Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian
-Pamoedya Ananta Toer-
Kata-kata Pramoedya tersebut menjadi penyulut semangat, bagi siapa saja yang sedang giat belajar menulis. Betul sekali apa yang dikatakannya, siapa saja boleh pandai setinggi langit, jika ia tidak pernah menuliskan apa yang ia ketahui, perlahan dan pasti suatu saat ia akan dilupakan masyarakat lalu lenyap ditelan sejarah. Karya tulis yang dilahirkan dari seorang pandai, akan abadi dan dikenang sepanjang masa. Karena menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Selanjutnya melalui tulisan singkat ini, saya akan mencoba menggali makna apa yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer tersebut.
Pertama, Pramoedya seolah membangunkan kita untuk segera terjaga dari tidur nyenyak yang panjang. Lalu ia berkata “Ayo Nak bangun dan menulislah, abadikan dirimu dalam tulisan! Suatu saat setiap orang akan meningglkan dunia ini, yang dikenang selain dari perbuatan baiknya semasa ia hidup, tetapi juga dari karya tulisnya serta kebermanfaatan ilmunya.
Hari ini kita bisa menikmati karya tulis hebat para ulama melalui kitab-kitabnya, padahal mereka sudah meninggal puluhan abad yang silam. Kita bisa belajar ilmu tauhid, fiqih dan tasawuf serta yang lainnya, dari para ulama yang mewakafkan sebagian hidupnya untuk menulis, menulis dan menulis. Kita juga bisa mengetahui sejarah masa lampau melalui tulisan para sejarawan. Andai saja tidak ada orang-orang besar dengan karya-karya besarnya tadi, kita tidak akan mengetahui kebenaran ilmu pengetahuan juga kenyataan sejarah dimasa lalu.
Jadi menulislah agar kita bisa mewarisakan ilmu pengetahuan kepada anak cucu dan generasi berkutnya. Tuliskan apa saja yang menurut kita bisa bermanfaat, "jangan tidak pernah menulis seumur hidup mu!"
Kedua, jika saya balikkan kata-kata Pramoedya tersebut dengan kalimat, “Orang boleh bodoh sedalam tujuh lapis bumi, tapi selama ia menulis, ia akan selalu diingat masyarakat dan dikenang sejarah”. Sebagai orang yang belum pandai, kalimat ini pas sekali bagi saya yang fakir dengan ilmu.
Saya berkegiatan menulis bukan dalam posisi bahwa saya orang pandai, tetapi orang bodoh yang berharap bisa menjadi bagian dari sejarah atau minimal bisa dikenang oleh orang lain, bahwa saya pernah hidup di dunia ini. Oleh sebab itu, saya tidak pernah ragu untuk terus berlatih menulis, menulis dan menulis.
Ketiga, kita menulis tidak perlu menunggu menjadi orang pandai atau memiliki ilmu yang luas. Menulislah sambil belajar mendalami keilmuan yang kita minati dengan banyak membaca.
Kita tidak bisa menulis tanpa membaca, menulis dan membaca adalah pasangan yang tidak bisa terpisahkan. Hanya saja kita tidak usah membaca terlalu banyak sehingga lupa untuk menulis. Biasakan kegiatan menulis dan membaca itu menjadi perkerjaan yang selalu berpasangan.