Mohon tunggu...
Elsa Fy
Elsa Fy Mohon Tunggu... Administrasi - :)

reading and writing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaos Merah

19 Agustus 2018   23:36 Diperbarui: 20 Agustus 2018   00:01 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di danu besar biasanya kami menangkap udang dengan  menggunakan "Bakul"atau semacam mangkok yang banyak lobang-lobang kecil . Caranya mangkok yang berlubang tadi di isi nasi kemudian di tenggelamkan ke danau lima sampai sepuluh menit. Selanjutnya  mangkok tadi diangkat , akan ada banyak udang meloncat-loncat .

Kalau sudah begitu segera kami isikan kedalam botol bekas, setengah hari botol berukuran sedang penuh dengan udang-udang kecil. Sampai dirumah udang itu dimasak dengan sambal super pedas oleh ibu-ibu kami.  Bosan menangkap udang maka saatnya aku dan teman-temanku melakukan Ilegal Fishing,kami memancing di danau dengan bersembunyi dibalik ilalang.Sudah menangkap udang dan memancing ikan maka saatnya kami mandi menggunakan perahu dari batang pisang. Kami berlagak seperti mengarungi lautan, kami mengarungi danau untuk memetik Bunga Teratai.

Danau itu juga banyak bunga-bunga teratai merah mudanya.Setiap pagi ketika matahari mulai menyingsing dari timur aku dan teman-temanku mandi ke pancuran dekat danau. Tidak jarang kami berhenti sebentar didepan Danau hanya untuk melihat teratai-teratai merah muda itu. Kami terkesima bagaimana Bunga Teratai itu bisa mengambil alih perhatian kami, kami tunda mandi hanya untuk sekedar melihat bunga teratai .

Suara ilang yang diterpa angin, rumpun-rumpun bambu berdecit-decit,rebung-rebung mulai muncul kepermukaan di antara rumpun raksasa bambu,burung-burung berbunyi merdu dipucuk pohon,  kapas-kapas putih  berterbangan keluar dari cangkangnya karena waktu itu angin pagi sedang kencang-kencangnya. Aku tidak akan pernah lupa momen indah itu pernah menemani masa kecilku dan teman-temanku.  

 Pemandangan pagi sewaktu kami mandi dipancuran masa kecil dulu selalu kubawa ketika aku tinggal dikota yang penuh dengan kemacetan dan debu polusi.

Pemandangan pagi itu hanya secuil gambaran tuhan  yang digoreskannya di sudut desaku.  Tuhan juga telah menggoreskan anugerahnya lewat tanah desa kami. Sebagian besar tanah di desaku berasal dari jenis latosol dan andosol mengadung kesuburan tingkat tinggi (kelas satu) maka tidak heran jika sebagian besar orang-orang didesaku adalah petani.


Desaku mempunyai sekitar kurang lebih 500 kepala keluarga. Waktu itu desaku mendapat subsidi bibit karet dari pemerintah daerah. Subsidi pohon karet turun bersamaan dengan  musim hujan, waktu yang amat  tepat untuk menanam. Saat musim hujan turun, siang hujan, malam hujan,sore hujan,pagi hujan maka segala buah-buahhan di desaku berbuah. Buah Mangga,Ketapang, Sali, Markisa,Jambu Air, Jambu Biji.

Tidak hanya buah-buahan yang meluap,  pancuran yang terbuat dari  batang bambu tempat kami mandi  airnya  juga meluap -luap,sungai --sungai mengalir deras,sumur-sumur airnya penuh,WC tradisional di empang dengan dinding karungpun airnnya-pun melimpah ruah.Sawah-sawah  mulai dibajak dan ditanami,dari rumput sampai sayuran tumbuh dengan suka cita,tidak ketinggalan  pohon karet subsidi juga sangat cepat menghijau dan bertunas.

Setelah semalam suntuk air hujan membasahi desa kami maka keesokan paginya kabut basah, butiran-butiran air yang masih bergelayut di dedaunan menyapa penduduk desa kami.Semua penduduk  mayoritas petani bersuka cita sebab segala macam  tanaman mereka akan tumbuh dengan subur dan hijau. Anak-anak mandi hujan sampai menggigil dan membiru. 

Rahmat alam  benar-benar mengasihi desa kami.   Karena hujan selalu turun memandikan desa kami, jalan setapak di RT 5 rumahku berlumpur,becek,berlubang-lubang . Jadilah setiap pergi ke sekolah sepatu ku dan teman-teman kotor  penuh berlumpur . Seharusnya medan yang  kami lalui cocok dilalalui dengan sepatu  Bot ayahku  bukan sepatu sekolah . Walaupun begitu bagi kami anak-anak, hal itu adalah anugrah, kami bisa bermain lumpur di lubang-lubang jalan,hanya saja ibu-ibu kami akan ngomel setelah itu.

********

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun