Kartini dan dua adiknya juga pernah belajar membatik dari Raden Ayu Moerjam. Pengalaman belajar membuat batik tersebut dituangkannya pada suatu artikel dengan judul De Batikkunst in Indie (Seni Batik di Hindia). Artikel tersebut kemudian dikirimkan ke Belanda. Tidak lupa Kartini menyertakan beberapa helai kain batik hasil karyanya untuk diikutkan dalam Nationale Tentoonstelling voor Vrouwenarbeid (Pameran Karya Wanita) yang digelar di Kota Den Haag pada tahun 1898.
Peringatan Hari Kartini saat ini memang tidak sesemarak tahun-tahun sebelumnya karena beberapa kota seperti Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, dan kota besar lainnya masih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) demi memutus rantai penyebaran Covid-19. Namun bila telaah kembali barangkali hal ini dapat menjadi bagian dari refleksi untuk mengingat perjuangan Raden Ajeng Kartini yang tak pernah berhenti berkarya meski dalam sepi.
Kartini adalah perempuan yang percaya bahwa pendidikan merupakan kunci bagi kemerdekaan, kemajuan, keseteraan dan emansipasi wanita. Simaklah suratnya pada Prof. G.K. Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902 tentang pentingnya pendidikan ”Mohon dengan sangat supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukanlah karena kami hendak menjadikan perempuan menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidup ini. Kami hendak menjadikan perempuan menjadi lebih cakap dalam melakukan tugas besar yang diletakan oleh Ibu Alam sendiri ke dalam tangannya agar menjadi ibu –pendidik umat manusia yang utama!”.
Kartini adalah perempuan visioner yang telah melangkah melampaui zamannya. Ia bak pelita yang terlalu cepat meredup. Pada 17 September 1904, Kartini menghembuskan nafas yang terakhir ketika baru menapaki usia 25 tahun, empat hari setelah melahirkan seorang putra laki-laki.
Membaca kembali surat-surat Kartini sama dengan membaca episode hidup perempuan yang mempunyai cita-cita berpijar bagai ledakan bintang beribu-ribu, dan semangat hidup yang selalu membaharu.
Selamat Hari Kartini!
Sumber:
Tirto – Membaca Kartini, Membaca Ulang “Habis Gelap Terbitlah Terang”
R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang – Terjemahan Armijn Pane