Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Resesi Toleransi

12 Oktober 2020   10:30 Diperbarui: 12 Oktober 2020   10:37 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

LSI hanya menemukan 46,2% Muslim Indonesia yang memiliki pandangan positif terhadap yang berbeda keyakinan. Sementara responden Muslim yang berpandangan bahwa prioritas utama adalah menjadi orang yang baik, hanya 28,7%.

Fakta realitas yang terjadi, baik pandangan Barat mengenai Islamphobia, yang disaat bersamaan kita mengatakan Islam adalah agama cinta damai, akan tetapi masih menyembunyikan aksi-aksi intoleransi pada saat yang bersamaan. Ini adalah bentuk ketidakjujuran. Kita harus menyesal atas pelaku-pelaku intoleransi yang terus mendorong citra dan wajah Islam yang semakin menurun. 

Kelesuan dalam membangun toleransi, akibat kelompok-kelompok yang memonopoli kebenaran, seolah-olah hanya "dia" saja yang benar. Al-Quran sendiri melarang klaim-klaim kebenaran dan merendahkan golongan lain. Hal tersebut sama saja dengan merampas hak Allah SWT.

Oleh karena itu, kita tidak boleh kalah kepada pelaku-pelaku intoleran berkedok Islam, sejatinya mereka tidak menerapkan ajaran Islam yang sesungguhnya. Para kelompok Islamis yang kaku, keras, dan ekstrem, salah satunya adalah hilangnya doktrinasi cinta dan kasih sayang terhadap sesama manusia. 

Sebagian pengkhotbah agama, memperuncing perbedaan, ceramah-ceramah peperangan masa Nabi selalu didengungkan, bukannya perilaku atau akhlak keseharian Nabi yang seharusnya digelorakan, akibatnya terjadi disparitas terhadap yang berbeda. Di sinilah kemudian resesi toleransi terjadi.

Dengan resesi toleransi ini, tantangan Islam semakin mencuat dan nyata. Bagaimana Islam dapat menjawab klaim sebagai agama rahmatan lil alamin? Dapatkah Islam membumikan keselamatan, kebahagiaan, kebebasan, dan keberkahan? 

Sanggupkah Muslim Indonesia mengaktualisasikan ajaran Islam yang sebenar-benarnya dalam sikap toleransi, keterbukaan, keadilan, moderasi, dan kemanusiaan?

Sebagai solusi, kita harus banyak belajar dari Presiden ke-4, KH. Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur. Sikap Bapak Pluralisme Indonesia yang menganjurkan keterbukaan dalam beriman. Sikap melindungi terhadap minoritas sebagai wujud kesalehan yang nyata, sesuai dengan teks-teks suci Islam. 

Gus Dur juga mengajukan tesis bahwa pengalaman individu seseorang tidak akan pernah sama dengan orang lain. Oleh karenanya, Gus Dur menganjurkan agar kita senantiasa toleran terhadap pandangan orang lain.

Seseorang tidak dapat dibenarkan memaksakan pandangannya kepada orang lain, apalagi menggunakan cara-cara kekerasan. Kekerasan hanya diperbolehkan oleh ajaran Islam jika Muslim diusir dari rumah atau tanahnya. 

Dengan demikian, meningkatkan sikap empati, menghargai perbedaan, menyadari keragaman sebagai keniscayaan, mengayomi minoritas, dan menujukkan sikap-sikap kesalehan sosial, serta bersikap terbuka dalam iman pada kemajemukan dan kebhinekaan bangsa Indonesia, akan sedikit mengurangi resesi toleransi yang terjadi saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun