Mohon tunggu...
erika avalokita
erika avalokita Mohon Tunggu... -

suka nulis dan silat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lilin, Media dan Intuisi Keadilan

16 Mei 2017   23:19 Diperbarui: 17 Mei 2017   00:09 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ingat kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya tetapi juga karena ada kesempatan, waspadalah waspadalah..!!!”

 Begitulah kata-kata yang diucapkan Bang Napi -seorang laki-laki berbadan besar berompi kulit, dan lengan bertato. Sebagian wajah ditutup topeng sehingga semakin menunjukkan kesan sangar. Dengan seting dekorasi seperti seorang penjahat di dalam bui, Bang Napi selalu muncul dibagian akhir acara berita kriminal “Sergap” yang ditayangkan RCTI setiap siang hari.

 Acara itu menampilkan dunia kejahatan; orang baik yang terampas haknya oleh penjahat,  polisi mencari pelaku, pengadilan mengadili terdakwa dengan berbagai pasal. Pelaku dihukum dan keadilan yang didambakan masyarakat tercipta.

 Sejak awal 2001 acara kriminal seperti itu marak di berbagai televisi. Biasanya berdurasi 30 menit dan tayang pada pk 07.30 atau pk 11.30. Ratingnya kedua tertinggi setelah sinetron. Menyedot jutaan penonton terutama ibu-ibu. Mereka melihat acara itu sambil memasak di dapur atau menunggu anaknya pulang sekolah.

Awalnya Patroli (Indosiar). Kemudian SCTV menirunya dengan membuat Buser. Lantas ada Sergap (RCTI), Sidik (TPI), Kriminal (TransTV), TKP (TV7), dan Brutal (Lativi). Kenapa acara ini begitu disukai ? Jawabnya mungkin , soal empati dan dambaan masyarakat soal keadilan. Ketika sebagian masyarakat menganggap keadilan adalah ilusi, acara itu memberi jawaban ; menghadirkan kenyataan soal keadilan.

 Meski beberapa acara kriminal di televisi di atas tak tayang lagi, pada tahun 2016, wajah media elektronik ( dan online) kembali disemarakkan oleh "drama" pengadilan kasus penistaan agama oleh Ahok dan sekali lagi, tontonan soal keadilan ini meledak dan penontonnya adalah ibu-ibu di rumah.

Kotak bernama televisi (dan online) menyiarkan kisah Ahok lebih dari 30 menit sehari. Berbagai unsur diwawancara, pendapat ahli berseliweran dan opini ingin dibangun oleh media itu.

Kasus Ahok menghidupkan kembali kerinduan soal keadilan di benak penontonnya. Penonton menemukan keadilan di kasus Ahok hanyalah Ilusi. Media mempertontonkan ; bagaimana kasus itu terjadi, bagaimana aparat negara memprosesnya, manuver pihak-pihak tertentu dan bagaimana politik kental mewarnai keputusan hakim dan akhirnya Ahok dipenjara selama dua tahun. Bagaimana agama dimodifikasiuntuk perebutan kekuasaan.

 Tapi penonton -sekali.lagi- kebanyakan ibu-ibu- yang merindukan keadilan dari semua yang ditontonnya sudah menemukan siapa sebenarnya yang salah dan yang benar sesuai intuisinya, tanpa ada pengaruh dari opini opini yang beredar. Inilah kesaktian media bernama televisi dan online menembus wilayah regional, suku, agama, ras. Ilusi soal keadilan terhadap Ahok diikat oleh hal yang bernama empati (terhadap keadilan)

 Lalu empati inilah yang menggerakkan orang orang yang respek pada kasus Ahok melakukan melakukan aksi lilin. Satu aksi spontan (entah siapa yang menggagas) dimulai di Jakarta dan segera menjalar ke berbagai daerah Surabaya, Palembang, Tangerang, Depok, Pekanbaru, Bali, Papua, Montreal, Paris, Sidney, Bonn sampai Timor Leste. Dan sekali lagi, kebanyakan pesertanya adalah kaum mudi dan ibu-ibu

Konon fenomena  membuat pihak yang mempolitisasi kasus Ahok merasa.kuatir jika aksi ini berlanjut dan menjadi besar. Aksi berdasar intuisi keadilan dari masyarakat biasanya bisa berubah menjadi gerakan besar dan bisa mengubah sesuatu demi kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun