Mohon tunggu...
Enik Rusmiati
Enik Rusmiati Mohon Tunggu... Guru

Yang membedakan kita hari ini dengan satu tahun yang akan datang adalah buku-buku yang kita baca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bersyukur Melalui Sepiring MBG

17 September 2025   13:59 Diperbarui: 18 September 2025   11:28 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana siswa menikmati MBG | Sumber: dokumen pribadi

"Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah." 

Sepenggal lirik lagu D'Masiv ini seakan menjadi pengingat sederhana bagi kita semua. Dalam hidup, ada banyak hal yang bisa membuat kita mengeluh, tetapi ada pula begitu banyak hal yang patut kita syukuri. Salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis atau yang sering disebut juga MBG.

Belakangan ini, program makan gratis banyak diperbincangkan di media sosial. Ada yang menyambutnya dengan suka cita, ada pula yang menanggapinya dengan protes, keluhan, atau bahkan komentar pedas. Itu hal yang wajar. Setiap kebijakan pasti punya pendukung dan pengkritik. Namun, di tengah hiruk-pikuk pro dan kontra atas suatu kebijakan, saya menemukan sudut pandang lain, semoga ini lebih menyejukkan, pengalaman langsung anak-anak didik saya.

Di lembaga pendidikan kami, upaya menanamkan kepada siswa bahwa hidup akan lebih indah bila dijalani dengan rasa syukur selalu kita dengungkan setiap saat. Bersyukur bukan hanya untuk hal besar, tetapi juga untuk hal-hal sederhana yang sering terlewat dari perhatian kita. Program makan gratis ini, bagi sebagian orang mungkin hanya sebatas makan siang biasa. Tetapi bagi anak-anak, ternyata membawa cerita yang tak terduga.

Belajar Lahap Lewat Kebersamaan

Ada seorang anak di sekolah yang dikenal sangat sulit makan. Setiap kali di rumah, orang tuanya harus berjuang keras agar ia mau menyuap makanan. Kadang dipaksa, kadang dibujuk, kadang sampai membuat orang tuanya kewalahan.

Namun, cerita berubah sejak hadirnya makan gratis di sekolah. Anak ini justru menanti-nanti waktu makan bersama. Dengan wajah ceria, ia duduk di antara teman-temannya, lalu mulai makan tanpa paksaan. Orang tuanya sampai terheran-heran. "Di rumah saja susah sekali disuruh makan, kok di sekolah bisa lahap?" katanya.

Ternyata jawabannya sederhana, kebersamaan. Makan bersama teman-teman membuatnya merasa nyaman. Ia merasakan bahwa makan bukan lagi kewajiban, melainkan suatu hal menyenangkan. Dari sini, saya belajar bahwa suasana hati dan lingkungan ternyata sangat memengaruhi selera makan anak.

Sayur Jadi Sahabat Baru

Cerita lain datang dari anak yang sama sekali tidak suka sayur. Baginya, sayur adalah makanan yang pahit, berbau, dan sama sekali tidak menarik. Di rumah, ia selalu merengek minta makanan instan, ayam goreng, nugget, atau sosis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun