Dalam struktur keluarga, posisi anak tengah sering dianggap "di antara", tidak seistimewa si sulung yang pertama, dan tidak selucu si bungsu terakhir. Posisi ini membuat banyak anak tengah tumbuh dalam situasi yang menuntut mereka untuk mengalah demi menjaga keseimbangan dalam keluarga.
Namun apakah sering mengalah berarti mereka lemah? Â Tidak. Justru dibalik sikap mengalah itu, tersimpan kekuatan luar biasa.
Kenapa Anak Tengah Sering Mengalah?
1. Ingin Menghindari KonflikÂ
karena berada di tengah persaudaraan, anak tengah sering menjadi penengah. Mereka terbiasa melihat dari dua sisi, dan lebih memilih meredakan konflik daripada memicu pertengkaran.
2. Merasa Tidak Ingin Membebani
Anak tengah cenderung merasa tidak ingin merepotkan orang tua, karena tahu kakaknya mungkin sudah duluan dituntut untuk menjadi panutan dan adiknya masih butuh banyak perhatian.
3. Kurangnya Ruang Untuk Bersuara
Dalam dinamika keluarga, suara anak tengah kadang terabaikan. Karena itu, mereka lebih memilih diam dan mengalah, meski punya pendapat dan keinginan sendiri.
Mengalah Bukan Berarti Lemah
Mengalah sering dikira tanda ketidakberdayaan. Padahal, anak tengah justru membuktikan bahwa
- Mereka memilih kekuatan emosional untuk menahan ego
- Mereka mengutamakan hubungan dan keharmonisan, bukan kemenangan
- Mereka mampu melihat situasi secara lebih objektif dan dewasa
Namun sering mengalah juga  bisa membawa dampak negatif, seperti:
- Memendam emosi atau keinginan sendiri
- Rasa tidak dihargai atau diabaikan
- Kehilangan identitas atau rasa percaya diri
Peran Keluarga: Mendengar dan Menguatkan Anak Tengah
Sebagai orang tua atau anggota keluarga lainnya, penting untuk memberi anak tengah ruang untuk:
- Berbicara dan didengarkan, tanpa dibandingkan
- Diakui perasaannya, Â meski ia tidak menuntut
- Dihargai pilihannya, meskipun ia terbiasa mengikuti