Maka pada pada hari Jum'at malam Sabtu, tanggal 26 Juni 2020 H. yang bertepatan dengan tanggal 6 Dzulqaidah 1441 H. Buya mempersunting Ibu Hj. Ela Nurlaelah, seorang janda cantik yang ditinggal mati suami. Ia merupakan teman ngaji Umi saat berguru kepada Buya ketika merintis pondok di Cikungkurak.
Tentu, sebagai muridnya, saya berharap Ibu Hj. Ela Nurlaelah bisa tampil menggantikan posisi Umi  untuk menemani masa tua Buya, serta pengaping bagi keluarga dan para santrinya.
Buya & Pondok Tempodulu Dalam Kenangan Para Alumni
Sampai saat ini, Buya melalui Pondok Pesantren Al-Basyariyah-nya telah berhasil mencetak ribuan kader-kader alumni yang menyebar di berbagai daerah. Walaupun profesi mereka bermacam-macam dari mulai kyai pesantren, da'i, ustadz, dosen, guru, ASN/karyawan, hingga pebisnis dan pedagang, tapi jiwa kesantriannya masih melekat, sehingga rata-rata mereka menjadi pemuka & tokoh masyarakat di tempat tinggalnya masing-masing.
Diantara ribuan alumni, ada yang berhasil saya hubungi, dan mereka bercerita tentang pondok dan bertutur tentang perjuangan Buya;
Jajang Rohman
Saya merupakan santri Ma'hadiyah generasi "mutaqadimin" yang merasakan bagaimana enerjiknya Buya dalam mendidik dan mendisiplinkan para santrinya. Kerasnya Buya dalam mendidik, tidak hanya dirasakan oleh santri, tapi juga dikenal di kalangan orangtua santri dan masyarakat luas.
Masih ingat dalam ingatan, Buya sering mengatakan, "Jadilah pendidik bukan pengajar. Kalau pengajar, setelah selesai mengajar maka selesailah permasalahan. Tapi kalau pendidik akan terus berupaya agar yang diajarkan bisa dipraktekan dalam amal".
Buya mengatakan, jika beliau marah, maka marahnya itu dalam rangka mendidik, dan dengan marahlah beliau berpendapat masalah akan cepat terselesaikan.
Jika Buya sedang mengajar atau berbicara, beliau sampaikan dengan mimik serius, keras, tegas dan berwibawa, sehingga suasana benar-benar hening, dan saya merasa termotivasi ingin seperti Buya.
Saya masih teringat nasihat Buya: "Sing bener ngaji, sing serius ngaji (yang benar mengaji, yang serius mengaji), dan jangan sepelekan mengaji agar kalian menjadi pemimpin di masyarakat kelak".
Walaupun waktu itu tidak merasa nyaman dengan kerasnya disiplin yang Buya terapkan terlebih saya sering melanggarnya, tapi sangat banyak hikmah yang saya dapatkan, dan saya berupaya bagaimana caranya agar mendapatkan sesuatu yang menjadi kebanggaan kedua orangtua sesuai harapannya. Maka alhamdulillah, berkat do'a orangtua serta didikan Buya dan guru-guru lainnya, hidayah dan barokah saya dapatkan sehingga saya mendapat kepercayaan dan peran di masyarakat.
Di mata saya, Buya merupakan sosok pejuang dan pekerja keras dalam mengejar cita-citanya, harta dan tenaganya beliau korbankan untuk membangun pondok, beliau rela hidup sederhana dan tidak jarang harus tidur di emperan pondok. Istirahat baginya adalah perpindahan aktifitas ke aktifitas yang lain, sedangkan rekreasinya adalah mengurus santri.