Mohon tunggu...
Fajar Perada
Fajar Perada Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang jurnalis independen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pernah bekerja di perusahaan surat kabar di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemerintah Harus Kaji Langkah Penanganan Radikalisme

11 Juli 2018   11:56 Diperbarui: 11 Juli 2018   12:02 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Data hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengkaian Masyarakat (P3M) kembali membuka fakta mengkhawatirkan tentang penyebaran ide radikalisme dan ujaran kebencian sudah sangat merasuk ke hampir seluruh sektor.

Kalau sebelumnya, telah mengakar di sejumlah kampus negeri ternama, maka fakta mengejutkan P3M  yang menyebut ada 41 mesjid di lingkungan kementerian dan BUMN yang juga sudah terpapar ide serupa, sejatinya hanya sekedar pengembangan.

Tak ada yang mengejutkan atau hal baru dari  penelitian tersebut, kecuali bahwa kian lama, upaya massif namun diam-diam ternyata masih kita biarkan begitu saja.

Pencegahan dan pemberantasan memang dilakukan oleh aparat kepolisian dengan Densus 88 nya. Berulang kali penangkapan dan penggerebekan membuahkan hasil dengan ditangkapnya sejumlah orang yang terduga sebagai teroris.

Sayang, ada kesan rasa  puas diri  sehingga terlena dengan apa yang telah diraih. Padahal itu tidak saja tidak cukup. Karena jika kita ibaratkan pencegahan lewat penangkapan itu seperti penyakit kulit yang ada di permukaan. Maka dibawahnya sel kanker tanpa disadari terus menjalar, dia tak terlihat, namun mulai menunjukkan gejala yang mendekati organ penting sebelum kemudian merebut dan merusak seluruh sendi.

Maka ibarat sama sebenarnya sedang berlangsung di rumah kebangsaan bernama NKRI. Virus radikalisme yang mengancam keutuhan Indonesia itu kian dekat dengan pusat pemerintahan. Pintunya melalui masjid yang ironisnya dibiayai dan beroperasi atas hasil tanah ibu pertiwi, yang sejatinya tidak mereka kehendaki keberadaannya.

Pada situasi ini, seharusnya pemerintah dan DPR harus kembali duduk Bersama merumuskan langkah secara lebih tegas sudah harus pada level Pre emptive. Pemerintah yang memiliki peralatan dan undang-undang penanganan teroris yang baru saja disahkan setelah direvisi, semestinya bisa bertindak lebih tegas.

Tak bisa lagi hanya menunggu atau menyelesaikan urusan secara business as usual. Harus ada langkah kongkrit dari kedua belah pihak, bukankah UU Anti Teroris itu memberi kewenangan lebih bagi TNI Polri untuk menjalankan fungsinya, saatnya mereka diberdayakan.

Fungsi BNPT yang selama ini hanya terlihat sebagai Lembaga penindakan, harus diberi porsi lebih untuk ambil bagian dalam sisi pencegahan dan DPR bisa mendorong peran mereka untuk ambil bagian secara lebih jauh.

Sejatinya kementerian Agama bersama Majelis Ulama Indonesia tak bisa lagi sekedar pihak yang bertindak pasif mereka harus ikut dilibatkan secara komprehensif, bukan sekedar pihak yang Cuma perlu bersuara. Saatnya sinergi para pihak itu perlu mempertajam penciuman terhadap ide-Ide radicalism itu.

Meski terbilang sensitive mewacanakan "pengawasan mejid dan rumah ibadah", namun dengan memakai bahasa kementerian agama dan majlis ulama, serta menggandeng ormas Islam tanah air, pengawasan rumah ibadah dari paparan radikalisme serta ujaran kebencian yang berpotensi menggoyang sendi NKRI semestinya lebih bisa dipetakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun