Mohon tunggu...
Elvidayanty Darkasih
Elvidayanty Darkasih Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Email : elvi.jambi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Mengajak Kucing Adopsi Jalan-jalan, Kenapa Tidak?

24 April 2021   00:27 Diperbarui: 26 April 2021   15:00 2007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengajak kucing ke supermarket. (Foto : Elvidayanty)

"Mbak.. kucingnya nggak ikut?" tanya kasir di supermarket. 

"Sedang tidur nyenyak dia, nggak tega bawa dia," jawab saya. 

Lain waktu, saat saya datang lagi ke supermarket, sekuriti supermarket yang kebetulan perempuan menghampiri saya, "Mbak, boleh gendong kucingnya sebentar?" Saya mengiyakan tanda setuju. 

Sayangnya, kucing saya yang langsung menggeram marah tanda tidak mau. Dia lebih betah di dalam troli belanjaan saya. Sesekali, dia turun menyusuri setiap rak yang ada di supermarket. 

Mengajak kucing ke supermarket. (Foto : Elvidayanty)
Mengajak kucing ke supermarket. (Foto : Elvidayanty)

Kucing yang saya adopsi sejak tahun 2015 itu saya beri nama Klempus, panggilannya tetap saja Mpus. Saya menemukannya di dalam got dekat rumah saya. 

Tubuh kecilnya penuh dengan lumpur, kedua kaki belakangnya terikat tali yang sangat halus. Tali itu mengikat kencang kedua kakinya, saya harus menggunakan cutter untuk memutus tali dari kakinya. Ikatan tali yang kencang itu membuat ia pincang. 

Awalnya saya tidak berniat mengadopsi. Setelah saya mandikan dan diberi makan, saya biarkan dia di luar kamar. Hingga 2 hari dia tidak beranjak dari teras rumah saya. Saya jadi iba dan memutuskan untuk merawatnya. 

Klempus, hari ketiga setelah saya temukan di got. (Foto : Elvidayanty)
Klempus, hari ketiga setelah saya temukan di got. (Foto : Elvidayanty)

Belum seminggu saya adopsi, kucing kecil ini sakit dan tidak mau makan. Saya membawanya ke klinik hewan. Ketika dokter mengisi formulir dan menanyakan namanya saya tergagap. 

Kucing itu, karena awalnya saya tidak berniat mengadopsi belum saya kasih nama, hanya saya panggil "Mpus". Akhirnya, iseng saja saya sebut "Klempus". Sejak itulah dia resmi punya nama Klempus. Ha ha. 

Setelah sembuh dari sakit, saya sering membawa Klempus berbagai tempat yang biasa saya datangi. Ke kantor, ke pasar tradisional, ke supermarket, bahkan saat tugas ke lapangan yang jarak tempuhnya 6 - 7 jam perjalanan. 

Klempus menjadi kucing yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Selama bersama saya, dia merasa aman dan nyaman di manapun berada. 

Namun, akibat ikatan tali yang sangat kencang saat saya temukan, Klempus tidak bisa memanjat layaknya kucing normal. Dokter hewan mengatakan, beruntung saat itu dia saya temukan dan segera melepas ikatan talinya. 

Jika tidak, terjadi pembekuan darah lalu membusuk. Risikonya, Klempus bisa kehilangan kedua kaki belakangnya. Entah siapa orang jahat itu, sesudah menyiksa bayi kucing, lalu membuangnya ke dalam got. 

Klempus, jalan-jalan naik mobil harus duduk di dekat jendela. (Foto : Elvidayanty)
Klempus, jalan-jalan naik mobil harus duduk di dekat jendela. (Foto : Elvidayanty)

Tidur nyenyak di kursi penumpang bis DAMRI. (Foto : Elvidayanty)
Tidur nyenyak di kursi penumpang bis DAMRI. (Foto : Elvidayanty)

Ketiduran saat jalan-jalan naik motor. (Foto : Elvidayanty)
Ketiduran saat jalan-jalan naik motor. (Foto : Elvidayanty)

Saat membawa Klempus naik transportasi umum seperti DAMRI, saya meminta izin kepada penumpang yang ada di dalam bis. Jika ada penumpang yang tidak nyaman atau alergi, saya memasukkan Klempus ke dalam pet cargo. 

Jika tidak ada penumpang yang komplain, saya memilih tempat duduk paling belakang, dan membayar karcis untuk 2 orang karena Klempus lebih suka duduk sendiri di bangku penumpang daripada saya pangku. Sepanjang perjalanan, kepalanya melongok di jendela, memperhatikan suasana di luar mobil. 

Suatu kali, dia sempat hilang dalam perjalanan ke tempat tugas saya di pinggir hutan. Ketika itu saya lengah, ketika ada penumpang yang turun sebentar untuk membeli air minum, saya ketiduran. Ketika supir memanggil saya karena tujuan saya sudah dekat, saya baru tersadar Si Klempus tidak ada di dalam bis DAMRI. 

Supir bis berusaha menenangkan saya, lalu memutarbalik arah mobil ke tempat terakhir mobil berhenti. Sekitar 10 kilometer perjalanan, kami menemukan warung tempat terakhir bis DAMRI berhenti sebelum Mpus hilang sudah tutup dan gelap. Saya lihat jam sudah menunjukkan lewat pukul satu dinihari. 

Dari kejauhan saya mendengar suara Klempus dan dari sela-sela kebun sawit dia muncul menuju bis DAMRI. Berkali-kali saya berterimakasih kepada supir bis karena berbaik hati membantu saya mencari Klempus.

"Klempus kan penumpang Abang juga. Masa penumpang hilang nggak dicari.' katanya sambil tertawa. "Mpus berarti sudah hapal dengan suara mobil ini, Mba. Begitu kita sampe di warung itu, dia langsung mengejar mobil ini." 

Sejak saat itu, tiap bepergian jauh saya selalu memasang tali tambahan di kalung Klempus. Tali itu terhubung ke tangan saya. 

Klempus juga menjadi terkenal di antara pegawai loket DAMRI. Mereka menyebut Klempus sebagai penumpang istimewa. 

Bagi saya, lebih murah membawa Klempus ke tempat tugas dengan tambahan biaya ongkos 1 orang daripada menitipkan Klempus di petshop. Saya tidak tega membayangkan dia selama beberapa minggu harus tinggal di dalam kandang di petshop. 

Melihat dia nyaman meski harus naik bis selama 6 - 7 jam, juga bisa beradaptasi di tempat tugas saya, saya semakin yakin dia memang berjodoh untuk saya adopsi.

Di tempat saya bertugas, Klempus bisa bebas bermain dan banyak makhluk hidup yang bisa dia jadikan mainan. 

Mess kantor yang terletak di pinggir Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) membuat dia leluasa bermain tanpa takut tertabrak kendaraan yang lalu lalang layaknya di kota. Seringkali saya histeris saat dia meletakkan bangkai tikus tanah, kodok, atau kadal di depan pintu kamar saya. 

Klempus bermain di mess lapangan. (Foto : Elvidayanty)
Klempus bermain di mess lapangan. (Foto : Elvidayanty)

Mendengarkan radio sambil tiduran di mess lapangan. (Foto : Elvidayanty)
Mendengarkan radio sambil tiduran di mess lapangan. (Foto : Elvidayanty)

Saat pulang ke Kota Jambi dan harus ke kantor, sesekali saya membawa Klempus ke kantor. Sebelum membawa Klempus ke kantor, pastikan dulu tidak ada yang alergi atau phobia dengan kucing di ruangan. Lalu meminta izin pada atasan untuk membawa kucing peliharaan. 

"Wah...yang lain pada bawa anak ke kantor, kamu bawa kucing." Kata teman yang satu ruangan kerja dengan saya. Hari pertama membawa Klempus ke kantor menjadi heboh karena anak-anak teman saya berusaha mengajak Klempus bermain, tapi Klempus lebih suka tidur di dekat laptop saya. 

Klempus saat berada di kantor, tidur nyenyak di atas meja kerja. (Foto : Elvidayanty)
Klempus saat berada di kantor, tidur nyenyak di atas meja kerja. (Foto : Elvidayanty)

Bantu periksa laporan kegiatan. (Foto : Elvidayanty)
Bantu periksa laporan kegiatan. (Foto : Elvidayanty)

Mungkin, karena bawaannya yang tenang dan tidak rusuh, saya tidak pernah dilarang membawa Klempus ke kantor. Hanya saja, saat teman satu ruangan saya ada yang hamil, saya tidak pernah membawa Klempus ke kantor sampai teman saya melahirkan. 

Mengadopsi kucing memang dibutuhkan kesabaran. Kucing yang diadopsi sejak bayi, mungkin lebih mudah dilatih dan diajarkan banyak hal seperti Klempus.  

Tidak terasa, hampir 6 tahun Klempus menjadi keluarga saya. Banyak pengalaman hidup yang kami lewati bersama. Ketika bis DAMRI rusak di perjalanan akibat menabrak seekor babi hutan, saya berdua Klempus terdampar semalaman di sebuah mushalla. 

"Aku tuh merasa aneh kalo makan di kafe sendirian, makanya aku nggak pernah makan sendirian di kafe." Ucap kakak suatu hari. 

"Aku malah dilihat aneh sama orang lain kalo makan berdua." Jawab saya.

"Kamu makan sama siapa?" Tanya kakak heran. 

"Sama Klempus." Jawab saya kalem. 

"Masih untung cuma dilihat aneh, bukan diusir." Jawab kakak saya. 

Klempus saat merajuk, dipanggil tidak respon, tubuh tidak bergerak sama sekali, pura-pura mati. (Foto : Elvidayanty)
Klempus saat merajuk, dipanggil tidak respon, tubuh tidak bergerak sama sekali, pura-pura mati. (Foto : Elvidayanty)

Elvidayanty Darkasih, Jambi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun