Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menendang Ajal, Menanti Fitri

23 Mei 2019   00:51 Diperbarui: 23 Mei 2019   01:58 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Azan subuh belum lagi terdengar dari musala belakang rumah. Aku memang tak sahur, tapi tetap puasa karena akan menjalani pemeriksaan kesehatan. Namaku Fitri, mahasiswi tingkat akhir di kampus negeri terbesar di kotaku. Baru kali ini aku menantikan suara ayam berkokok dengan harap-harap cemas. Sedikit mengangkat punggung, tangan kananku meraih tirai jendela yang ada di sebelah kanan ranjang.

Pandangan mataku terlempar keluar. Langit tampak gelap, belum ada guratan merah sedikit pun. Yang ada hanya sorot lampu jalan yang mencoba menyelinap masuk kamar. Cahaya lampu jalan itu memantulkan warna hijau muda dinding kamar di atas seprai bermotif daun, kesukaanku.

Sejak malam tadi, mataku tak pernah bisa menutup rapat. Bayangan ketakutan akan memasuki benda menyerupai cincin warna putih itu terus bergelayut. Sebenarnya apa yang ada di dalam kepala ini? Sudah dua tahun aku mengalami rasa sakit ini. Rasanya seperti ditusuk jarum, terutama pada bagian belakang kepala. Kalau sudah seperti ini, aku hanya bisa tergolek lemah di pembaringan, hingga rasa sakit itu reda dengan sendirinya.

Bagian belakang otak seperti ada yang mencengkeram sangat kuat. Jauh lebih sakit dibanding ketika jatuh saat belajar naik motor, dua hari setelah aku boleh mengenakan seragam putih abu-abu kala itu. Saat itu, siku tangan kiriku diampelas aspal yang kasar dan panas. Bagian lengan kiri baju putih seperti disemprot cat pilox warna merah darah. Rasa sakitnya terasa sampai sekarang. Sakit di kepala ini, rasanya tiga kali lipat dari kejadian itu.

Sesekali obat penghilang rasa nyeri memang mampu menendang rasa sakit yang datangnya tiba-tiba. Akan tetapi, aku lebih sering menahannya sekuat tenaga. Lelah rasanya meminum obat. Bahkan mencium bau obatnya saja terkadang sudah mual. Entah kenapa bau obat itu tercium lebih busuk dari bau kaus kaki kakakku.

Dua bulan lalu, aku sudah menjalani pemeriksaan CT Scan. Hasilnya nihil. Dokter Wisnu Praja, dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit terbesar di kotaku menyampaikan tak menemukan apa-apa. Dokter berambut perak itu yang menyarankan harus menjalani pemeriksaan lanjutan, dengan mesin Magnetic Resonance Imaging alias MRI.

"Jangan-jangan kamu kena tumor otak." Ucapan Desi, sahabat karibku, kembali terngiang. Pikiranku semakin kacau. Aku menatap langit-langit kamar yang tiba-tiba berubah seolah layar bioskop. Aku sebagai pemain utama di dalam film itu.

Terlihat diriku kesakitan di sudut kamar rumah sakit, bersiap menjalani operasi tumor otak. Sejurus kemudian, ternyata operasinya gagal dilakukan tim dokter. Seketika hubungan antara badan dengan nyawaku habis kontrak.

"Tidak!!!, aku tidak boleh menyerah!" Hatiku bergolak. Layar bioskop di atas langit-langit itu aku singkirkan dengan satu kedipan mata. Suara azan subuh akhirnya menyelamatkanku dari adegan film mematikan itu. Segera aku bangkit, beranjak mengambil air wudhu dan menggelar sajadah di depan meja belajarku.

"Ya Allah, mudahkanlah pemeriksaanku hari ini. Sembuhkan penyakitku ya Rab... Aku sudah tidak tahan lagi..." entah untuk yang ke berapa kali bulir-bulir air mataku kembali tak terbendung. Sebagian mukena berwarna hijau toska yang aku kenakan, harus kembali basah oleh rapuhnya pertahananku.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun