Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Sandiaga Uno Meradang Ahok Mendapat Tiket Khusus dari PDIP

20 Agustus 2016   18:59 Diperbarui: 20 Agustus 2016   19:34 2445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandiaga Uno (sumber : http://bangka.tribunnews.com/2016/08/19/sandiaga-sindir-ahok-diberi-jalur-pintu-khusus-dari-pdip)

Menurut Said, klaim Ahok itu merupakan persepsi Ahok semata, yang bisa jadi hal itu merupakan kesalahan dalam menangkap maksud Megawati. Ahok telah menangkap secara keliru, sehingga terjadi mispersepsi terhadap “pernyataan dukungan” yang diberikan Megga (lihat sumber). Bisa jadi konteks yang dibicarakan dalam pertemuan antara Megawati, Ahok, Djarot, dan beberapa petinggi PDIP lainnya di kantor DPP PDIP bukan berkaitan dengan masalah kontestasi Pilgub DKI 2017. Tapi, rupanya, Ahok sudah merasa gede rasa (Ge-eR), sehingga substansi pembicaraan dan pernyataan Mega malah ditafsirkan berdasarkan kepentingan subyektifnya.

Lepas dari pernyataan Ahok itu hanya merupakan klaim sepihak akibat mispersepsi menangkap maksud Mega, manuver politik ala Ahok mencerminkan kelihaiannya dalam memainkan bandul politik. Dengan melempar klaim sepihak itu, Ahok ingin melihat dan mengukur reaksi politik beberapa elit PDIP di tingkat DPD dan DPP yang selama ini sangat getol ingin “membonsai” bahkan menghentikkan Ahok, serta mengukur kesigapan lawan-lawan politik pesaingnya.

Ahok sebenarnya sangat sadar dan tahu posisi politik Mega serta apa mau dan keinginannya. Seperti sudah disebutkan dalam beberapa peristiwa politik terdahulu, bahwa pernyataan Mega adalah “titah”. Karena bersifat “titah” itu sehingga apapun yang diinginkan Mega, para hulubalang harus dapat melaksanakannya. Jokowi dan Ahok adalah actor utama yang pernah menerima “titah” itu kemudian telah mewujudkannya menjadi kenyataan. Dengan begitu dapat dipahami bahwa Ahok tidak sedang berhalusinasi sehingga (harus) salah menafsirkan pernyataan Mega.

Selain pengamat politik seperti Siti dan Said, bakal Cagub lain seperti Yusril Ihza Mahendra (YIM)  pun meragukan klaim Ahok itu (lihat di sini). Meski meragukan, YIM juga mengingat PDIP bahwa dukungan yang diberikan kepada Ahok, bila klaim itu benar, pasti mempunyai resiko (politik). Entah apa yang dimaksud dengan resiko (politik) itu. Bagi YIM, partai seperti PDIP yang merupakan partai besar dan telah sangat berpengalaman, maka akan sangat berhati-hati dan melakukan berbagai kalkulasi politik secara matang sebelum akhirnya menetapkan pilihan kepada siapa yang harus didukung dan diusung dalam Pilgub DKI 2017 nanti.   

Yusril benar, bahwa PDIP merupakan partai besar dan syarat pengalaman. Karena itu tidak mungkin seorang Megawati dengan begitu saja menyodorkan cek kosong kepada Ahok tanpa ada kompensasi secara memadai. Katakanlah kesepakatan yang bersifat mengikat, agar kelak setelah memperoleh kekuasaan, Ahok “tidak neko-neko”. Misal, karena berbeda pandangan dalam menyikapi suatu persoalan, yang mestinya masih dapat “dikompromikan”, tapi Ahok malah memperlihatkan sifat aslinya, meniggalkan partai pendukungnya.

Pengalaman buruk yang dialami Partai Golkar dan Partai Gerindra yang dengan begitu saja ditinggalkan Ahok dapat menjadi pelajaran berharga. Bahwa komitmen pada janji dan keinginan bersama merupakan rambu yang menjadi patokan untuk menjaga etika (ber)politik. Bukan bersikap arogan mengedepankan ego kuasa, sehingga abai dengan etika (ber)politik. Meski begitu, harus pula ditegaskan bahwa PDIP juga harus memastikan tidak ada yang mencoba merecoki hubungan baik itu dengan melakukan acrobat politik yang malah bisa menjadi bumerang. Sepanjang Ahok dapat menjalankan amanah partai pendukung maunpun amanah rakyat menuju kesejahteraan bersama, mesti tidak perlu ada riak-riak yang dapat mengganggu hubungan baik antara pemerintah dan partai pendukung. Pengecualian buat partai oposisi, harus dapat menjadi control agar pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan konstitusi.

Sekarang kita kembali pada siapa yang meradang karena Ahok mendapat tiket by pass dari PDIP. Ya, dialah kandidat Cagub Partai Gerindra, Sandiaga Uno. Menurut Sandiaga, bila benar PDIP telah memberikan tiket khusus kepada Ahok untuk maju ke gelanggang pertarungan DKI-1, maka hal itu merupakan sebuah “keistimewaan”.

Ahok yang tidak pernah mengikuti proses penjaringan bakal Cagub melalui PDIP, tapi ternyata malah mendapat tiket khusus. Seolah-olah hal itu menggambarkan bahwa PDIP memperlakukan Ahok secara istimewa dengan menyiapkan jalan tol (by pass) bagi Ahok sehingga dapat melenggang kangkung menuju DKI-1 satu dengan menempuh jalur bebas hambatan.

Sandiaga pantas meradang, karena ia merasa seperti “dikhianati”. Padahal Sandiaga dan juga yang lainnya, seperti YIM,  telah “berdarah-darah” mengikuti semua proses penjaringan dari A sampai Z sesuai dengan mekanisme yang ditentukan PDIP. Tapia pa lacur, pada akhirnya kenyataan menentukan lain.

Sandiaga pun hanya bersikap pasrah. Dalam kepasrahan itu, Sandiaga masih berbesar hati untuk mengucapkan selamat. “Saya harap masih ada ruang untuk kerja sama, tapi jika akhirnya Pak Gubernur yang dipilih, selamat sekali lagi" (sumber).

Kepasrahan yang menggambarkan pesimisme Sandiaga dapat memenangkan pertarungan pada kontestasi Pilgub DKI-1 merupakan sebuah “kejujuran”. Jujur mengakui bahwa lawan politiknya bukan merupakan anak kemarin sore, yang baru belajar politik. Tapi sesungguhnya merupakan seseorang yang patut diwaspadai dalam setiap gerak dan manuver politiknya. Karena itu, secara jujur pula Sandiaga mengakui Ahok merupakan tokoh fenomenal dan brillian yang mampu menghadirkan manuver politik yang mengejutkan dan tanpa diduga lawan politiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun