Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Guru Biologi SMA di Merangin, Jambi, penyuka sejarah, dan ekonomi. "Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi.' *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *X: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah TKA itu Komprehensif?

7 Mei 2025   17:18 Diperbarui: 7 Mei 2025   17:18 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan siswa SMA IT Permata HAti Merangin ke Radio Saga Merangin, sebagai bentuk inovasi KBM. Asesmen  perlu sinkron dg kebutuhan siswa.

Apa yang perlu dibenahi dari kebijakan TKA? Hingga artikel ini ditulis belum ada Peraturan Menteri Pendidikan terkait TKA yang dirilis namun sejumlah sumber menyebutkan dari Pak Menteri Pendidikan bahwa materi TKA pada tingkat SMA adalah Bahasa, Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan dua mata pelajaran pilihan, sedangkan SD dan SMP adalah Bahasa Indonesia dan Matematika serta dua mata pelajaran pilihan. Dua hal yang menurut penulis perlu direspon oleh pemerintah, sebab banyak pihak menginginkan adanya sistem evaluasi pendidikan yang semakin komprehensif.

  • Sebenarnya sejak dahulu UN, USBN, TKA ini tidak mencerminkan prinsip pertama dari Pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Menurut penulis pemerintah perlu mengadakan tes baru yaitu seputar mata pelajaran Pendidikan Agama. TKA terlihat sebagai tes yang mewakili pengukuran intelektual, lalu kapan pemerintah mengadakan tes yang mewakili pengukuran emosional dan spiritual?
  • Dunia dan Indonesia sedang menghadapi lima tantangan besar yang seolah sudah menjadi kesepakatan umum. Pertama, krisis demokrasi (misal konflik kepentingan partai politik di Indonesia, konflik kaum kanan dan kiri di Eropa, konflik kaum Demokrat dan Repulbik AS, diskriminasi atas bangsa Palestina, kualitas demokrasi yang buruk di Amerika Selatan). Kedua, ideologi ekstrim seperti imperialisme, bisnis senjata dan militer di Barat dan terorisme di Timur Tengah . Ketiga, masih adanya kelaparan. Keempat dampak buruk perubahan iklim. Kelima, kemajuan AI.  Maka perlu merombak system evaluasi perkembangan pendidikan siswa yaitu sebuah asesmen yang mengukur penghayatan pengamalan Pancasila. Sebab Pancasila menjadi solusi bagi lima tantangan besar tersebut. Masalah krisis demokrasi  dan ideology ekstrim sudah selesai secara pengamalan  "kemanusiaan yang adil dan beradab",  "persatuan" serta  "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan," karena setiap manusia berjuang demi kepentingan umum bukan kepentingan kelompok maupun elit. Masalah kelaparan ada solusi "keadilan sosial" sebab orang kaya menolong orang yang lemah. Masalah kemajuan AI dan perubahan iklim ada solusi "Ketuhanan Yang MAha Esa", "Kemanusiaan yang adil dan beradab" serta "keadilan Sosial" sebab jiwa, akhlak dan kasih sayang bukanlah keunggulan AI, juga karena pencegahan polusi alam menjadi tanggung jawab bersama manusia sebagai makhluk Tuhan. Menurut penulis pemerintah perlu mengadakan tes baru yaitu tes pengamalan Pancasila (misalnya melalui teknik lisan) yang lebih spesifik daripada AKM (survei karakter).

Selain membuat kebijakan TKA apalagi yang perlu dibenahi? Berdasarkan prinsip akreditasi dan SDGs (Sustainable Development Goals), kualitas yang perlu dimiliki oleh warga sekolah dan mitra adalah sebagai berikut:

  • Belajar yang berbasis kebutuhan siswa. Berdasarkan observasi penulis terlihat masih banyakknya kurang manajemen sekolah dalam menertibkan siswa merokok di toko seberang sekolah (luar sekolah). Anak-anak ini mungkin saja kurang tersalurkan minat dan bakatnya sehingga mencari kesenangan di luar sekolah pada jam Kegiatan BElajar-Mengajar aktif. Bahkan sejumlah guru tidak mengetahui hasil asesmen kepribadian, minat-bakat siswa untuk dapat mengarahkan mereka pada cita-cita yang sesuai dan efisien. Terbukti, masih saja ada sebutan anak cerdas dan anak kurang cerdas. Padahal, semua anak itu cerdas sesuai bakat dan minatnya.
  • Guru yang mayoritas semangat belajar. Berdasarkan observasi penulis terlihat sejumlah guru yang pulang kerja padahal belum waktunya pulang dengan berbagai alasan yang tidak tepat seperti sedang happy karena mengasuh cucu dan sedang tidak ada jadwal mengawas Ujian Semester (Sumatif). Masih pula terlihat guru yang merokok di lingkungan sekolah. Bahkan, sejumlah guru tidak terlihat asyik dalam komunitas belajar. Tentu yang  diharapkan adalah guru yang tak hanya belajar karena mengejar sertifikat atau penghargaan tapi karena ingin teru menjadi lebih baik bagi diri dan masyarakat.
  • Kepemimpinan kepala sekolah yang berbasis kebutuhan warga sekolah. Penulis menjumpai kepala sekolah yang kurang teladan dan kurang jiwa supervisor-nya. Tidak mempunyai pengalaman mendidik dan mengajar yang optimal, sekedar memenuhi jam tegak kerja harian 8 jam. Kepala sekolah perlu teknik mendalam sebagai supervisor yang handal.
  • Penghargaan warga sekolah atas kebhinekaan demi terpenuhinya kebutuhan siswa. Penulis menjumpai namun tidak tahu seberapa banyak persentasenya, warga sekolah yang belum bersikap elegan terhadap keragaman pendapat, pemikiran dan budaya. Misalnya saja, debat yang berujung pada perkelahian fisik. Menurut pengalaman penulis selama ini, ini jarang ditemui, namun tidak diketahui bagaimana kejadian dan peristiwa di daerah lain. Warga sekolah selalu menghadapi tantangan memenuhi kebutuhan makan harian, pendapatan/upah yang cukup, kesehatan, kebersihan dan sanitasi yang optimal, kolaborasi demi pertumbuhan ekonomi 7-8 persen, minyak, gas alam, dan listrik yang mencukupi pertumbuhan penduduk, perilaku yang ramah lingkungan baik kegiatan konsumsi maupun produksi. Bahkan pula menghadapi tantangan harian seperti kelestarian ekosistem darat dan laut, juga penerimaan atas kebhinekaan global. Ditambah lagi tantangan konflik kepentingan karena individualisme. MAka sekolah dan pemerintah perlu mencanangkan program yang tepat guna mengatasi masalah siswa saat ini dan di masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun