Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nadiem di Antara Pusaran Pandemi dan Isu Reshuffle

19 Agustus 2020   09:50 Diperbarui: 19 Agustus 2020   10:52 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gbr : https://sumsel.tribunnews.com/

Pernyataan mundur dari dua organisasi besar ditambah dengan salah satu organisasi profesi sebagai tempat berkumpul para guru (dan dosen) ini menjadi sebuah "pukulan" telak bagi seorang Nadiem di tengah usahanya membenahi sistem pendidikan Indonesia. Lepas dari berbagai kekurangan yang mungkin ada pada program POP, kondisi itu menggambarkan sebuah hubungan yang "tidak selesai" sejak penunjukkan Nadiem sebagai nahkoda Kemendikbud.  

Sebagaimana kita ketahui bahwa penunjukkan Nadiem Anwar Makarim sebagai Mendikbud pada Kabinet Indonesia Maju ini juga tidak mulus. Berbagai resistensi dan suara sumbang sejak awal terlihat ketika Nadiem dipanggil Presiden terpilih pada Oktober 2019 lalu untuk dimintai kesediaan dan mendapuknya memimpin kementerian dengan visi membangun manusia Indonesia yang handal dan unggul menyongsong visi Indonesia Maju 2045. 

Setelah didapuk menahkodai Kemendikbud, berbagai gebrakan telah dilakukan seorang Nadiem dalam membenahi sistem pendidikan Indonesia setelah menerima kepercayaan menjadi Mendikbud. Sebut saja program merdeka belajar, penghapusan ujian nasional (UN), dan Sekolah Penggerak, serta dengan cepat melakukan debirokratisasi dan restrukturisasi kelembagaan Kemendibud. Memang apa yang sudah dirintis itu tidak selalu berjalan mulus dan mendapat sambutan positif. Ada-ada saja "riak" yang boleh jadi sebagai kerikil yang mengganggu. Tapi sejauh ini, Nadiem masih berada dalam jalur yang tepat (on the track).  

Tantangan Belajar Daring dan Relevansi Isu Reshuffle

Sebagai Mendikbud, Nadiem belum seumur jagung mencoba membenahi carut marut pendidikan Indonesia, pandemi Covid-19 melanda dunia. Ketidaksiapan semua negara termasuk Indonesia dalam menghadapi "serangan" pandemi Covid-19, memaksa semua stakeholder yang berkepentingan dengan pendidikan harus memikirkan cara jitu "menyesuaikan diri". Tidak terkecuali dengan penyelengaraan pendidikan dengan mengadopsi PJJ melalui sistem daring. 

Karena itu, mencoba mensimplifikasi semua persoalan pendidikan, khususnya pembelajaran daring ke pundak seorang Nadiem, tidak lebih dari sikap gegabah. Mengingat efektivitas pembelajaran daring di masa pandemi ini memerlukan konektivitas, koordinasi, dan kolaborasi semua instansi pemerintah dan stakeholder terkait. Di sana ada keterlibatan Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan, dan lain-lain.

Sekurang-kurangnya menurut Mendikbud, bahwa ada empat (4) tantangan pendidikan di era pandemi Covid-19 ini [11]. Dan keempat tantangan itu bukan merupakan hal yang sederhana. 

Pertama, penyediaan sarana pembelajaran. Persoalan sarana pembelajaran ini menjadi hal yang cukup krusial dan problematik, karena terkait dengan fasilitas telepon seluler dan jaringan internet sebagai sarana pembelajaran daring. Bagi sebagian keluarga Indonesia fasilitas telepon seluler berupa HP android merupakan barang mewah, yang masih sulit disiapkan bagi putra-putri mereka. 

Apalagi bila dalam keluarga itu terdapat lebih dari satu orang anak usia sekolah. Hal ini tidak hanya menjadi kewenangan Kemendikbud tapi juga terkait dengan kementerian dan lembaga lain. Harus ada kordinasi dan interkoneksi antar kementerian dan lembaga agar benang kusust masalah belajar daring terkait penyediaan sarana dan infrastruktur pembelajaran daring dapat berangsung secara efektif.

Kedua, pengadaan kuota. Harus dipahami bahwa dalam kondisi pandemi saat ini, ekonomi keluarga juga turut terdampak. Dengan demikian pengadaan kuota untuk dapat mengakses pembelajaran daring menjadi permasaahan tersendiri bagi keluarga, terutama bagi keluarga dengan penghasilan pas-pasan. Kemendikbud juga sudah membuat regulasi terkait penggunaan dana BOS agar dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah kuota. Diharapkan dengan interkoneksi dan kolaborasi dengan kementerian terkait, seperti Kemensos dan Kemenkominfo hal ini dapat diatasi. Tapi sayangnya dalam kondisi faktualnya menjadi sesuatu yang tidak sederhana.  

Ketiga, penyederhanaan kurikulum. Ketidaksiapan menghadapi kondisi pandemi ini membuat kegagapan tersendiri untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan pembelajaran sistem daring. Karena itu, Kemendikbud harus membuat silabus yang clear antara silabus sekolah dan silabus rumah. Dengan pola pembelajaran dari rumah ini akan bagus jika dilaksanakan dengan pengaturan dan pengendalian yang bagus [12]. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun