Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

R. J. Lino Mengancam Presiden Jokowi

30 Agustus 2015   16:55 Diperbarui: 30 Agustus 2015   16:55 3228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : eN-Te

Sabtu petang (29/08/2015) beberapa TV Swasta Nasinonal menyiarkan berita tentang penggeledahan ruang kerja Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (PT. Pelindo) II oleh Tim Penyidik Bareksirm Polri. Pengeledahan dilakukan dalam rangka untuk mencari alat bukti (tambahan) terkait penyidikan kasus tindak pidana korupsi pengadaan mobil crane oleh PT. Pelindo II. Ketika proses penggeledahan ruang kerja Dirut tersebut, Sang Dirut, R. J. Lino tidak berada di tempat. Selang beberapa saat kemudian, setelah mengetahui ruang kerjanya digeledah oleh Tim Penyidik Bareksrim Polri, sang Dirut, R. J. Lino pun datang.

Rupanya sang Dirut merasa “dihakimi” oleh media, karena menurutnya proses penggeledahan yang dilakukan tersebut tidak sesuai prosedur tetap (protap). Pertama, karena penggeledahan ruang kerjanya dilakukan pada saat yang empunya ruang tidak berada di tempat. Itu berarti pula bahwa penggeledahan itu tidak berdasarkan ijin yang empunya ruang. Jika demikian, berarti pula penggeledahan itu “illegal”. Kedua, Tim Penyidik Bareksrim bersikap berlebihan karena ketika melaksanakan proses penggeledahan ruang sang Dirut, membawa pula para peliput warta, dalam hal ini  wartawan dan media massa. Dalam pandangan sang Dirut, cara-cara seperti yang diperlihatkan Tim Penyidik Bareskrim Polri menunjukkan pola yang tidak semestinya, karena telah “menghukumnya” melalui media, sebelum proses hukum yang sesungguhnya berjalan. Artinya pula bahwa Bareskrim Polri kurang menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah (presumption of innocent).

Merasa “dipermalukan” dengan cara-cara yang menurut sang Dirut, sangat tidak patut, maka dengan perasaan  yang sangat emosional sang Dirut langsung menelepon beberapa menteri kabinet. Di hadapan para wartawan, sang Dirut dengan sangat demonstratif menunjukkan, betapa dia juga memiliki “power” untuk melakukan “negosiasi” menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi. Sang Dirut seakan ingin memperlihatkan bahwa dia juga mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang cukup kuat, bahkan dapat pula digunakan sebagai senjata untuk menekan. Hal itu terlihat jelas dari percakapan sang Dirut dengan Menteri yang dihubungi. Berdasarkan tayangan TV tersebut, sang Menteri yang dihubungi itu adalah mantan Menko Perekonomian, yang sekarang menjabat sebagai Menteri/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sofyan Djalil.

Sayangnya, sang Dirut, R. J. Lino lupa bahwa tindakannya dengan memperdengarkan secara demonstratif percakapannya dengan Menteri Sofyan Djalil di hadapan wartawan, merupakan tindakan emosional yang tidak mempertimbangkan etika (jabatan). Hal itu terkonfirmasi melalui perbincangan Metro TV (Sabtu, 29/08/2015), dengan sang Menteri, Sofyan Djalil, yang menyayangkan sikap R. J. Lino yang memperdengarkan secara demonstratif percakapan mereka di hadapan dan direkam wartawan. Menteri Sofyan Djalil juga mengakui bahwa ia yang menghubungi R. J. Lino. Tujuannya untuk menyampaikan empati. Karena dalam pandangan dan penilaian Menteri Sofyan Djalil, R. J. Lino merupakan salah seorang pejabat yang sangat profesional dan berprestasi. Bahkan Menteri Sofyan Djalil berani mensejajarkan R. J. Lino dengan mantan Dirut PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), yang sekarang menjabat sebagai Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan. Menteri Sofyan Djalil seakan lupa bahwa Dirut PT. Pelindo II, R. J. Lino pernah dilaporkan oleh Serikat Pekerja  Pelindo II atas dugaan pemberian perpanjangan ijin kepada perusahaan luar (pihak asing) yang berpotensi merugikan keuangan Negara. Di samping laporan lainnya mengenai pencemaran nama baik.

Ibarat pisau bermata ganda, tindakan R. J. Lino memperdengarkan secara demonstratif percakapannya dengan Menteri Sofyan Djalil, memungkinkan salah satu sisi dari “pisau” yang digunakan sang Dirut, malah melukai dirinya sendiri. Tindakan emosional sang Dirut malah menampar balik, ibarat menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Maksud hati untuk memperlihatkan “powernya” malah hal itu bisa menjadi bumerang yang memukul balik dan melukainya pula.  

Menurut pengakuannya, sebagaimana terdengar dari percakapannya dengan Menteri Sofyan Djalil,  sang Dirut, R. J. Lino mengakui sebelum menghubungi Menteri Bappenas, Sofyan Djalil, ia telah menghubungi Menteri Koordinator Politik dan Hukum (Menko Polhukman), Luhut B. Panjaitan dan Kepala Kepolisian RI (Kapolri), Badrodin Haiti. Sayangnya kedua pejabat yang dihubungi itu, sedang sibuk, jadi terpaksa ia mengalihkan “aduannya” kepada Menteri Sofyan Djalil.

Dari  percakapannya dengan Menteri Bappnes, Sofyan Djalil  terdengar jelas, bagaimana sang Dirut, R. J. Lino ingin memperlihatkan bahwa ia juga mempunyai posisi tawar yang cukup kuat dan mencoba “menekan” sang Menteri. Mungkin menurut hematnya, dengan menyampaikan kondisi yang sedang terjadi di ruang kerjanya (proses penggeladahan), pasti hal itu akan mendapat “perhatian”, terutama dari menteri-menteri yang ia hubungi. Apalagi harus diikuti pula dengan ancaman mundur.

Publik berharap, meski dengan bentuk “akrobatik” yang paling canggih yang mungkin dapat dilakukan oleh R. J. Lino untuk mempengaruhi kasus yang sedang ditangani penyidik Bareskrim, hal itu tidak membuat para penegak hukum keder. Terlebih lagi Presiden, tidak boleh terpengaruh sedikit pun dengan “ancaman” sang Dirut. Presiden harus tetap konsekuen menjalankan konstitusi dengan membiarkan proses hukum berjalan sesuai treknya. Meminjam pernyataan sang Dirut, R. J. Lino sendiri, “Negara tidak boleh dikelola secara serampangan”. Presiden harus memastikan bahwa apa yang sedangkan dijalankan Bareskrim Polri sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Presiden tidak boleh melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedag berjalan, meski mendapat “rajukan” dari mereka yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana. Seberapa pun banyaknya para Menteri yang ingin “dilibatkan” oleh sang Dirut, R. J. Lino, tidak harus membuat Presiden berpikir ulang. Presiden harus tetap berpijak pada pernyataannya semula ketika melakukan sidak ke Pelabuhan Tanjung Priok dulu dan menemukan masalah dwelling time yang menjadi awal “terbongkarnya” kasus lanjutan ini. Siapapun yang terlibat, mulai dari eselon paling bawah sampai pada tingkat Menteri akan Presiden “gusur” apabila terbukti terlibat dalam masalah permainan dwelling time tersebut.

Public pasti mendukung penuh langkah-langkah Presiden dalam membenahi carut-marut birokrasi di negeri ini. Presiden tidak boleh gentar dengan apapun ancaman dari mereka yang “terindikasi” terlibat dalam suatu tindak pidana. Apalagi hanya setingkat Dirut sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Presiden harus yakin, bahwa masih banyak dari anak bangsa ini yang mempunyai kompetensi, kapabilitas, akseptabilitas, dan profesinalisme, serta integritas untuk membangun negeri besar ini. Hari ini, mungkin satu (orang) “gugur”, tapi yakinlah bahwa esok hari, masih ada seribu (orang) yang akan tumbuh. Mati satu tumbuh seribu. Indonesia pasti memiliki stock sumber daya manusia (SDM) yang berlimpah dan pasti ada diantaranya memiliki kualifikasi seperti dipersyaratkan untuk membangun negeri ini agar terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), termasuk pula suap menyuap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun