Kiprah Sultan dalam peristiwa ini bukan main-main, Sultanlah yang mempunyai gagasan untuk melakukan serangan secara besar-besaran di seluruh pelosok Yogya. Sultan mengirimkan sepucuk surat kepada Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk meminta persetujuan agar dilakukan serangan. Seorang mantan pejuang bernama Letkol dr. Wiliater Hutagalung yang ketika itu akan memeriksa kondisi paru-paru Jenderal Besar, secara bersamaan kedatangan seorang kurir yang membawa sepucuk surat dari Sultan.
Setelah membaca surat tersebut Sultan lantas memerintahkan Wiliater untuk merancang serangan yang kemudian dibahas pada rapat selanjutnya dibawah pimpinan Kolonel Bambang Sugeng. Kolonel Bambang Sugeng kemudian memerintah Letkol Soeharto untuk menjadi komandan dalam serangan tersebut.
Sebelum Serangan 1 Maret, tepatnya tanggal 13 Februari 1949, Letkol Soeharto menyusup diam-diam kedalam Keraton Yogya. Untuk melancarkan penyamarannya, dia mengganti seluruh pakaiannya dengan surjan, kain batik, mengenakan blangkon, dan kacamata hitam. Soeharto melakukan pertemuan empat mata bersama Sultan yang hanya diterangi cahaya lilin. Sultan memanggil "Mas Harto", sementara Soeharto memanggil dengan sebutan "Sinuhun".
Peranan Sultan sebagai arsitek serangan tersebut seolah-olah dibuat kabur pada zaman orde baru. Soeharto mengklaim bahwa dialah penggagas serangan tersebut. Hal ini tampak jelas pada penayangan film Janur Kuning yang dirilis tahun 1979. Film yang di sutradarai Alam Rengga Surawidjaja itu sedianya menampilkan cerita mengenai pertemuan tersebut. Namun pada akhirnya adegan itu dihilangkan karena menurut Soeharto pertemuan tersebut terjadi setelah 1 Maret.
Sultan yang lahir pada 12 April 1912 tersebut memang tokoh yang penuh inisiatif dan berpengetahuan luas. Sejak umur 4 tahun, Sultan sudah dititipkan ke keluarga Belanda dan pada akhirnya berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang Universiteit Leiden, Belanda). Meskipun berlatar pendidikan barat modern, tapi ia tidak menanggalkan identitasnya sebagai orang Jawa sebagaimana ucapannya "Maka selama tak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki tempat yang utama dalam keraton yang kaya akan tradisi ini".
Pada Mei 1948 Sultan menyetujui para cerdik cendikia untuk mendirikan Akademi Ilmu Pemerintahan sebagai tempat untuk mendidik calon pegawai republik. Sultan juga memiliki peranan yang besar dalam pendirian Universitas Gadjah Mada sebagai universitas pertama di Indonesia.
Sultan adalah tokoh nasionalis yang visioner. Penobatannya di Siti Hinggil delapan dasawarsa silam ditutup dengan pidatonya yang elegan "Izinkan saya mengahkiri pidato saya ini dengan berjanji semoga saya dapat bekerja untuk kepentingan Nusa dan Bangsa sebatas pengetahuan dan kemampuan yang ada pada saya." Kiprahnya kepada bangsa dan negara selama ini membuktikan bahwa janji Sultan kepada tanah airnya adalah benar adanya.
** Diolah dari berbagai sumber.