Puisi : Edy Priyatna
Hamba sendiri berjalan di mata jalan. Bulan hilang di telan kelam awan. Memandang lelap wajahmu. Ku harap ada kepastian. Manakala kau terjaga di keesokan fajar. Tebaran pada lendir kelemayar memberi petunjuk. Jalan berliku kian sarat kelelahan. Mengikis habis sedikit demi sedikit. Setubuh daya raga memberi pilihan. Patah atau semangat yang hinggap. Gugurnya rasa bertenaga. Terganggu tanggapan hati. Berganti pada dasar alami. Melatih diri untuk biasa. Bagi pulang sendiri. Akan berubah nyata. Kemudian membakar semangat. Bangkitkan untuk maju kembali.
Relung hati selalu ada keluh. Mengganggu benak untuk berperang. Setelah habis mengasah pikiran. Jejak dapat tertapak. Meninggalkan rasa tangan kosong. Kini waktunya menampilkan. Laga pada hamparan. Bentala tumpah darah kita. Tanah air keturunan. Maju selangkah demi selangkah. Sementara dalam kebersamaan. Untuk bangkit kembali. Kalau kibarkan bendera. Cemerlang pada langit mulai bergerak. Menandai lubang hitam. Kendati angin badai membelai jiwa putih. Menghempas memperpanjang waktu. Untuk tiba disudut ruang baru.
(Pondok Petir, 10 Desember 2018)