Mengembangkan Kampus-2 Cigondewah
Memasuki tahun 1987, dengan tekad yang bulat,  Buya mulai merintis dan membangun ruang kelas dan asrama dengan fasilitas yang alakadarnya, sebagian santri mulai ditempatkan di kampus 2 ini. Karena lokasinya yang terpencil jauh dari kota, tidak sedikit santri yang memilih keluar dari pondok, tapi hal itu bukan halangan baginya. Beliau berpegang teguh pada amanat gurunya, bahwa dirinya akan tetap  mengajar dan mendidik walaupun santrinya tinggal satu orang.
Di saat perintisan komplek Cimindi inilah, lahir putri bungsunya yang diberi nama Indi Siti Nur Ihsani, yang sebelumnya Buya dan Umi memiliki lima orang putri yaitu Inna Siti Nurhasanah, Lela Siti Nurfajriyah, Iyam Siti Nurmaryamah, Isma Siti Nurhajar, Nida Siti Nurzahidah, dan seorang putra yang bernama Zen Anwar Saeful Basyari.
Menjadikan Komplek-2 Cigondewah Sebagai Pusat Kegiatan Pondok
Pada tahun 1989 secara resmi seluruh kegiatan santri TMI (Tsanawiyah & Aliyah) dipindahkan dari Cibaduyut ke Cigondewah. Markaz dan LPK dijadikan komplek TK dan SD, sedangkan PRS dikembalikan kepada pemiliknya.
Pada tahun 1990 saat saya keluar dari pondok bangunan kelas dan asrama masih sederhana bahkan ada yang masih terbuat dari bilik bambu dengan jumlah santri TMI dan Ma'hadiyah sebanyak 350 orang.
Sementara itu, Buya terus berjuang meningkatkan kualitas dan kuantitas santrinya, tanah dan komplek pondok terus diperluas, serta bangunan dan fasilitas pondok terus dibenahi.
Setelah 30 tahun berlalu tepatnya tanggal 16 Mei 2020 M./23 Ramadhan 1441 H., Buya ditinggal wafat oleh isteri tercinta (Hj. Umi Syaja'ah) yang telah sukses menemani perjuangannya, dan saya berkesempatan datang berta'ziyah bahkan "mondok" untuk sekedar menemani Buya yang sedang berduka.Â
Dalam kesempatan itu saya dan beliau ngobrol tentang  perkembangan pondok hingga saat ini, yang memiliki empat lokasi, yang terdiri dari Kampus-1 di Jalan Cibaduyut & Jalan Sauyunan, Kampus-2 di Cigondewah (khusus untuk santri TMI- Mu'addalah), Kampus-3 di Arjasari-Banjaran, dan Kampus-4 di Jalan Caringin-cikungkurak (sebagai cikal bakal perintisan pondok untuk pertama kalinya), dengan luas tanah 17 hektar dan jumlah santri yang di asrama 2500 orang.
Kalau saja tidak melihat sendiri, mungkin saya tidak percaya dengan perkembangan pondok yang begitu cepat dan dinamis karena saya tahu saat masa prihatinnya pondok. Saya tahu persis perjuangan Buya dahulu, karena waktu saya mondok, beliau menjadikan saya tangan kanan kepercayaannya, sekretaris pribadinya, bahkan asisten pribadinya.Â