Mohon tunggu...
M. Endy Yulianto
M. Endy Yulianto Mohon Tunggu... Dosen Vokasi Undip

Hobi rekreasi dan menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akar Bajakah: Warisan Hutan Borneo yang Menantang Sel Kanker

11 Oktober 2025   11:16 Diperbarui: 11 Oktober 2025   11:11 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jantung rimba Kalimantan, di mana kabut pagi menari di antara pepohonan dan aliran sungai berliku lembut, tumbuh sebuah tanaman yang kini menjadi sorotan dunia medis---akar bajakah. Bukan sekadar tumbuhan hutan biasa, bajakah telah lama digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Dayak sebagai ramuan penyembuh berbagai penyakit, dan kini menjadi simbol harapan baru dalam upaya melawan kanker.

Penelitian yang dikompilasi dari "Potency of Borneo Endemic and Typical Plants as Anti-Cancer Medicines" oleh Alhawaris (Universitas Mulawarman, 2022) menegaskan bahwa Kalimantan menyimpan kekayaan hayati luar biasa: lebih dari 200 jenis tanaman obat, banyak di antaranya memiliki metabolit sekunder aktif seperti flavonoid, saponin, dan fenolik---senyawa yang telah terbukti secara ilmiah berperan sebagai antioksidan dan antikanker.

Di antara tanaman endemik tersebut, Kayu Bajakah (Spatholobus littoralis Hassk) muncul sebagai bintang baru. Ekstrak etanol bajakah diketahui mengandung senyawa fenolik, tannin, saponin, dan flavonoid, yang bekerja sinergis dalam menetralkan radikal bebas penyebab mutasi sel. Aktivitas antioksidan bajakah bahkan tergolong sangat kuat, sehingga potensial dalam menghambat proliferasi sel kanker serta memicu apoptosis (kematian alami) sel abnormal tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.

Namun, tidak semua bajakah bisa dikonsumsi. Dari sekitar 200 jenis bajakah yang tumbuh di hutan Borneo, hanya beberapa yang memiliki efek terapeutik. Jenis yang paling dikenal adalah Bajakah Lamei, yang dipercaya dapat menyembuhkan luka dan kanker; Bajakah Tampala (Spatholobus littoralis Hassk), yang membantu regenerasi jaringan; dan Bajakah Kalawit (Uncaria gambir Roxb), yang mendukung kesehatan jantung. Kombinasi pengetahuan tradisional masyarakat Dayak dengan penelitian ilmiah modern kini membuka jalan bagi eksplorasi lebih dalam terhadap potensi fitokimia tumbuhan ini.

Bajakah menjadi terkenal secara internasional setelah keberhasilan tim siswa Indonesia meraih medali emas di ajang World Invention Creativity (WICO) 2019 di Seoul, berkat inovasi mereka dalam mengungkap manfaat akar bajakah untuk kanker. Sejak saat itu, tanaman ini menjadi lambang kebangkitan kearifan lokal yang didukung sains modern.

Lebih dari sekadar ramuan hutan, akar bajakah adalah jembatan antara tradisi dan teknologi, antara kearifan lokal dan riset ilmiah global. Di balik batang liarnya yang berpilin di pepohonan raksasa Borneo, tersimpan potensi farmasi alami yang dapat menjadi inspirasi bagi dunia pengobatan masa depan.

Dengan penelitian lanjutan, akar bajakah bukan hanya akan dikenang sebagai legenda hutan Kalimantan---tetapi juga sebagai "warisan hijau" Indonesia untuk dunia, bukti bahwa dari rimba tropis, harapan hidup baru bisa tumbuh. (Dr. Mohamad Endy Julianto)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun