Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pertahanan Industri Hulu Migas di Indonesia

17 September 2016   22:45 Diperbarui: 17 September 2016   23:25 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Industri Hulu Migas pernah menjadi primadona perekonomian Indonesia karena memberikan pemasukan terbesar bagi negara. Masa kejayaan sektor migas memang telah surut, tetapi masih ada harapan mempertahankan industri ini. Pemerintah berusaha maksimal untuk menggenjot kembali industri hulu migas. Polemik tentang Menteri ESDM menunjukkan bahwa sektor ini tidak bisa dikelola secara sambil lalu.  Penanganan dan manajemen yang mumpuni sangat diperlukan agar industri hulu migas tetap menggeliat.

Tak dapat disangkal bahwa produksi minyak semakin surut. Kilang minyak yang telah dibangun sejak zaman Orde Baru, tak sanggup lagi memproduksi sebanyak dahulu. Namun dengan adanya eksplorasi di wilayah Timur,  tumbuh harapan baru. Penemuan beberapa sumber minyak langsung ditindaklanjuti dengan pembangunan  kilang-kilang baru. Maka masih ada peluang untuk investasi di sektor hulu migas ini. Pemerintah pun segera mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong investasi hulu migas.

Industri minyak

Pada acara Nangkring Kompasiana bersama SKK MIgas di restoran Rarampa beberapa waktu yang lalu, Kepala Humas SKK MIgas, Taslim Z. Yunus memaparkan apa saja yang sudah dilakukan pemerintah terkait upaya mendorong industri hulu migas. Antara lain kebijakan-kebijakan yang memungkinkan investasi hulu migas meningkat. Namun regulasi dari pemerintah pusat harus disesuaikan dengan pula dengan regulasi di daerah. Jika ada regulasi yang berbenturan akan mengakibatkan terhambatnya laju investasi hulu migas. 

Contoh kasus adalah regulasi Pemerintah Daerah di Bojonegoro yang mengeluarkan Perda agar perusahaan minyak menggunakan tenaga kerja lokal yang berasal dari daerah tersebut. Masalahnya, di Bojonegoro tidak tersedia Sumber Daya Manusia yang memenuhi syarat. Tenaga kerja yang sesuai kualifikasi perusahaan minyak harus didatangkan dari daerah lain.

"Investor di sana jadi kelabakan," kata Taslim. Perda semacam ini jelas menghambat investasi hulu migas.

Masalah klasik yang terjadi hampir di semua daerah adalah ruwetnya perizinan yang dikeluarkan pemerintah setempat. Bayangkan, sebuah perusahaan harus mengurus izin sebanyak 314 kali, mulai dari wilayah operasi, lembaga-lembaga terkait hingga ke kementrian. Banyaknya perizinan mengindikasikan bahwa sektor ini menjadi ladang korupsi. Perusahaan harus mengeluarkan biaya tinggi untuk perizinan dan memakan waktu yang cukup lama.  Namun berkat kebijakan pemerintahan Jokowi-JK, perizinan itu bisa dipangkas jauh.

"Sekarang tinggal 71 izin," tegas Taslim.

Indonesia masih memiliki cadangan minyak bumi yang potensial. Diperkirakan masih ada 43,7 milyar barrel minyak yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Area yang sudah teralisasi adalah 12.016 Km2 untuk Seismik 2D dan 13.723 Km2 untuk Seismik 3D. Berdasarkan data dari SKK Migas, Wilayah kerja (WK) per Juni 2016 tercatat ada 289 WK dengan 85 WK dalam taraf eksplorasi. Memang butuh waktu yang cukup panjang untuk mencapai taraf  eksploitasi hingga produksi dengan rentang waktu antara 4 s/d 10 tahun.

Industri hulu migas memerlukan percepatan. Apalagi mengingat bahwa 67 WK adalah sumur lama yang semakin susut produksinya. Setidaknya ada 18 WK yang sedang berusaha dikembangkan untuk memenuhi target produksi nasional.

Industri Gas

Industri gas bumi (LNG) menjadi penyelamat sektor migas. Kebalikan dari minyak bumi yang produksinya cenderung turun, gas bumi justru menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kita telah menemukan sumber-sumber baru di wilayah Timur Indonesia. Kendalanya, ladang-ladang itu berada jauh di lepas pantai, dengan kata lain berada di laut dalam. Dengan cadangan gas di kisaran 103,3 TSCF atau setara dengan 1,5 % cadangan gas dunia. Hal ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke 14 dari seluruh dunia.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka konsentrasi industri hulu migas beralih dari minyak ke gas bumi. Namun ada saja tantangan yang menghadang. Misalnya, karena berada di laut dalam, maka pembangunan kilang gas bumi membutuhkan biaya investasi yang lebih besar. Penggunaan teknologi yang canggih adalah suatu keharusan agar kilang tersebut memberikan hasil maksimal. Selain itu, masalah regulasi juga belum sepenuhnya mendukung eksplorasi di daerah tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun