Maka dari itu, pada tahun 2018 mantan Bupati Sumenep, Busyro Karim mengarahkan agar kucing Busok mulai dilestarikan. Bukan hanya karena populasinya yang menurun, tapi habitatnya juga rusak karena ulah manusia.Â
Namun sebenarnya, sifatnya sebagai kucing liar membuat Busok tidak ramah, cenderung galak. Sewaktu-waktu dia bisa menjadi agresif. Kucing Busok memang dikenal sebagai binatang yang senang menyendiri, agak introvert.Â
Ronny Rachman Noor, peneliti biologi, melakukan penelitian fenotipe dan genotipe pada kucing Busok tahun 2019 di Madura. Hasil penelitian dimuat dalam jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, IPB. Kucing Busok ditandai dengan ciri ekor yang agak bengkok di ujungnya.Â
Ternyata ia juga menemukan bahwa selain berwarna abu-abu, ada juga kucing Busok yang berwarna coklat susu. Warna coklat yang pekat terdapat pada ujung telinga, ujung kaki, ujung ekor dan ujung hidung. Uniknya, kucing yang ini disebut kucing kecubung oleh masyarakat setempat.Â
Di sisi lain, berkembang mitos tentang kucing Busok. Kalau kucing ini dibawa keluar dari pulau Raas, maka orang yang membawanya akan bernasib sial. Terlepas benar tidaknya, mitos itu melindungi kucing Busok dari ancaman kepunahan.Â
Langkah-langkah pelestarianÂ
Menyadari bahwa kucing Busok bisa terancam punah karena tingginya permintaan dari pemburu kucing langka, maka harus ada langkah-langkah yang diambil untuk melestarikan kucing ini. Mitos saja tidak cukup, karena manusia modern tidak mempercayai mitos.Â
Cat Fancy Indonesia bersama dengan LIPI berusaha mencari jalan terbaik untuk melestarikan kucing Busok ini.Â
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk melestarikan kucing Busok antara lain:
1. Mengembangbiakkan kucing Busok di habitat aslinya. Program ini dilaksanakan secara ketat dan terencana untuk menghilangkan atau meminimalisir cacat genetik sekaligus menstabilkan sifat-sifat genetik yang merupakan ciri khas kucing Busok.Â
2. Untuk menjaga kemurnian ras, kucing Busok tidak dikawinkan dengan jenis kucing yang lain.Â