Mohon tunggu...
Erika Santi
Erika Santi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Konsentrasi pada perbaikan dan pengembangan kepribadian dan umat ; sebuah komitmen

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Adhi Wiriana, Begin With The End in Mind

5 November 2015   23:50 Diperbarui: 23 November 2015   15:24 1480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pada dasarnya kita adalah penduduk syurga. Karena Nabi Adam diturunkan ke bumi maka kita menjadi penduduk bumi. Namun, ini hanya persinggahan sementara. Suatu hari kita akan kembali ke kampung halaman kita yang sebenarnya. Apalagi pengalaman sekian ratus tahun tidak ada manusia yang abadi. Oleh karena itu, saya berfikir, suatu saat ketika kita pensiun atau wafat,  kita ingin orang mengenang kita sebagai apa. Sebagai orang baikkah ? Sebagai koruptor atau sebagai apa ? Prinsip ini membuat kita menjadi orang yang efektif. Seperti kata Stephen Covey, begin with the end in mind,” jelas Bapak Adhi Wiriana mengenai sudut pandangnya terhadap kehidupan ini.

Pribadi yang Religius

Ir.H.Adhi Wiriana,M.Si menjadi Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung sejak 1 Desember 2013. Sosok yang agamis melekat kuat pada dirinya.

“Alhamdulillah, orang tua saya termasuk orang tua yang religius. Saat kami kecil, SD dan SMP, dibiasakan maghrib harus sudah di rumah. Kemudian kami dididik untuk sholat berjama’ah. Ayah saya yang menjadi imamnya. Ibu, saya dan ketiga saudara saya menjadi makmumnya. Selain itu, saya dulu ikut Pramuka di luar sekolah. Ada satu gugus depan yang latihan pramukanya pada hari sabtu. Saya belajar disiplin dan teratur dari sana.” Kenang Pak Adhi, demikian panggilannya.

“Saat SMA saya tidak tinggal bersama orang tua lagi. Karena Bapak saya punya apotek yang jauh dari rumah. Rumah saya di Slipi, apotek di Cibubur. Nah, saat saya SMA, saya yang menjaga apotek tersebut dan tinggal di sana. Saya belajar mandiri. Saya mengurus makan sendiri, nyuci sendiri, semuanya sendiri. Saya tinggal di kamar atas. Ketika itu gaji saya berjumlah 800 ribu. Sangat banyak untuk ukuran saat itu. Selain untuk infak harian, uang itu saya gunakan untuk membeli buku agama, buku pengetahuan, eksiklopedi dan lainnya. Jika tidak pulang ke rumah orang tua, saat libur saya naik gunung karena itu hobi saya. Di sana saya mengagumi keindahan ciptaan Allah. Biasa hidup mandiri sejak dulu benar-benar menempa saya. Hidup mandiri mendidik saya lebih tegar,” terang anak kedua dari 4 bersaudara ini.

“Orang tua yang religius akan mendidik anak menjadi religius juga. Jarang seseorang berhasil ketika keluarganya berantakan. Dan saya merasa apa yang saya raih selama ini adalah berkat do’a orang tua saya yang kini keduanya sudah menghadap Sang Pencipta. Saya bersyukur memiliki orang tua seperti mereka,” ujar anak dari H. Djoehana Manaf dan Hj.Hetty Djoehana ini berkaca-kaca.

Salah satu kebiasaan unik Pak Adhi adalah mengumandakan adzan di musholla samping kantor atau di masjid dekat komplek rumah dinas statistik. “Ya, kadang orang heran kenapa Kepala BPS Provinsi Lampung ini adzan ? Kalau saya berpandangan dihadapan Allah tidak ada perbedaan, semua sama. Saya berfikir kita harus berfastabiqul khairat. Sama seperti kita naik haji tidak dibedakan mana yang presiden mana yang raja, dan lainnya. Semua berpakaian ihrom,” jelas Bapak yang punya hobi tennis dan berenang ini.

Menjadi khatib jum’at juga sering dilakoni oleh Pak Adhi. Diantaranya di Masjid Ar Ruhama dan Masjid Sholihin. Kadang ketika pengajian rutin ustadznya tidak datang, Pak Adhi sering diminta untuk menggantikan.

Kebiasaan lain Pak Adhi adalah membaca Al Qur’an. “Sejak jadi member ODOJ, One Day One Juz, saya berupaya untuk membaca Al Qur’an satu hari satu juz. Jadi dalam sebulan telah khatam. Itu kalau kondisi tidak terlalu repot. Kalau subuh, maghrib dan isya saya biasanya di masjid. Setelah sholat subuh itu biasanya saya membaca Al Qur’an. Kalau untuk menghapal, kan harus diulang-ulang. Tapi sesuai penjelasan dalam sebuah ayat, bahwa Al Qur’an itu diturunkan ke hati. Jadi supaya lebih mudah menghapal ya harus pakai hati, bukan otak. Kemudian pasrahkan kepada Allah. Biasanya akan hapal dengan sendirinya,” ujar Mantan Kasubdit Statistik Keuangan BPS RI ini. Hapalan Al Qur'an Pak Adhi terlihat karena saat rapat, pertemuan dan lainnya, Pak Adhi sering menjadikan Ayat Al Qur’an dan Al Hadits sebagai referensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun