"Di bagian sini, kalo hujan bocor, Pak. Lantainya juga sudah banyak yang retak." Supardi Saleh, Kepala Puskesmas Bekawan mengadukan kondisi bangunan puskesmas yang ia pimpin. Saat itu, dia sedang mendapat kunjungan Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir, Arman.Â
Arman memeriksa kondisi setiap ruangan sambil mendengarkan keluhan Kepala Puskesmas Bekawan. Dia harus bisa menghitung berapa anggaran yang mungkin diberikan untuk membantu perbaikan bangunan puskesmas, serta menghitung jenis material, merk material dan berapa lama hasil dari perbaikan tersebut akan bertahan. "Jadi, di bagian atap yang bocor itu masih bisa diperbaiki ya? Lantai yang retak bisalah diganti keramik yang baru."
"Kalau bisa, jendela juga minta tolong diganti, Pak. Kunci-kuncinya sudah longgar, monyet kadang bisa masuk dan mengacak-ngacak isi puskesmas." Ucap Supardi Saleh.Â
Risiko membangun gedung di daerah gambut adalah rentan terjadi pergerakan. Beberapa bagian dari bangunan puskesmas ada yang retak, posisinya miring, dan ada yang bergeser. Karena posisi yang bergeser itulah, beberapa jendela tidak bisa dikunci dan menjadi pintu masuk bagi sekawanan monyet yang sering berkeliaran di sekitar puskesmas.Â
Puskesmas Bekawan berada  di Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Dari ibukota Kabupaten Indragiri Hilir, Tembilahan, jaraknya 74,4 kilometer. Akses ke Puskesmas ini hanya bisa ditempuh dengan transportasi air seperti kapal cepat (speedboat).Â
Dari Tembilahan, perjalanan dengan speedboat bisa ditempuh antara 1 - 1,5 jam, tergantung cuaca dan gelombang di laut. pada saat air laut surut, Desa Bekawan menjadi daerah terisolir karena tidak ada transportasi yang beroperasi.
"Kalau air kering ya begini kondisinya, pasien sepi." Ucap Kepala Puskesmas Bekawan, Supardi Saleh. "Pasien sepi, merujuk pasien yang sakit parah pun susah." Tambah Supardi Saleh.
"Kalau ada undangan kegiatan atau panggilan tugas ke ibukota kabupaten bagaimana? Kalau air surut, berarti tidak bisa pergi?" Tanya saya pensaran.
"Ya harus lihat situasi air laut, saat pasang harus segera berangkat. Tidak apa-apa tiba di lokasi lebih cepat sehari daripada tidak bisa hadir."Â
Lazimnya daerah yang terisolir dan hanya bisa diakses dengan transportasi air, listrik di sini baru menyala dari pukul 17.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB. Untuk perangkat yang membutuhkan pasokan listrik terus menerus, seperti tempat penyimpanan vaksin, puskesmas ini mengandalkan panel surya.Â
"Kalau air bersih di sini tidak ada masalah. Air yang Mbak lihat di depan, untuk cuci tangan, itu dari sumur dengan pompa artesis. Penjual air mineral isi ulang di sini pun menggunakan air itu." Cerita Kepala Puskesmas Bekawan.Â
Saya mencoba menggunakan air yang dimaksud, ternyata selain airnya jernih, rasanya juga tawar dan tidak berbau."Nelayan-nelayan di sini, banyak juga yang menggunakan air ini untuk masak atau diminum, Mbak. Sejauh ini aman saja, belum ada yang mengeluh kena diare. Asal dimasak dengan benar, sepertinya aman saja untuk dikonsumsi."
Menjelang sore, Arman dan timnya pamit dari Desa Bekawan untuk mengunjungi puskesmas-puskesmas lainnya. Kunjungan yang diharapkan bisa melihat langsung kondisi puskesmas-puskesmas yang aksesnya sulit dijangkau, mendengarkan keluhan petugas puskesmas, dan diharapkan bisa memberikan solusi serta merealisasikan janji sehingga puskesmas-puskesmas tersebut bisa melayani masyarakat dengan baik.Â
Elvidayanty Darkasih, Indragiri Hilir.