pernah terlupakan. Ia adalah seorang patriot dan nasionalis sejati bagi Indonesia. Seorang nasionalis, bukanlah seorang yang hanya berkoar-koar bahwa dialah seorang nasionalis. Nasionalis sejati adalah mereka yang timbul oleh karena rasa cinta akan kemanusiaan dan rela mati, berkorban dengan segala rintangan yang menghadang untuk bangsanya. Seorang nasionalis sejati tidak akan tumbuh menjadi seorang yang jingo-nationalist.

Revolusi yang digaungkan pada masa Soekarno benar-benar memupuk rasa nasionalis kita masa itu. Soekarno membagi revolusi itu menjadi dua tahap, pertama masa pembangunan mental lalu pembangunan badannya. 

Pembangunan mental ditujukan untuk membangun kembali mental, karakter, dan moral rakyat Indonesia karena lama diinjeksi oleh imperialis asing. Karena aspek mental dan moral itulah yang menentukan corak dan arah bangsa Indonesia. Jikalau mental bangsa Indonesia terbentuk menjadi seorang nasionalis yang menentang segala bentuk exploitation de l'homme par l'homme dan exploitation de nation par nation, maka kita memiliki identitas yang tegas bagi negara lain. 

Lalu setelah terbentuk mental yang baik, mulailah tahap kedua, yakni membangun badannya. Soekarno mencanangkan pembangunan semesta. Bahkan Soekarno, ketika itu berhasil menjadikan Palangkaraya menjadi sebuah kota besar yang maju. Hal ini ditambah dengan rencananya menjadikannya sebagai ibukota RI yang baru, lantaran posisinya yang aman dari bencana alam.

Di masanya, rakyat meyakini bahwa Soekarno adalah seorang "ratu adil" yang akan membawa kita menuju keadilan. Namun saat krisis ekonomi dan inflasi semakin memburuk, ditambah otoritarianismenya yang mengekang semua lawan politiknya, membuatnya harus rela jatuh digantikan oleh rezim baru. Harapan rakyat akan bimbingan sang "ratu adil" baru, Soeharto, justru semakin memperparah kondisi itu. 

Awalnya rakyat disuguhi dengan pemandangan tiada antri dan harga-harga bahan pokok yang murah. Taman hiburan dibangun dengan megah. Pembangunan dilaksanakan dengan gencar. Rakyat yang lupa akan bau amis darah saudara mereka, justru kini merasakan bagaimana keadilan itu tiada datang pula. Rezim otoriter ini, jatuh pada tahun 1998.

Pada masanya Soeharto menjadikan politik sebagai panglima. Semua lawan politiknya dianggap sebagai antek komunis ataupun anti-Pancasila. Para pejabat bebas korupsi sementara rakyat dibiarkan hidup dengan seadanya. Jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun