Puisi : Edy Priyatna
Mengegas terus berjuang. Rasa hati kebebasan tiada henti. Mulanya malam ini aku melewati rumahmu. Jalan raya menjadi batas perintang. Lamunan ku terasa panjang. Tentang tertawaku dulu.
Mengambil konsonan hidup mati. Otak ku selalu berpikir tanpa putus asa. Air bagi penyair adalah unsur bahasa tulisan. Mengalir menembus jantung gunung. Sesuatu renungan suatu rancangan. Tanah bagi penyair adalah seluruh keadaan hidup batin.
Di pekarangan depan rumah. Menjadi selembar goresan. Terdapat bayangan angan. Hari ini aku baru sadar. Sudah pernah terjerumus. Terlalu jauh ke dasar hatimu.
Beranjak merayap tak peduli kasatmata. Untuk mencari cakap merangkai keindahan. Telah berlangsung kejadian besar. Di mana dalam waktu beberapa detik. Pada tengah hari bolong. Namun dari pagi hingga siang tak terlihat adanya mendung.
(Pondok Petir, 17 Januari 2019)