Mohon tunggu...
Emanuel Ristian Handoyo
Emanuel Ristian Handoyo Mohon Tunggu... Dosen

Seorang pengajar di UAJY yang antusias mengeksplorasi teknologi dan transformasi digital. Memiliki fokus pada UX research, privasi informasi, serta perkembangan ekonomi digital. Aktif mengikuti tren AI terkini serta mengeksplorasi penerapan teknologi digital dalam konteks riset dan pembelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bath and Body Works Menang Telak sebagai Brand Anti Tarif di Tengah Perang Dagang

19 Mei 2025   00:32 Diperbarui: 19 Mei 2025   00:32 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar toko Bath & Body Works di mall yang ramai (Sumber: Imagen 3 by Google)

Sebagai konsumen yang terus mengamati perubahan harga di rak-rak toko ritel, saya merasa was-was dengan ancaman perang dagang yang kini menghantui ekonomi global. Saham-saham ritel anjlok, harga produk sehari-hari terancam melonjak, dan ketidakpastian melingkupi setiap keputusan belanja. Namun di tengah kegalauan ini, satu merek justru menarik perhatian saya dengan ketahanannya yang luar biasa: Bath and Body Works.

Artikel ini saya tulis setelah menyaksikan sebuah dokumentasi mendalam di YouTube yang mengupas secara komprehensif tentang fenomena Bath and Body Works sebagai brand anti tarif. Video tersebut mengungkap bagaimana strategi produksi lokal telah memberikan keunggulan kompetitif yang signifikan bagi perusahaan di tengah gejolak perang dagang. Sebagai akademisi yang mengkaji transformasi digital, saya merasa terdorong untuk menganalisis lebih jauh implikasi fenomena ini, terutama relevansinya dengan konteks ekonomi Indonesia.

Fenomena Bath and Body Works menawarkan pelajaran berharga bagi kita yang hidup di era ketidakpastian perdagangan global ini. Keputusan strategis untuk memproduksi sebagian besar produknya di dalam negeri tidak hanya memberikan keunggulan kompetitif tetapi juga membentuk identitas bisnis yang unik di tengah lanskap ritel yang semakin kompleks. Sebagai pengamat teknologi informasi, saya melihat ini sebagai "disrupsi terbalik" -- dimana kembali ke akar tradisional justru menjadi langkah inovatif di era digital.

Strategi Produksi Lokal sebagai Senjata Anti Tarif

Model bisnis yang diterapkan Bath and Body Works menekankan produksi lokal sebagai inti dari operasinya. Dengan mayoritas produksi dilakukan di Amerika Serikat, perusahaan ini memiliki fleksibilitas luar biasa dalam menghadapi disrupsi rantai pasok global. Pembukaan Beauty Park, fasilitas manufaktur utama di New Albany, Ohio, telah mengubah paradigma operasional perusahaan secara fundamental. Transformasi ini memperlihatkan bagaimana komitmen terhadap produksi lokal tidak hanya persoalan kepatuhan regulasi, tetapi merupakan keputusan bisnis yang menguntungkan dari berbagai aspek. "Menghasilkan 80% produk di tanah air sendiri saat hampir semua kompetitor bergantung pada impor adalah seperti memiliki payung saat semua orang lain sedang melihat prakiraan cuaca," demikian saya sering menggambarkannya kepada mahasiswa saya.

Komponen lokal yang tinggi dalam produksi Bath and Body Works memberikan pelajaran tentang pentingnya kemandirian dalam rantai nilai bisnis. Ini bukan hanya tentang nilai patriotisme, namun lebih kepada penguatan fundamental bisnis yang berkelanjutan. Saat sebagian besar kompetitor masih mengandalkan impor untuk produk seperti lilin, sabun, dan hand sanitizer, Bath and Body Works telah membangun ekosistem produksi yang terintegrasi secara lokal. Keputusan yang awalnya mungkin terlihat kontraproduktif dari sisi efisiensi biaya ini terbukti menjadi keunggulan strategis ketika ketegangan perdagangan memaksa kompetitor untuk menaikkan harga.

Tingginya komponen lokal dalam produksi Bath and Body Works sangat kontras dengan tren umum di industri ritel. Dalam dunia bisnis yang dikendalikan logika efisiensi biaya, keputusan untuk mengesampingkan keuntungan produksi di Asia demi kedekatan produk di Amerika Serikat terlihat tidak konvensional. Namun, pendekatan ini justru memberikan keleluasaan dalam menghadapi tantangan tarif yang semakin memberatkan bagi importir. Pelajaran ini relevan bagi perusahaan-perusahaan yang tengah mempertimbangkan strategi lokalisasi produksi di tengah ketidakpastian global. Saya teringat bagaimana sejumlah perusahaan teknologi Indonesia kini menghadapi dilema serupa dengan rumor pencabutan kebijakan TKDN akibat kebijakan tarif Amerika Serikat.

Kisah Bath and Body Works memberikan refleksi tentang nilai strategis dari produksi lokal di era ketidakpastian perdagangan. Sementara banyak perusahaan masih mencari cara untuk mendiversifikasi rantai pasok mereka, Bath and Body Works telah membangun fondasi yang solid melalui lokalisasi produksi. Keberhasilan ini menantang paradigma dominan yang menganggap outsourcing ke negara-negara dengan biaya tenaga kerja rendah sebagai satu-satunya jalan menuju efisiensi. Di tengah pergeseran geopolitik dan ekonomi global yang dinamis, model bisnis yang menekankan kemandirian produksi menawarkan ketahanan yang semakin relevan.

Revolusi Rantai Pasok dan Keunggulan Ketersediaan Produk

Ketersediaan produk menjadi keunggulan kompetitif tersendiri bagi Bath and Body Works. Dengan sebagian besar produksi dilakukan secara lokal, perusahaan ini mampu mempersingkat waktu pengiriman dari beberapa bulan menjadi hanya beberapa minggu. Transformasi ini meningkatkan agilitas perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan tren dan preferensi konsumen. Kemampuan untuk beralih dengan cepat antara berbagai aroma dan produk yang tidak berperforma baik merupakan keuntungan signifikan dari produksi lokal yang tidak dimiliki oleh kompetitor yang mengandalkan rantai pasok global yang lebih panjang. Seperti yang sering saya katakan dalam kuliah transformasi digital, "Dalam bisnis modern, kecepatan respon terhadap pasar sama pentingnya dengan algoritma dalam sistem rekomendasi -- tanpa keduanya, Anda hanya menebak preferensi konsumen."

Sebelum pembangunan Beauty Park, proses produksi sabun tangan busa memerlukan waktu sekitar tiga bulan untuk sampai ke pusat distribusi. Pompa dikirim dari Tiongkok, sementara botol dan tutupnya dikirim dari Kanada. Produk kemudian diisi di Virginia dan dikirim ke pusat distribusi di Ohio. Kini, seluruh proses hanya membutuhkan waktu tiga minggu untuk diselesaikan di Beauty Park, dan produk hanya perlu menempuh jarak sekitar sepuluh mil menuju pusat distribusi terdekat. Efisiensi waktu dan jarak ini memberikan keunggulan operasional yang signifikan dalam konteks bisnis ritel yang sangat kompetitif.

Pendekatan Bath and Body Works terhadap otomatisasi juga berkontribusi pada efisiensi produksi lokal. Tidak seperti industri pakaian yang sangat bergantung pada tenaga kerja intensif, proses pengisian lilin dengan lilin dan produksi sabun dapat dilakukan secara otomatis. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan biaya produksi yang kompetitif meskipun beroperasi di pasar dengan biaya tenaga kerja tinggi. Keseimbangan antara otomatisasi dan pengetahuan lokal ini menciptakan formulasi bisnis yang unik dan sulit ditiru oleh kompetitor. Situasi ini mengingatkan saya pada kebuntuan yang dihadapi industri teknologi Indonesia saat ini -- di satu sisi ada dorongan untuk meningkatkan komponen lokal, namun di sisi lain rumor pencabutan TKDN sebagai respons terhadap kebijakan tarif AS menciptakan ketidakpastian strategis.

Revolusi rantai pasok yang dilakukan Bath and Body Works tidak hanya berdampak pada efisiensi internal, tetapi juga memberikan fleksibilitas dalam merespon perubahan permintaan pasar. Ketika pandemi COVID-19 melanda dan permintaan akan pembersih tangan melonjak drastis, Bath and Body Works mampu meningkatkan produksi dengan cepat tanpa terhambat oleh keterbatasan impor. Kemampuan adaptasi ini menjadi pelajaran penting tentang nilai responsivitas dalam lingkungan bisnis yang semakin tidak pasti. Dalam analogi komputasi, ini seperti perbedaan antara komputasi lokal versus cloud -- terkadang memiliki kapasitas pemrosesan di lokasi sendiri memberikan keandalan yang tidak bisa disediakan oleh solusi berbasis cloud, terutama saat konektivitas terganggu.

Transformasi Komoditas Menjadi Pengalaman Konsumen Premium

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun