Mohon tunggu...
ERICK JEHAMAN
ERICK JEHAMAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - belajar menjalani hidup.

Mahasiswa Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Tuhan Itu Memesona", Kata Filosof

9 April 2021   07:40 Diperbarui: 22 April 2021   09:28 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

           Keterpesonaan manusia terhadap realitas dengan segala fenomenanya berawal dari relasi atau perjumpaan indera manusia dengan realitas dengan segala fenomena-fenomenanya. Kemudian manusia sebagai makhluk berakal terdorong olehnya untuk berefleksi dan berpikir guna menemukan dasar-dasar dari realitas dengan segala fenomena-fenomenanya yang manusia jumpai. Manusia bisa berefleksi, berpikir karena manusia adalah makhluk berakal. Dengan akal budinya manusia bisa berpikir, berefleksi untuk mengetahui dan bahkan untuk mencapai kepuasan dari keingintahuannya.

           Itu berarti keinginan untuk mengetahui, mengenal, berefleksi merupakan bagian kodrati keberadaan dan kehadiran manusia. sebagai bagian kodrati hemat saya hal ini menunjukkan bahwa budi manusia pada dasarnya terbuka tanpa batas pada segala realitas yang ada. Di sini ada hubungan yang erat antara realitas yang menyatakan diri dengan kodrat manusia yang selalu mencari tahu. Mencari dengan demikian adalah respons akal budi manusia atas kehadiran realitas yang selalu menyatakan diri. Itu berati pencarian manusia terarah pada (kebenaran) realitas yang menyatakan diri. Fakta pencarian akal manusia terarah pada realitas yang menyatakan diri menegaskan bahwa pencarian manusia pada realitas itu sejauh realitas itu ada.

           Salah satu hal yang paling penting dalam aktvitas pencarian akal budi itu adalah bahwa manusia ingin mencapai dasar-dasar dari segala realitas yang ada dengan segala fenomena-fenomenanya. Dasar dasar tersebut yang saya maksud di sini adalah apa yang membuat realitas itu ada secara demikian, atau mengapa realitas itu ada secara demikian dengan segala struktur dan komposisi-komposisinya. Bahkan dalam pencarian itu manusia ingin menemukan asal dan tujuan dari segala realitas yang ada, atau dalam filsafat Yunani awal mencari arche, yakni prinsip pertama dari segala apa yang ada. Dan menurut Aristoteles apa yang paling dasar adalah actus purus. (Armada Riyanto, 2018:153)

            Bagi Thomas Aquinas actus purus adalah Allah sendiri, dan sebagaimana actus purus adalah prinsip yang darinya segala sesuatu dapat dijelaskan, asal dan tujuan terakhir dari segala sesuatu, maka Allah sebagai actus purus juga menegaskan bahwa Allah adalah asal dan tujuan dari segala sesuatu dan oleh adanya Allah maka segala realitas (ciptaan) dapat dijelaskan. Dalam kaitannya dengan pengembaraan akal budi, yang mencari dasar-dasar dari realitas bagi Thomas Aquinas akal budi manusia dapat mencapai pengenalan akan Allah melalui ciptaan yang ia jumpai. Hal ini tentunya karena baginya actus purus adalah Allah sendiri. Keterpesonaan manusia akan segala realitas yang mengundang akal budi untuk mencari tahunya, kelak akal budi itu akan mencapai pengenalan akan Allah dalam realitas  (ciptaan) yang membuat manusia terpesona dan mengundang akal budinya mencari dasar-dasarnya, actus purusnya.

Realitas adalah Teks

             Realitas dengan segala Fenomenanya itu mengundang siapa pun untuk menginterpretasi. (Armada Riyanto, 2018:133-134). Energi yang mendorong manusia untuk menginterpretasikan realitas adalah keterpesonaan manusia pada realitas yang ia jumpai atau ketika manusia berhadapan dengan realitas. Keterpesonaan manusia pada realitas mendorong manusia untuk memahami lebih realitas yang ada di hadapannya itu. Realitas yang mengundang manusia untuk menginterpretasi juga hendak mengatakan perjumpaan realitas dengan manusia membuat manusia mengalami keheranan. Keheranan konsekuensi dari relasi manusia dengan realitas yang ada di hadapannya. Realitas itu memukau artinya mengundang manusia yang berjumpa dengannya bertanya.

         Keterpesonaan manusia pada realitas yang ada di hadapannya memunculkan berbagai pertanyaan dalam diri manusia tentang penyebab dari segala yang ada. misalnya mengapa segala sesuatu itu berada secara demikian? atau atau apakah yang menjadi sumber atau penyebab dari segala sesuatu itu?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah cara atau usaha manusia untuk memahami realitas yang ada di hadapannya. Pertanyaan tersebut juga adalah  bagian dari cara berpikir manusia dalam menafsirkan guna memahami realitas yang ada di hadapannya. Berpikir yang demikian adalah sebuah usaha pencarian akan kebenaran dari realitas yang ada di hadapannya.  Dalam filsafat Yunani awal, pencarian itu bertujuan untuk mencari arche, atau prinsip mendasar dari alam semesta. Keterpesonaan manusia pada realitas yang ada di hadapannya hanya mungkin apabila manusia hadir dengan penuh kesadaran di hadapan realitas itu. Kesadaran harus ada dalam diri manusia ketika berhadapan dengan realitas. Manusia yang tidak memiliki kesadaran ketika berhadapan atau berjumpa dengan realitas sesungguhnya adalah manusia itu tidak hadir pada waktu itu.

            Kesadaran adalah kehadiran. Manusia dikatakan hadir di hadapan realitas apabila manusia memiliki kesadaran. Manusia hadir dalam peristiwa, mengalami, merasakan oleh ketika manusia memiliki kesadaran akan dirinya sendiri. Manusia yang memiliki kesadaran adalah manusia yang tahu bahwa ia ada dalam ruang dan waktu, manusia yang tahu siapa dirinya dan karakter dirinya. Kesadaran pertama-tama adalah sebuah aktivitas untuk mengenal siapakah manusia.

Aktivitas manusia adalah aktivitas kesadaran dirinya tentang "Manusia". Manusia itu indah bukan semata karena ia ada di tempatnya atau dia tidak hilang, tetapi karena kehadirannya mencetuskan aktivitas ke -"Manusia"- annya yang sangat kaya. Kerap mengejutkan. Tak terduga. (Armada Riyanto, 2018: 203)

Berangkat dari pernyataan Armada Riyanto tersebut hemat saya kesadaran dalam hal ini merupakan sebuah karakter dasar manusia sebagai makhluk yang berada. Artinya kesadaran akan keberadaan adalah pengalaman subjektif manusia sebagai makhluk hidup. Pengalaman subjektif yang saya maksud adalah narasi, kisah tentang keberadaannya dalam ruang dan waktu atau dalam konteks di mana dan kapan ia hidup. Konteks yang saya maksud di sini adalah segala sesuatu yang menjadi ruang lingkup hidup manusia, seperti; penderitaan, kebahagiaan suka, duka. Kesadaran adalah kodrat manusia atau karakter manusia sebagai subjek atas dirinya sendiri, yaitu manusia sebagai asal dan pelaksana atas aktivitasnya.

Dalam kaitannya dengan kehadiran, kesadaran adalah apa yang membuat manusia bisa  menjadi manusia. Manusia yang berpikir, manusia yang bertindak dan manusia yang berefleksi tentang kehadirannya dalam ruang dan waktu. Manusia yang berpikir, bertindak dan berefleksi merupakan beberapa karakter manusia yang menunjukkan manusia sebagai makhluk beraktivitas. Manusia ada karena manusia beraktivitas. Kesadaran akan manusia tidak lagi berhenti pada manusia berpikir tetapi manusia bertindak dan berefleksi.

Manusia Sebagai Subjek Pencari

            Manusia sebagai subjek pencari pertama-tama karena manusia adalah makhluk berakal. Sebagai makhluk berakal manusia dengan sendirinya bisa berpikir dan berefleksi. Memang dalam kaitannya dengan realitas, fakta adanya perjumpaan dengan realitas karena manusia memiliki indera, akan tetapi hanya dengan adanya akal budilah yang memampukan manusia untuk mencari tahu. Dengan kata lain hanya manusia yang bisa melakukan pengembaraan atau pencarian untuk mencari jawaban yang didorong oleh keterpesonaan dan keheranannya. Tentu saja pencarian itu bertujuan untuk menemukan akar dari realitas yang ada, sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan, misalnya; mengapa segala sesuatu itu berada secara demikian? atau atau apakah yang menjadi sumber atau penyebab dari segala sesuatu itu?. Akal budi adalah alasan dibalik manusia sebagai pencari dan pengembara (berpikir dan berefleksi). Akal budi jugalah yang memungkinkan manusia untuk selalu mencari tahu. Dari kodratnya manusia selalu mencari tahu", kata Aristoteles dalam karya pertamanya metafisika. (Armada Riyanto, 2013: 40-41). Maka aktivitas pencarian atau pengembaraan yang didorong oleh keheranan dan keterpesonan adalah aktivitas akal budi semata. Hal ini tidak berati indera manusia tidak memiliki peran.

            Kesadaran akan manusia sebagai makhluk  berakal adalah Kesadaran akan manusia yang berpikir, bertindak dan berefleksi. Dan ini merupakan kekhasan dari kodrat manusia sebagai makhluk yang berakal. Manusia ada karena ia memiliki kesadarannya sebagai manusia yang berakal, sehingga bisa berpikir, bertindak dan berefleksi. Manusia dikatakan sebagai subjek pencari (berpikir dan berefleksi karena manusia memiliki akal budi. Manusia sebagai subjek pencari juga dengan demikian hendak mengatakan bahwa manusia bukanlah objek yang diinterpretasi, melainkan subjek yang menginterpretasi. (Armada Riyanto, 2018:  236)

            Dengan kata lain, akal budi yang mencari tahu realitas adalah sebuah pengembaraan. Akal budi mengembara untuk mencari tahu asal-usul dibalik realitas yang ada. Dikatakan sebagai sebuah pengembaraan karena akal budi itu berpikir, berefleksi untuk mengetahui realitas yang sesungguhnya. Berpikir dan berefleksi merupakan aktivitas akal budi semata, meskipun demikian peran indera dalam mencari tahu tidak bisa disisihkan, karena inderalah yang membuat manusia dan realitas dapat saling berjumpa atau berelasi kemudian mendorong akal budi untuk mencari tahunya. Akal budi selalu mencari pengertian yang benar tentang realitas. (Armada Riyanto, 2018:  145). Di sisi lain realitas selalu menyatakan diri berati segala realitas itu terbuka untuk diketahui dan dipahami.

            Di samping itu harus diakui bahwa pencarian manusia yang berawal dari keterpesonaan dan keheranan terhadap realitas dengan segala fenomena-fenomenanya adalah pencarian yang subjektif. Dikatakan subjektif karena kesadaran yang muncul dalam diri manusia itu subjektif. Artinya kesadaran akan kehadirannya dalam realitas dengan segala fenomenanya tidak tergantung pada pengakuan orang lain bahwa ia hadir. Kehadirannya di hadapan realitas meskipun bisa saja ada bersama orang lain namun cara kesadaran akan kehadirannya tidak ditentukan oleh orang lain. ia hadir karena ia memiliki kesadaran dalam dirinya sendiri, dan bukan karena orang yang ada bersamanya memiliki kesadaran bahwa ia hadir.

            Akal budi manusia adalah apa yang memungkinkan manusia bisa berefleksi, berpikir tentang realitas yang ada di hadapannya, yang memungkinkan manusia bisa menemukan jawaban  dari pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan sendiri. manusia  yang mengembara atau manusia yang beraktivitas adalah manusia yang mencari dasar-dasar dari realitas dirinya. manusia mencari apa yang menyebabkan manusia berada secara demikian. manusia mencari tahu ada dibalik pengalaman, perjumpaan, relasi yang manusia alami. Manusia mencari tahu penyebab dari manusia ada secara demikian, dengan segala model, komposisi, struktur dari adanya.

Pencarian mengenai komposisi-komposisi dan struktur dari realitas  adalah suatu keharusan dalam pengembaraan akal budi manusia untuk mencapai kebenaran dari realitas yang ada. manusia yang tidak mengenal dan memahami struktur dan komposisi-komposisi dari realitas bukanlah manusia yang mengenal realitas secara utuh, penuh dan total. Dengan demikian suatu keharusan yang saya maksud di sini mau menegaskan bahwa manusia (realitas tidak bisa dijelaskan kalau tidak ada penyebab, yang menyebabkan realitas  ada. adanya pengada menjadi keharusan yang harus manusia manusiai dan selalu ditanamkan dalam setiap kehadiranku agar manusia ada bisa dijelaskan.

Ketika manusia sadar bahwa realitas itu memiliki struktur dan komposisi-komposisinya, membuat manusia sadar akan kefanaannya realitas itu. Realitas yang fana adalah realitas yang bisa ada dan bisa tidak ada. Maka untuk menjelaskan realitas yang ada mesti harus memiliki ada yang abadi, ada yang umum sebagai pengada yang tanpa disebabkan. Realitas ada dan bisa tidak ada membutuhkan eksistensi dari ada yang abadi, tunggal dan tak disebabkan sebagai pengada yang telah mewujudkan realitas secara demikian dengan segala struktur dan komposisi-komposisinya.

Penutup 

             Berhadapan atau berjumpa dengan realitas dengan segala fenomenanya membuat manusia terpukau, terpesona. Keterpukauan dan keterpesonaan manusia ini membangkitkan dalam dirinya rasa ingin tahu, karenanya ia mencari tahu. Kodrat manusia sebagai pencari tahu tidak terlepas dari fakta manusia sebagai makhluk berakal. Namun tentunya perlu disadari bahwa pengembaraan atau pencarian yang dilakukan oleh akal itu berawal dari kontak langsung atau perjumpaan langsung indera manusia dengan realitas dengan segala fenomenanya. Dengan kata lain kontak indera manusia dengan realitas yang menyatakan diri, artinya realitas sejauh ada mengundang akal budi manusia menemukan kebenaran dari apa yang ia inderai itu.

            Pencarian atau pengembaraan itu bukanlah tanpa tujuan. Fakta adanya tujuanlah yang memungkinkan adanya pengembaraan sekaligus pengembaraan itu terarah. Bagi saya pengembaraan akal budi manusia terarah pada dasar-dasar dari realitas dengan segala fenomenanya. Keterpesonaan dan keterpukauan manusia pada realitas yang menyatakan diri dengan segala fenomenanya membuat manusia terdorong untuk mencari dasar-dasar dari realitas yang ia jumpai. Membuat manusia terdorong untuk mencari actus purus dari segala yang ada.

            Dalam pemikiran Thomas Aquinas, actus purus adalah Allah sendiri. sementara itu terminologi actus purus dalam bahasa Yunani adalah prinsip, yaitu itu yang dengannya dapat menjelaskan segala yang ada, maka bagi saya Allah adalah itu yang membuat segala sesuatu ada dan adanya Allah dapat menjelaskan segala yang ada. maksudnya Allah adalah dia yang mengaktualkan segala yang ada, dan dia sendiri tidak diadakan dan disebabkan.

            Dengan demikian dalam realitas yang saya jumpai atau manusia jumpai dapat mengenal adanya actus purus, yakni Allah sendiri. Hal ini oleh karena realitas (ciptaan) dengan segala struktur dan komposisi dan dengan segala fenomena-fenomenanya bisa ada dan bisa tidak ada, maka mesti mengharuskan adanya necesarium, yaitu yang harus ada. singkatnya realitas dengan segala fenomena-fenomenanya mengalir dari Allah sebagai actus purus. Dan adanya Allah sebagai actus puruslah yang memungkinkan ciptaan atau realitas yang kontingen dapat dijelaskan. Menurut Teolog Georg Kichberger, salah satu bidang pengalaman (pengenalan) akan Allah adalah melalui alam dan melalui fenomena alam dan gereja katolik juga mengatakan bahwa, Allah asal dan tujuan dari segala sesuatu, dapat diketahui dengan pasti dari dunia ciptaan melalui cahaya kodrati akal budi manusia. oleh karena itu bagi saya apa yang pendapat Thomas Aquinas yang mengatakan akal budi manusia bisa mengenal Allah, meskipun tidak secara langsung melainkan melalui ciptaan benar adanya. Bahwa dengan akal budi saya saya bisa melihat mengal Allah sebagai actus purus yang mengalir dalam semua ciptaan-ciptaan yang lain. Bahwa ciptaan itu indah karena adanya sang keindahan, yakni Allah sendiri sebagai actus purus, maksudnya keindahan yang murni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun