Mohon tunggu...
Endah Suyarini
Endah Suyarini Mohon Tunggu... Lainnya - Saya bekerja dari subuh hingga malam hari. Jabatan saya sebagai seorang istri dan ibu. Disebuah perusahaan rumah tangga.

Saya suka menulis dan membaca, terutama tentang gosip viral. Selain itu juga mengisi waktu dengan bermain brick blok dan merecoki anak yang sedang main. Paling suka lagi adalah rebahan. Sekedar menikmati kipas angin didaerah panas ini, sambil mendengarkan cerita horor lewat aplikasi merah, atau membaca novel-novel fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sambutan

20 Maret 2024   20:38 Diperbarui: 20 Maret 2024   22:29 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Garis nasib orang, beda-beda. Syukuri saja. Beruntung kita masih diberi sehat dan rejeki. Meski air putih dan pisang rebus." Pria kurus ikut berkomentar sambil membuka kulit pisang dan memakan isinya.

Lagi asik berbincang, melepas sedikit rasa lelah. Tiba-tiba terdengar bentakan.

"Kalian saya bayar bukan untuk ngobrol!" Bentak Juragan Bondan. "Rugi dong saya, cuma bayar orang buat bergosip!"

Mereka berempat bubar jalan tanpa instruksi.

Si Ibu berjalan menuju area belakang. Kekak menuju rumahnya dan dua pria beda perawakan kembali ke sound mereka. Pura-pura menyiapkan peralatan yang nyatanya sudah siap.

Juragan berdiri didepan tenda, celingak celinguk entah mencari apa atau menunggu apa. Tidak ada yang menyapa atau menemani, meski beberapa orang berlalu lalang. Mereka memilih menunduk atau menghindar saat melihat sang juragan, yang memiliki wajah dan perawakan mirip suami artis yang terkenal dengan goyang ngebornya. Tampanganya tidak garang tapi suaranya menggelegar dan senang memerintah, anehnya banyak orang yang menuruti perintahnya. Bagaimana tidak, siapa yang menurutinya akan kecipratan rejeki. Paling tidak cukup untuk membeli beras dan lauknya.

Juragan mengeluarkan telepon genggamnya dari saku celana. Terlihat dia seperti sedang menghubungi seseorang karena telepon itu diletakan dikupingnya.

"Tidak bisa dihubungi! Kemana dia itu?" Entah pada siapa juragan bicara.

Telepon genggamnya tidak kembali dimasukan kedalam saku, tapi diketuk-ketukan ditelapak tangannya. Lalu, pindah diketukan diatas meja yang akan dijadikan tempat menaruh makanan prasmanan. 

"Kalau saya yang punya telepon itu, sudah saya bungkus plastik biar tidak rusak." Celetuk pria buncit, saat melihat ulah juragan.

Didesa sudah tidak asing dengan telepon genggam. Hampir semua warganya punya. Hanya saja milik juragan Bondan selalu yang termewah dan keluaran terbaru. Kepala desa saja kalah pamor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun