Bangsa Indonesia sedang berada dalam situasi yang penuh ujian. Dinamika sosial, politik, dan ekonomi menguji kesabaran masyarakat, sementara keresahan semakin sering muncul dalam percakapan publik, termasuk di ruang digital. Dalam kondisi demikian, doa dan dzikir menjadi jangkar batin yang menenangkan. Namun, doa tidak boleh berhenti sebagai ritual, ia harus melahirkan kepedulian nyata. Inilah yang disebut sebagai Human Action---aksi kemanusiaan yang lahir dari hati yang tulus berzikir.
Semangat ini mengemuka dalam Dzikir dan Doa Nasional untuk Keselamatan Negeri akhir Agustus baru lalu yang diselenggarakan oleh Direktorat Penerangan Agama Islam Bersama Pengurus Pusat Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia melalui zoom meeting. Sambutan Direktur Penerangan Agama Islam (Penais), Dr. H. Ahmad Zayadi, M.Pd. menyemai ide tentang pentingnya Human Action, yang kemudian ditegaskan kembali oleh Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. H. Abu Rokhmad: doa dan dzikir adalah fondasi, tetapi aksi sosial adalah bukti.
Munajat yang Berkelanjutan
Dirjen Bimas Islam menekankan bahwa kegiatan dzikir dan doa tidak berhenti pada satu malam, melainkan berkelanjutan. IPARI dan APRI didorong untuk menyelenggarakan secara bergiliran setiap Jumat bakda Maghrib. "Yang penting adalah munajat itu---kita memohon, bersimpuh, menangis, dan berharap kepada Allah SWT agar menjaga negeri yang sangat kita cintai ini," pesan beliau.
Dzikir, doa, dan shalawat bukan hanya menyatukan umat, tetapi juga menjadi energi spiritual untuk menghadapi situasi sulit. Shalawat yang dilantunkan bersama diyakini membawa ketenangan, bahkan menjadi penyelamat dalam kondisi genting.
Penyuluh sebagai Garda Terdepan
Sebagai garda terdepan yang paling dekat dengan masyarakat, penyuluh agama diingatkan untuk menjadi teladan dalam menjaga harmoni sosial. Mereka tidak hanya menyampaikan pesan agama, tetapi juga menumbuhkan rasa persaudaraan dan kedamaian. Dirjen menegaskan pentingnya bijak dalam bersikap, termasuk di media sosial. "Kita tidak perlu menunjuk-nunjuk lembaga lain, kita perbaiki diri sendiri. Situasinya cukup berat, tapi dengan usaha lahir batin, insya Allah akan ada jalan," katanya.
Dalam semangat itu, penyuluh agama dan penghulu ASN diingatkan bahwa mereka adalah bagian dari pemerintah. Karena itu, tugas mereka bukan hanya membimbing masyarakat, tetapi juga membantu pemerintah mewujudkan harapan rakyat melalui teladan, doa, dan aksi nyata.
Human Action dalam Praktik
Human Action dimaknai sebagai aksi nyata yang sederhana tetapi berdampak. Dirjen mengajak ASN untuk bersyukur atas rezeki bulanan yang stabil, dan menggunakannya untuk membantu mereka yang kurang beruntung. Misalnya, menyisihkan sedikit rezeki, meski tak banyak hanya Rp10.000--Rp20.000, untuk dikumpulkan bersama dan disalurkan kepada kelompok-kelompok rentan: pekerja jalanan, tukang becak, tukang ojek daring, atau buruh harian dan sejenisnya yang bekerja dalam kondisi berat.
"Kalau kita pesan makanan, tambahkan sedikit tip. Itu bentuk hormat dan penghargaan kita. Mereka bekerja keras demi keluarga, mari kita hargai dan muliakan," ujar beliau.
Human Action juga bisa berupa bakti sosial di masjid, majelis taklim, atau kegiatan peduli lingkungan. Bagi ASN Kemenag, aksi sederhana ini merupakan wujud nyata rasa syukur sekaligus solidaritas sosial.
Fakta di lapangan Penyuluh Agama sangat sering melaksanakan kegiatan human action, santunan yatim, jumat berkah, penyaluran beasiswa, pemberdayaan ekonomi, bantuan dhuafa bahkan ada juga bedah rumah. Namun kondisi negeri saat ini, menuntut dilakukan lebih sistematis dan massif: lebih terorganisir, lebih luas dan lebih sering.