Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Plastik Organik atau Mengubah Gaya Hidup Kita Menjadi Back To Nature?

8 Juli 2020   23:57 Diperbarui: 9 Juli 2020   17:51 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belanja dengan kantong plastik (Sumber foto: Shuterstock via KOMPAS.com)

Yah wajar jika pemerintah pun mulai memikirkan bahaya bahan plastik ini. Maka kita lihat beberapa daerah mulai mengambil langkah regulasi mengendalikan penggunaan kantong plastik yang berbahaya ini. 

Kita lihat pelarangan Penggunaan Kantong Plastik yang dikeluarkan beberapa Pemerintah daerah seperti Kota Banjarmasin, Depok, Bogor, Denpasar, Balikpapan, Bekasi, Semarang dan menyusul Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan pelarangan penggunaan plastik per 1 Juli 2020.  

Kebijakan Pemprov DKI Jakarta tentang larangan penggunaan kantong plastik tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur atau Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan di pusat perbelanjaan, swalayan, dan pasar rakyat, yang telah diundangkan sejak 31 Januari 2020.

Solusi yang Mengiringi Regulasi

Memang tidak selesai dengan sekadar mengeluarkan aturan, Perda atau Perkada, lalu jlegek sosialisasi. Tidak akan menyelesaikan masalah, kecuali dipikirkan dengan teliti dan bijak solusinya juga. Sebab pelarangan tanpa solusi adalah maksa, bahasa anak saya "Gak Asyik Banget".

Kenapa begitu? Ya taulah kita bahwa hajat hidup orang banyak telah beratus tahun tergantung pada kantong plastik. Banyak alasan. Salah satunya karena plastik enteng, bentuknya menyesuaikan dengan isi, tidak memakan tempat, dan alasan-alasan kepraktisan lainnya.  

Maka ketika dikeluarkan larangan penggunaan kantong plastik, supaya tidak jadi pelarangan yang kehilangan makna, lalu orang tetap pakai sambil kucing-kucingan atau ayam-ayaman. Ketergantungan pada kantong plastik yang begitu besar tersebut harus dicarikan penggantinya. Bagi saya inilah salah satu solusi yang diperlukan. 

Apa cuma soal bahan alternatif pengganti sebagai  itu solusinya? Tentu saja tidak. banyak solusi lain yang diperlukan. Seperti penegakan rewards dan punishment, adanya aturan terkait pabrik kantong plastik harus menganti produknya, menggunakan kantong plastik organik, menggerakkan kerajinan tas dan wadah tradisonal dari rotan dan bambu, menyiapkan wadah pemasarannya, mempromosikan tas dan wadah tradisional sebagai bagian dari produk kerajinan rakyat yang ramah lingkungan, dan lain sebagainya.

3 (tiga) Alasan Sulitnya Lepas dari Kantong Plastik

Tetapi, sehebat apapun kita membuat bahan pengganti alternatif, dugaan saya mengubah pola hidup kita yang sudah plastic minded ini agak susah. Kenapa susah? ada banyak alasan. 

Jika dirangkum 3 (tiga) saja alasan orang sulit lepas dari kantong plastik, maka alasan itu adalah sebagai berikut:

  1. Kendala tidak terbiasa belanja membawa tas belanja sendiri. Pelakunya gak jauh-jauh, ini yang jari jemarinya sedang mengetik tulisan ini. Saya itu.

    Masih saya ingat, kita pernah digaungkan Diet Kantong Plastik sejak Tahun 2019 lalu. Suatu hari ketika saya sedang belanja dan situasinya saya sedang agak tersadar untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, saya lalu membeli kantong belanja ecolabelling dari kain yang dijual di supermarket tempat saya belanja. Selamat untuk saat itu.

    Belanja selanjutnya, haiyah tas kain itu entah ditarok di mana (masa mau beli lagi?). Akhirnya saya pakai kantong plastik yang ditawarkan si mba kasir. Kan, diet kantong plastik untuk meminimalisasi penggunaan kantong plastik dengan menerapkan kantong plastik berbayar 200 perak/kantong itu tidak menuntaskan masalah. Orang tetap menggunakan kantong plastik dan rela bayar 200 perak.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
    Lihat Lyfe Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun