Menurut penulis (saya), sebenarnya ke-bisa-an atau ke-tidakbisa-an seseorang membedah puisi tidak menentukan apakah puisi tersebut original atau tidak oleh seseorang yang mengaku penulisnya. Puisi itu, maknanya diserahkan kepada para pembaca.
Secara logis puisi itu ringkas, sehingga perlu dibaca ulang untuk memahaminya. Sehingga mungkin seseorang yang membacanya cepat tanpa ulang, menjadi beda tafsir dengan yang membaca berulang dan yang menghayatinya. Puisi yang kalimatnya ringkas, bisa tertafsir menjadi ambigu. Puisi yang kalimatnya ringkas bisa berbeda maknanya bagi setiap pembaca yang berbeda latar belakang pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Sebagai contoh pembaca yang tidak tahu arti lindap, diranda, dian, lunar, nirmala tentu harus membuka kamus terlebih dahulu. Hanya pembaca yang memang sudah tersedia paket internetnya sertasamarphonenya yang bisa cepat membuka kamus online atau kamus aplikasi smartphone yang tidak berbasis online. Jadi, yang mempunyai teknologi berbeda akan berbeda kecepatan pemahamannya. Â Akhirnya berpengaruh pada tafsirnya terhadap puisi.
Tafsir yang ambigu juga terjadi jika pembaca hanya membaca sepotong-sepotong atau tidak dikaitkan dengan judul puisi tersebut karena umumnya judul mewakili keseluruhan isi puisi. Jika sepotong puisi tentu berbeda tafsirnya jika membaca puisi yang utuh.
Sebagai contoh ambigunya tafsir saya ambil puisi dari buku Pujangga Baru: Prosa dan Puisi yang terbit tahun 1964 dan cetakan keduanya tahun 1987, berjudul "Sedih" , bertanggal 3 September 1934 karya Muhammad Yamin (Puisi di bawah ini diungkap tanpa komentar terlebih dahulu)
Judul: "Sedih" {tapi versi online judulnya:Bukit Barisan}
Hijau tampaknya Bukit Barisan.
Berpuncak Tanggamu dengan Singgalang;
Putuslah nyawa hilanglah badan
Lamun hati terkenal pulang
Gunung tinggi diliputi awan
Berteduh langit malam dan siang;
Terdengar kampung memanggil taulan
Rasakan hancur tulang-belulang
Habislah tahun berganti zaman
Badan merantau sakit dan senang
Membawakan diri untung dan malang
Di tengah malam terjaga badan,
Terkenang bapak sudah berpulang
Diteduhi selasih, kemboja sebatang.
Bagaimana bisa multi-tafsir?
Hijau tampaknya Bukit Barisan
Ini bagian sampiran, tampak ada tanda titik koma pada ujung baris ke duanya nanti. Ia bisa saja berkaitan dengan baris ketiga dan keempat atau bisa juga tidak berkaitan. Kalimat ini tidak akan langsung dipahami oleh orang Papua atau Eropa nun jauh di sana karena Bukit Barisan perlu di-searching dulu. Bukit Barisan bertulis dengan huruf kapital menunjukkan suatu lokasi tertentu yaitu pegunungan dari ujung Aceh hingga Lampung. Untuk membedahnya saya harus searching terlebih dahulu di mesin Google. Sampai saya dapatkan suatu keadaan bahwa pegunungan ini terdiri dari kurang lebih 40 gunung, termasuklah Gunung Kerinci. Di sekitaran kawasan itu ada hutan dan karenanya menyimpan ribuan fauna, flora dan kekayaan alam lainnya. Dari sini saja sudah banyak gambaran dan cerita, hanya dari 2 kata (Bukit Barisan). Kslau saya melihat alam seperti itu, tafsir saya ada kesejukan, kenyamanan, serta keindahan dan saya pernah di kaki Gunung Kerinci dan Gunung Masurai. Pembaca yang tidak pernah ke dataran tinggi mungkin hanya menafsirkan warnanya saja di benaknya yaitu hijau.
Berpuncak Tanggamu dengan Singgalang;
Ini bagian sampiran, tampak pada tanda titik koma di ujung barisnya, ia mungkin berkaitan dengan isi (nasihat yang ingin disampaikan), dan mungkin juga tidak berkaitan dengan isi. Pada kalimat ini disebutkan Tangga dengan huruf Kapital pertanda ia nama suatu Tempat. Saya memperkitakan bahwa tangga ini adalah kemiringan badan gunung yang menjulang ke atas. Kalimat ini tidak menyebut Singgalang itu apa. Saya mendengar Singalang ketika istri saya bercerita ia pernah bersama kelompok mendaki gunung Singgalang. Saya yang bukan tinggal di daerah Sumatera Barat tidak begitu paham seluk beluk Gunung Singgalang. Jadi berpuncak tanggamu dengan Singgalang bisa banyak tafsir. (1) Singgalang gunung tertinggi pada barisan gunung-gunung itu (2) puncak sebagian gunung di Bukit Barisan adalah Gunung Singalang. Tafsir yang pertama tidak tepat karena gunung tertinggi di Sumatera adalah gunung Kerinci.
Putuslah nyawa hilanglah badan.Â
Ini kalimat mudah dipahami karena sudah jelas.
Lamun hati terkenal pulang.Â
Ini sulit dipahami. Jika mengacu kalimat sebelumnya, bisa bermacam tafsir: (1) kematian membawa pulang seseorang ke alam lain (2) tidurnya seseorang dan mimpi pulang ke kampungnya, karena tidur termasuk fenomena 'mati' sementara, saat kita kehilangan kesadaran atau kehilangan kontrol atas badan; (3) ditafsirkan dengan pertanyaan, pulang ke mana?
Gunung tinggi diliputi awan.
Artinya sudah jelas. Ini bagian sampiran dalam pantun (puisi lama).
Berteduh langit malam dan siang;
Ini bagian sampiran dalam pantun (puisi lama). Ini sulit dipahami, Â jika mengacu kalimat sebelumnya, tetap menjadi multi tafsir. Ditafsirkan sebagai berikut: Â (1) tatkala malam maupun siang, awan menjadi peneduh bagi gunung-gunung dalam Bukit Barisan; (2) langit menjadi subjek yaitu bernaung di saat malam maupun siang.
Terdengar kampung memanggil taulan.
Ini bagian isi pantun (puisi lama). Taulan artinya teman atau kawan. tafsirnya banyak: (1) mungkin seorang kampung mengundang seseorang untuk pulang, (2) ada suatu masalah di kampung sehingga diketahui atau terdengar oleh seseorang, kampungnya di mana tidak tahu pasti. Kemungkinan ada di Sumatera Barat jika dihubungkan dengan Gunung Singgalang.
Rasakan hancur tulang-belulang.
Ini bagian isi pantun (puisi lama). Â Tafisrnya, ada sesuatu penderitaan luar biasa. Muncul pertanyaan siapa yang menderita dan apa pekerjaannya atau apa yang ia lakukan dalam hidupnya. Penafsirannya butuh kalimat tambahan. Yaitu bait selanjutnya.
Habislah tahun berganti zaman
Ini bagian isi, bukan sampiran. Tafsirnya sudah jelas tapi harus membaca kalimat berikutnya. seorang perantau yang sudah lama mengarungi masa setidaknya sudah satu tahun, mungkin juga lebih (ini juga multi tafsir menyoal tahun).
Badan merantau sakit dan senang
Ini bagian isi. Tafsirnya, tidak ambigu, seorang perantau yang secara fisik mengalami sakit maupun sehat.
Membawakan diri untung dan malang
Ini bagian isi, tafsirnya tidak ambigu, seorang perantau yang berjuang dan mengalami baik untung maupun rugi
Di tengah malam terjaga badan
Ini bagian isi bahwa seorang perantau tidurnya tidak nyenyak karena suatu masalah atau kegelisahan.
Terkenang bapak sudah berpulang
Ini bagian isi, bahwa seorang perantau teringat atau terbayang almarhum Bapaknya. ini dipahami setelah membaca kalimat selanjutnya.
Diteduhi selasih, kemboja sebatang
Ini bagian isi, awalnya penulis (saya) tidak langsung paham. Namun karena pengalaman ziarah, biasanya Kemboja (Plumeria alba) turut hadir di suatu kuburan. Jadi orang yang tidak pernah ziarah belum tentu memahami kalimat ini. Saya baru memahami kalau Selasih (Ocimum basilicum) ungu juga sering berada di area perkuburan setelah searching ke sejumlah website.
Jadi secara keseluruhan puisi ini menceritakan seorang perantau yang sekian tahun di daerah perantauan dan berjuang di sana juga menghadapi suka dan duka serta terbayang almarhum ayahnya namun tidak ada dimuat dalam puisi ini apa peran ayahnya kepada dirinya. Sampai di sini, ada beberapa kalimat yang multi tafsir dan ada tafsiran yang berbeda jika tidak dibaca utuh. Demikian penulis (Saya) menjelaskan bahwa orginalitas suatu puisi sebenarnya terpulang kepada penulisnya. Kemudian, makna puisi terpulang kepada para pembacanya. Ditambah lagi originalitas puisi terpulang kepada bukti.
Kemudian jika dikaitkan dengan tahun 1934 dan kehidupan Muhammad Yamin (tokoh nasional Indonesia) maka ada masa dan rasa perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan. Saya membayangkan kalimat "rasakan hancur tulang-belulang" boleh jadi terpengaruh dengan masa hidupnya. Beliau adalah tokoh Sumatera Barat sekaligus tokoh nasional yang turut serta merumuskan dasar-dasar sebelum menjadi Pancasila yang final. Keluasannya mengetahui geografis Bukit Barisan (seperti disebut dalam puisinya) yang membentang dari Aceh hingga Lampung patut diacungi jempol di kala itu yang belum begitu luasnya perkembangan teknologi dan pendidikan. Pertanda ia bukan orang biasa.
Nah, Â dari apa-apa yang tidak dikisahkan dalam puisi orang lain maka muncullah inspirasi membuat hal baru. Misalnya menceritakan perjuangan juga, namun memuat hal baru. Contohnya, memuat pesan (nasihat) ayah kepada seorang perantau. Begitulah inspirasi menulis puisi, salah satunya muncul setelah membaca atau membedah puisi orang lain, yaitu sisi mana yang belum diceritakan penulisnya. Karena itu juga saya yakin belum ada yang menulis puisi mengangkat semua bab dalam pelajaran PJOK SMA.
Bedah Puisi lagi ....
Penulis mencoba mencontohkan kembali dengan membedah puisi pribadi yang dikaitkan dengan materi PJOK kategori murid SMA. Ini sebagai kelanjutan judul artikel penulis (saya) kemarin.
Judul: 'Bela Diri dan Iblis'
Wahai aku ....
Aku baru tahu.
Bela diri tak hanya  diranda.
Banyak wiyata.
tangguh,
keselamatan diri,
ada seni,
ada olah jiwa,
ada olahraga,
banyak fadilat,
ini takwa,
ini percaya diri,
ini disiplin,
ini tenggang rasa,
ini tanggung jawab,
ini pengendalian diri,
ini persaudaraan,
ini soliditas sosial,
ini cinta bangsa,
bahkan, ini keadilan.
Ia lah seni, ia berkembang, di-filter.
Ia lah olahraga, ia latihan, prestasi, pantang menyerah.
Kejahatan, pun kebijaksanaan datang dari renjana.
Jangan bimbang, ambilah keputusan.
Ketidaktahuan dimaafkan dengan ilmu.
Pengetahuan mendorong kebijaksanaan.
Asalkan karsa tak cita bagai Iblis dan tentaranya
Agar dikara bukan perang, tak juga neraka.
Sungguh aneh elit-elit, membunuh raga sipil Palestina, membabi buta.
Dunia belum bisa hentikan kejahatan penjajah Israel dan sekutunya
Mereka bukan orang bodoh, tapi cerdas angkuh durjana
Bangsa Merah Putih tak bimbang, teguhi anti penjajahan
Sejarah membuktikan ulangan lama,
tersebab angkuh, dengki,
merasa tuhan padahal hamba.
Dia lah Iblis nan durhaka.
Kisah bela diriku, Pencak silat
Adiluhung bagi eksekutif , pun rakyat
Tak ber-agan menjadi Iblis, jaga nilai dan hormat
Apa tujuan puisi ini? Mengungkap nilai dalam Pencak Silat yaitu keselamatan diri, olah jiwa, takwa, percaya diri, disiplin, tenggang rasa, tanggung jawab, pengendalian diri, persaudaraan, soliditas sosial, cinta bangsa, keadilan, beladiri yang terus berkembang dan ada filtrasi dari nilai-nilai yang buruk/asing, beladiri yang merupakan latihan, meciptakan prestasi dan perjuangannya tanpa putus asa di satu sisi. Di sisi lain juga mengungkap kejahatan Israel yang sampai saat ini Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menjadi buronan internasional (telah diperinthakan International Court Crime untuk ditangkap), namun keadilan belum terwujud. Sikap apa yang terwakili dari penjajahan? Sikap itu adalah iri, dengki, dan angkuh.
Apa amanat puisi ini? Pencak silat Indonesia punya nilai dihormati dan menjauhi iri, dengki dan angkuh.
Apa golongan puisi ini? Puisi semi-bebas, karena beberapa bagian menggunakan irama.
Apakah ada karya orang lain yang sama? Tidak ada.
Selanjutnya Puisi keempat ....
Judul: "Bugar Jumantara Bentala"
Menjadi bugar, bagaimana?
Sehangat jumantara.
Sepadat bentala.
Ingat hidup tak datar selalu.
Pasti ada bena, pun duri benalu.
Push-up, back-up, Ah.... Sibuk.
Sit-up, pull-up, Ah.... Malas.
Jogging, Sprint, Ah.... Malu .
Shuttle run, Ah.... Mati waktu .
Ha.... ha.... Tega... Waktu jadi tersangka.
Nanti sebutnya mati lampu.
Layak, kamu kena pidana.
Teliti karsamu!
Walau tak diranda hadapi threats.
Tujuan berkelindan bukan stress.
Maka, mulai dari yang ada.
Dari yang kamu punya.
Mulai hari ini, asa.
Tak perlu berlarut-larut masa.
Terobos saja!
Mana langkahmu nan esa perdana?
Apa tujuan puisi ini? Mengungkap keutamaan kebugaran jasmani melalui sejumlah aktivitas seperti sprint, pull up dan seterusnya.
Apa amanat puisi ini? Mulailah langkah pertama untuk melakukan aktivitas demi mewujudkan kebugaran jasmani.
Apa golongan puisi ini? Puisi semi-bebas, karena beberapa bagian menggunakan irama.
Apakah ada karya orang lain yang sama? Tidak ada.
Bedah puisi PJOK kelima dan keenam kita lanjut di hari lain ya...
Terimakasih!
Referensi materi PJOK: https://drive.google.com/drive/folders/1HX_XagN5BMvISv3tT6wm-CfjQ505dH86?usp=sharing
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI