Mohon tunggu...
Enang Suhendar
Enang Suhendar Mohon Tunggu... Administrasi - Warga sadarhana yang kagak balaga dan gak macam-macam. Kahayangna maca sajarah lawas dan bacaan yang dapat ngabarakatak

Sayah mah hanya warga sadarhana dan kagak balaga yang hanya akan makan sama garam, bakakak hayam, bala-bala, lalaban, sambal dan sarantang kadaharan sajabana. Saba'da dahar saya hanya akan makan nangka asak yang rag-rag na tangkalna.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

September, Bulan Gemar Membaca dan Jejak Para Bapak Bangsa

16 September 2021   13:08 Diperbarui: 16 September 2021   13:09 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Bung Besar menulis "Aku duduk dekat kakinya (HOS Tjokroaminoto) dan diberikannya kepadaku buku-bukunya, dberikan kepadaku miliknya yang berharga". Ikon revolusi nasional tersebut kelak menyebut rumah Tjokroaminoto sebagai "dapur revolusi Indonesia".

Wawasan intelektual Bung Karno terbentuk dan terpoles melalui buku-buku bacaannya. Melalui buku, Si Bung mengenal tokoh-tokoh revolusi dari negara lain serta menyelami alam pemikiran tokoh-tokoh besar yang menginspirasi. 

Pandangannya terilhami pada berbagai buku tentang pergerakan di dunia seberang, sehingga cakrawala pemikirannya semakin hari semakin luas sebagaimana beliau katakan pada Cindy Adams, penulis otobiografinya "Dan disana aku bertemu dengan orang-orang besar. Buah pikiran mereka menjadi buah pikiranku. Cita-cita mereka adalah dasar pendirianku".

Senada seirama dengan pendiri bangsa lainnya, Haji Agus Salim yang juga dikenal sebagai "The Grand Old Man" adalah penggemar buku kawakan. 

Bahkan diplomat ulung dan cendekiawan muslim dari Koto Gadang ini pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi beberapa surat kabar pada zamannya. Dengan pengetahuan luas dan menguasai ragam bahasa, tulisan-tulisannya mewarnai sejarah perjuangan bangsa yang terentang dalam periode 1917 s.d 1953.

Haji Agus Salim tercatat pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Hindia Baroe, sebuah surat kabar yang cukup menanjak pamornya pada masa sebelum kemerdekaan. 

Beliau juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Neratja, Bendera Islam, Fadjar Asia, dan Mustika. Haji Agus Salim betul-betul memanfaatkan media masa sebagi corong dalam menyuarakan perlawanan terhadap imperialisme dan kolonalisme.

Tak ada yang boleh mendekat jika Sang Pemikir dan Penerjemah ini sudah duduk di meja untuk membaca dan menulis. Agus Salim bisa menghabiskan waktu berjam-jam dan tengelam bersama buku dan mesin ketiknya. Haji Agus Salim adalah tokoh yang tajam, menarik dan tangkas pemikirannya hasil pergolakannya bersama buku-bukunya. 

Saat bekerja di Balai Pustaka pada rentang tahun 1917-1919, Salim menterjemahkan banyak buku, salah satunya buku yang termasyhur Sejarah Dunia karangan E.Molt. "Itu adalah buku-buku yang dibaca di seluruh dunia" kenang anak Salim menirukan kata Ayahnya.

Pemerintah telah mencanangkan bulan September sebagai Bulan Gemar Membaca. Pencanangan tersebut telah dimulai sejak 26 tahun lalu oleh Presiden Soeharto pada 14 September 1995. Maka selayaknya kita menelaah kembali jejak-jejak pada founding fathers yang akrab dengan buku sepanjang hayatnya. 

Para Bapak Bangsa adalah para cerdik cendikia yang terpelajar dan menghayati keterpelajarannya dengan cara yang khas dan berbeda satu dengan yang lainnya. Namun satu hal yang sama adalah kecintaannya kepada buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun