Mohon tunggu...
Sarah P
Sarah P Mohon Tunggu... Administrasi - Tulisan yang berisi pendapat pribadi

FEUI Alumns

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berempati terhadap Korban "Domestic Violence"

10 Desember 2018   19:40 Diperbarui: 11 Desember 2018   19:37 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Untuk menandai berakhirnya 16 Hari aktivitas Kampanye anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada tgl 10 Desember ini, saya ingin membahas sedikit tentang bagaimana sebaiknya kita bersikap jika ada teman yg menceritakan perihal hubungannya yang abusive kepada kita tanpa kita bersikap menghakimi.

Memang sikap yang bijak dan tidak menghakimi korban abuse tidaklah mudah, perlu rasa empati yang dalam, bijak dalam bersikap, dan kepala dingin. Hal ini agar jika kita sendiri pun sedang tidak bagus kondisi emosi kita, sebaiknya bicara baik-baik kepada teman kita tersebut untuk bertemu waktu yang lain agar kondisi emosi kita dalam kondisi lebih baik ketika mendengarkan keluh kesahnya. 

Atau jika kita merasa tidak sanggup untuk bersikap bijak dan penuh empati dalam mendengarkan keluh kesahnya, mungkin bisa kita referensikan kepada ahlinya.

Intinya, apapun yang terjadi pada teman kita tersebut, ketika dia menceritakan pengalamannya dalam menjalani suatu hubungan yang bersifat abusive, benar-benar hindari untuk mengatakan kalimat-kalimat seperti ini:

1. Memangnya kamu tidak bisa ninggalin dia ?

Banyak hubungan yang sifatnya sangat kompleks, sehingga banyak alasan mengapa seseorang sulit utk keluar dari suatu hubungan yg bersifat abusive. Bisa jadi ada ketergantungan ekonomi, mungkin juga ada unsur tekanan dari keluarga, dll. 

Dalam sebuah riset, menunjukkan bahwa banyak perempuan yang telah mencoba untuk meninggalkan pasangannya beberapa kali sebelum benar-benar memutuskan hubungannya untuk selamanya. 

Untuk itu kita hanya perlu menunjukkan rasa empati, bukan menghakimi. Mungkin menawarkan tempat tinggal sementara, mengantarkannya ke suatu tempat yang dibutuhkan, atau mungkin menawarkan untuk menemaninya berkonsultasi ke ahli; adalah hal-hal yang jauh lebih bermanfaat untuk dilakukan.

2. Kok bisa sih kamu biarkan dia melakukan ini sama kamu ?!

Tidak semua hubungan yang bersifat abusive itu terjadi hal-hal buruk selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Mungkin awalnya baik-baik saja sehingga seseorang terlanjur jatuh cinta pada partnernya yang kemudian hari baru diketahui bersifat abusive. 

Sehingga ketika sesuatu yang buruk terjadi, maka bagi sebagian orang cukup sulit untuk segera keluar dari situasi tersebut. Tetap tunjukkan empati kita, berikan rasa nyaman pada teman kita tersebut.

3. Gak kebayang loh dia melakukan itu. Yakin itu bukan karena kamu yang terlalu sensitif?!

Mungkin pasangan teman kita akan menjadi teman baik kita juga, yang suatu ketika menceritakan perihal hubungannya yang abusive, kepada kita. Mungkin memang selama berteman dengan kita, seseorang tidak menunjukkan sifat-sifat abusive.

Namun kita tidak pernah tahu bagaimana sikapnya terhadap pasangannya. Jika hal ini terjadi, jangan mencibir apa yg diceritakannya kepada kita. Dengarkan ceritanya dengan baik, beri dia rasa nyaman untuk bercerita dan berikan dia kepercayaan. Karena sering terjadi hal-hal yang sangat buruk pada korban abuse, karena tidak ada seorang pun yang mempercayai ceritanya.

4. Kayaknya gak seburuk itu lah...

Jangan prnh merendahkan kisah hidup seseorang hanya karena kita tidak pernah mengalami hal buruk tersebut. Sebuah hubungan yang abusive tentu buruk, siapapun yg mengalaminya. Di sini lah rasa empati kita butuhkan, untuk dapat ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain.

5. Memangnya apa yang kamu lakukan sampai bisa bikin dia marah ?

Jangan pernah kita membenarkan perilaku abusive, baik yang bersifat fisik, verbal maupun psikis / emosi. Pertanyaan seperti itu sama dengan pertanyaan: "Pakaian kamu tidak sopan kali ya, makanya kamu bisa jadi korban perkosaan ?!". Pertanyaan-pertanyaan semacam ini adalah victim-blaming; menyalahkan korban atas hal buruk yang telah terjadi padanya.

Selain memberikan rasa nyaman dan kepercayaan kepada korban, kita juga bisa memberikan informasi kepada korban bahwa:

"Indonesia telah mempunyai Undang-Undang yang mengatur tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu UU No. 23 Tahun 2004; dan jika terjadi maka hal tersebut juga diatur dalam KUHP". Sehingga sangat memungkinkan apabila korban ingin menempuh jalur hukum.

Mungkin korban akan ragu-ragu atau takut untuk membuat laporan kepada pihak berwajib. Untuk itu kita juga bisa memberikan bantuan dengan mendampingi korban dalam membuat laporan.

Itulah arti penting PENDAMPING bagi korban kekerasan.

Bersyukurlah jika kita tidak pernah mengalami kejadian buruk dalam suatu hubungan, namun tetaplah berempati atas hal-hal buruk yang terjadi pada orang lain.

Karena BERSIKAP EMPATI ITU SANGAT BAIK, BAGI KITA dan ORANG LAIN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun