Sehingga hal ini turut berpengaruh terhadap emosional anak saat proses menuju kematangannya"[6]. Pada kondisi selanjutnya dapat menimbulkan apa yang disebut "declining social relationship (DCR) atau hubungan sosial yang meluruh di kalangan siswa"[7]. Â
Dari beberapa kutipan terkait PJJ melalui daring menggambarkan bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak pada kesehatan fisik dan juga kesehatan psikologis sekaligus terhadap perkembangan kematangan dan emosi anak (siswa).Â
Kecemasan, ketakutan, kehawatiran yang berlebihan serta dampak psikosomatis lainnya, adalah beberapa kondisi psikologis siswa yang turut terdampak akibat Covid-19 dengan adanya penyelenggaraan PJJ melalui sistem daring [8]. Â
Pada batas tertentu kondisi ini sangat mempengarhui tingkat kejenuhan dan kebosanan, yang pada gilirannya akan turut memberikan kontribusi terhadap kesulitan belajar anak karena ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjusment). Kondisi di mana anak dan mungkin pula guru mengalami ketidakmampuan melakukan penyesuaian terhadap perubahan social yang sedang berlangsung, seperti kondisi pandemi saat ini.
Kesehatan MentalÂ
Pembelajaran daring juga turut pula menimbulkan gangguan kesehatan mental, yang mana hal itu juga akan banyak mempengaruhi keadaan psikis siswa. Gangguan psikomatik, rasa cemas, panik dan ketakutan adalah kondisi-kondisi yang rentan dialami anak dalam situasi saat ini. Sugesti yang dibangun dalam pikiran sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikis. Psikomatik akan timbul ketika seseorang merasa stress serta cemas berlebih bahkan dapat menimbulkan depresi [9].Â
Padahal lingkungan sekolah menjadi persemaian yang baik dan potensial tidak hanya berkaitan dengan perkembangan mental (psikologis) siswa, tetapi juga sebagai wadah perkembangan keterampilan sosial siswa. Pandemi telah merenggut sebagian peluang itu, sehingga memungkinkan kondisi psikologis dan sosial anak menjadi terganggu.Â
"Sekolah mempunyai pengaruh penting bagi perkembangan anak terutama dalam perkembangan sosialnya. Interaksi dengan guru dan teman sebayanya di sekolah, memberikan peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia serta mengembangkan konsep diri sepanjang masa pertengahan dan akhir anak-anak. Di sekolah anak dapat belajar dalam kelompok, bergaul dengan banyak teman dengan beragam karakteristik, memahami figur otoritas guru dan bergaul dengan lingkungan sekolah. Interaksi dengan teman-teman di sekolah akan mengajarkan tentang perilaku kerjasama, persahabatan, tolong menolong, kompetisi dan kemampuan sosial di masa depan" [10].Â
Pada kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang, yang masih belum ada kepastian kapan berakhir ini, malah menjadi prakondisi munculnya berbagai ganguan perkembangan anak, baik dalam hal perkembangan kognitif, afektif, perkembangan mental, perkembangan kepribadian, psikologi, dan keterampilan sosial mereka.Â
Program Organisasi PenggerakÂ
Di tengah carut marut penyelenggaraan PJJ melalui sistem daring, Kemendikbud meluncurkan sebuah program baru, yang disebut Program Organisasi Penggerak (POP) sebagai bagian dari Sekolah Penggerak (SP). Alih-alih program ini mendapat sambutan yang positif, malah mendatangkan polemik. Beberapa organisasi massa dan profesi dalam perjalanan setelah mengikuti dan lolos seleksi sebagai turut serta dalam program POP itu malah kemudian menarik diri (mundur). Sebut saja, Nahdlatul Ulama(NU), Muhammadiyah, dan PGRI.Â