Tekanan Ganda: Geopolitik dan Komoditas Hantam Ekspor RI,Bank Dunia-IMF Kompak Revisi Proyeksi
Laporan terkini dari lembaga keuangan internasional, Dana moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, memberikan sinyal peringatan yang jelas bagi perekonomian Indonesia. kedua lembaga tersebut secara kompak merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi indonesia, sebuah langkah yang menggarisbawahi dampak serius dari apa yang disebut sebagai "tekanan ganda" yang menghantam kinerja ekspor nasional, ketegangan geopolitik dan pelemahan harga komoditas global.
Revisi proyeksi ini membawa angka pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 turun dari perkiraan awal yang sempat optimistis, menjadi rata-rata di kisaran 4,7%. Angka ini melambat  signifikan jika dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang masih mampu berada di sekitar 5%, dan jelas  berada dibawah target yang ditetapkan pemerintah.
Geopolitik: Sumber Ketidakpastian dan Gangguan Global
Ketegangan geopolitik global, yang diwarnai oleh konflik regional hingga perang dagang yang melibatkan kekuatan ekonomi besar, telah menciptakan gelombang ketidakpastian yang merambat hingga ke pasar keuangan yang dan perdagangan internasional. Bagi Indonesia, sebagai negara yang sangat terbuka terhadap perdagangan luar negeri, dampak dari ketidakpastian ini terasa dalam beberapa aspek krusial:
1. Penurunan Permintaan Ekspor: Eskalasi konflik dan ketidakpastian kebijakan perdagangan global, seperti yang disebabkan oleh perang dagang, menekan pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama indonesia. ketika pertumbuhan ekonomi global melambat, permintaan terhadap produk ekspor indonesia, terutama Komoditas utama seperti minyak sawit (CPO), batu bara, dan produk mineral,otomatis menurun. penurunan ini secara langsung menggerus pendapatan devisa negara yang sangat bergantung pada sektor ekspor.
2. Gangguan Rantai Pasokan dan Logistik: ketegangan geopolitik sering kali memicu hambatan perdagangan, Â pembatasan logistik,dan kenaikan biaya pengiriman.Banyak industri manufaktur di Indonesia masih sangat bergantung pada impor bahan baku dan komponen dari luar negeri. Terhambatnya pasokan akibat gangguan geopolitik dapat menghambat proses produksi, menaikkan biaya operasional, dan pada akhirnya melemahkan daya saing produk ekspor nasional.
3. Hambatan Investasi: Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh geopolitik juga berisiko mempengaruhi iklim investasi. Investor global cenderung menahan diri untuk menanamkan modal di negara-negara yang dianggap memiliki risiko tinggi akibat gejolak politik atau ekonomi internasional. Perlambatan investasi ini pada gilirannya akan memperlambat pembangunan infrastruktur dan pengembangan sektor-sektor non-komoditas yang penting untuk diversifikasi ekonomi.
Pelemahan Komoditas: Tekanan pada Struktur Ekonomi RI
Tekanan kedua datang dari sisi komoditas. Setelah mengalami masa "durian runtuh" atau commodity boom selama beberapa tahun terakhir, harga komoditas global mulai menunjukkan tren pelemahan. Fenomena ini menjadi pukulan telak bagi Indonesia, mengingat porsi ekspor komoditas primer masih mendominasi neraca perdagangan.
Pelemahan harga ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: perlambatan permintaan dari Tiongkok (sebagai salah satu konsumen komoditas terbesar dunia), peningkatan pasokan global, serta tekanan dari isu-isu lingkungan dan transisi energi yang memengaruhi permintaan komoditas energi seperti batu bara.
Konsekuensi dari pelemahan harga komoditas ini sangat signifikan: Â Â
Menghantam Kinerja Ekspor: Penurunan harga berarti nilai ekspor Indonesia akan menyusut, bahkan jika volume ekspornya tetap stabil. Ini secara langsung memengaruhi surplus neraca perdagangan dan stabilitas nilai tukar Rupiah.
Mengikis Penerimaan Negara: Kontribusi sektor komoditas terhadap penerimaan negara, baik melalui pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), akan berkurang, yang berpotensi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Upaya Adaptasi dan Strategi Penyeimbang
Revisi proyeksi oleh IMF dan Bank Dunia ini seharusnya menjadi sinyal keras bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk segera merumuskan kebijakan penyeimbang dan menyusun ulang strategi dagang agar lebih adaptif di tengah dinamika global.
Langkah-langkah strategis yang perlu diintensifkan meliputi:
1. Penguatan Hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA): Dorongan berkelanjutan terhadap hilirisasi menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Dengan mengolah komoditas di dalam negeri, Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah produk ekspor dan memitigasi dampak fluktuasi harga komoditas mentah.
2. Diversifikasi Pasar dan Produk Ekspor: Pemerintah perlu proaktif dalam menjajaki peluang perdagangan baru dan meningkatkan promosi di pasar non-tradisional, seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia Selatan. Selain itu, penguatan sektor-sektor non-komoditas, seperti manufaktur, alas kaki, dan produk teknologi, dapat membantu menyeimbangkan risiko.
3. Peningkatan Daya Saing: Fokus pada peningkatan kualitas, efisiensi produksi, dan penurunan biaya logistik adalah esensial untuk menjaga daya saing produk Indonesia di pasar global yang semakin kompetitif.
Pada akhirnya, di tengah gempuran tekanan ganda geopolitik dan komoditas, ketahanan ekonomi Indonesia akan sangat ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan respons kebijakan dalam melakukan diversifikasi, hilirisasi, dan penguatan fundamental domestik.diperlukan konsensus dan kebijakan terukur untuk mengubah risiko ini menjadi momentum untuk membangun ekonomi yang lebih tangguh, terdiversifikasi, dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI