Terjadi beberapa polemik terkait pembangunan pabrik PT Semen Indonesia yang berlokasi di Rembang. Warga Rembang yang menolak pembangunan pabrik melakukan demonstrasi dan menggugat di pengadilan untuk menghentikan PT Semen Indonesia. Berdasarkan informasi yang diakses dari situs resmi MA, gugatan tersebut diputus tertanggal 5 Oktober 2016 dengan amar putusan, mengabulkan gugatan dan membatalkan objek sengketa. Objek sengketa yang dimaksud adalah Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen milik PT Semen Gresik Tbk (sekarang PT Semen Indonesia) di Kabupaten Rembang tertanggal 7 Juni 2012.
Sementara PT Semen Indonesia tetap berniat melanjutkan pembangunan tersebut, karena menyangkut dana investasi pembangunan yang sudah terlanjur dialirkan. Terlebih, pembangunan pabrik sudah mencapai tahap 96%, yang akan dilanjutkan dengan tahap finalisasi.
Berbagai opini kemudian muncul mengenai pembangunan pabrik semen di Rembang. Salah satu yang menyita perhatian saya adalah film dokumenter yang berjudul “Samin vs Semen”, yang kemudian diikuti oleh film dokumenter “Sikep Samin Semen”. Film “Samin vs Semen” merupakan aksi kontradiksi melawan PT Semen Indonesia.
Sementara film “Sikep Samin Semen” adalah sebuah pembelaan tentang penggunaan nama “Samin” dalam film “Samin vs Semen”. Secara konten, kedua film mempunyai misi yang berbeda. Untuk itu, saya mencoba melihat dari sudut pandang saya tentang bagaimana kedua film dokumenter ini diproduksi, yang akhirnya menimbulkan beberapa dampak sosial, ekonomi, bahkan politik.
Judul
“Samin vs Semen” merupakan film dokumenter produksi dari Watchdoc Image yang dikenal sebagai rumah produksi yang telah mengeluarkan berbagai film dokumenter terkait dengan isu sosial, politik, ekonomi di Indonesia. Watchdoc Image dalam film ini, kemungkinan merupakan perpanjangan tangan dari WALHI, sebuah organisasi gerakan lingkungan hidup di Indonesia. Isu tentang lingkungan hidup memang sudah seharusnya menjadi pembahasan dan perlu dikaji secara mendalam.
Namun yang menggugah benak saya adalah, bagaimana sebuah film ini mengatasnamakan suku Samin. Terlihat jelas di awal film menampilkan tagline, “Film ini hanya mengambil satu sudut pandang orang-orang Samin”. Apakah benar jika film ini merupakan pendapat semua suku Samin? Atau bahkan pendapat mayoritas masyarakat Rembang?
Judul “Samin vs Semen” sangatlah memicu permusuhan. Dalam hal ini, PT Semen Indonesia merupakan perusahaan BUMN yang notabene adalah panjang tangan dari pemerintah. Sementara, suku Samin adalah salah satu suku (kelompok masyarakat) yang berada di Indonesia, walaupun belum diakui sebagai sebuah kepercayaan oleh pemerintah Indonesia. Jika saya memahami arti kata dari judul ini, secara tidak langsung menyiratkan proses mengadu domba antara pemerintah dan masyarakat Samin.
Pemilihan judul yang tidak tepat, akan memicu permasalahan di kemudian hari. Menggunakan sebuah ajaran, kepercayaan ataupun budaya sebagai strategi untuk membentuk opini publik, merupakan cara yang menurut saya bertentangan dengan semboyan negara kita, “Bhinneka Tunggal Ika”.
Sedangkan untuk film “Sikep Samin Semen”, misinya adalah hendak meluruskan pemahaman tentang suku Samin. Pada judulnya ditekankan “Sikep Samin Semen”. Secara verbal, saya mengartikan tentang sebuah sikap yang dimiliki suku Samin dalam menyikapi isu pembangunan pabrik PT Semen Indonesia.
Konten