Ornamen di masjid ini juga masih asli dengan jendela kuno dari kayu-kayu. Ruangan salat juga tidak berubah, seperti zaman dahulu. Di sini terdapat sumur yang tidak pernah kering dan agak dikeramatkan.Â
Kemudian perjalanan berlanjut, setelah ujung gang belok kanan. Masih terdapat beberapa bangunan asli. Sayangnya bangunan tersebut terlantar, tidak terawat, banyak yang sudah rapuh dan halamannya dipenuhi semak belukar.Â
Lalu kami tiba di jalan raya Pekojan, belok kiri. Di sudut jalan ini adalah rumah kapiten Arab yang bersebelahan dengan masjid An Nawier. Meskipun dari depan masjid ini tampak megah seperti bangunan baru, tetapi sebetulnya di dalamnya adalah masjid kuno yang didirikan tahun 1760.Â
Selama di kampung Arab ini, jangan heran melihat kambing dalam kandang-kandang sempit di pinggir jalan. Mereka senang beternak kambing meskipun dengan lahan yang terbatas.Â
Destinasi terakhir, karena sudah mendekati magrib, adalah Masjid Langgar Tinggi yang dibangun di tepi sungai Angke pada tahun 1829. Masjid ini dimaksudkan untuk para musafir yang turun dari kapal-kapal niaga. Karena itu bagian bawah digunakan untuk penginapan dan bagian atas untuk salat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI