Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Plastik Organik atau Mengubah Gaya Hidup Kita Menjadi Back To Nature?

8 Juli 2020   23:57 Diperbarui: 9 Juli 2020   17:51 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belanja dengan kantong plastik (Sumber foto: Shuterstock via KOMPAS.com)

Setiap kita menghasilkan sampah. Sampah itu memang menjengkelkan dan tidak bisa kita selesaikan dengan sekadar berkata, buanglah mantan, eh.. sampah pada tempatnya. 

Konon setiap orang menghasilkan sampah rata-rata 800 gram per hari. Bayangkan berapa ratus kilogram sampah yang dihasilkan setiap kita dalam setahun. Bayangkan pula sampah yang dihasilkan seluruh penduduk dunia dalam setahun, wew. Pasti sangat buanyak.

Bahaya Sampah Plastik dan Pelarangan Kantong Plastik

Di antara banyak jenis sampah yang ada, maka sampah plastik tergolong salah satu sampah yang berbahaya bagi kesehatan lingkungan.
Sampah plastik yang notabene sangat sulit terurai (terdekomposisi). 

Rantai karbonnya yang panjang hingga sehingga suit diuraikan oleh mikroorganisme. Baru akan terurai ratusan hingga ribuan tahun kemudian. 

Bahkan kantong plastik yang diklaim ramah lingkungan pun akan terurai lama dan tetap akan menjadi sampah. Apalagi lagi karena sifatnya yang cepat terurai menjadi mikro plastik, akan lebih mudah untuk mencemari lingkungan.

Dari proses produksi, konsumsi, hingga pembuangannya menghasilkan emisi karbon yang tinggi sehingga berkontribusi terhadap perubahan iklim karena kondisi bumi semakin memanas. 

Sumber material kantong plastik yang terbuat dari minyak bumi, yang merupakan sumber daya alam tak terbarukan, mengakibatkan pencemaran lingkungan di negara-negara berkembang karena limbah pabriknya dibuang ke sungai dan pembakaran gas metana mengakibatkan emisi karbon ke udara.

Konon, hampir lebih sepertiga dari sampah plastik dunia (sekitar  33%) itu berbentuk botol, kantong, dan sedotan sekali pakai dan memiliki dampak buruk bagi lingkungan, termasuk bagi tubuh manusia.

Belum lagi sampah popok instan alias pampers yang baunya aduhai itu. Faktanya, kita saksikan bersama bahwa tidak semua sampah bisa sampai ke tempat pembuangan sampah untuk didaur ulang. Banyak yang berserakan dan terhampar di mana-mana begitu saja.

Plastik yang mengalir sampai jauh lalu tersangkut di akar mangrove sebuah Hutan Lindung (sumber foto: dokpri)
Plastik yang mengalir sampai jauh lalu tersangkut di akar mangrove sebuah Hutan Lindung (sumber foto: dokpri)

Indonesia adalah negara terbesar kedua penyumbang sampah plastik di dunia. Data yang diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan sampah plastik di Indonesia itu luar biasa besar, mencapai 64 juta ton/tahun. Sebagian besar sampah yang dihasilkan manusia adalah sampah produk plastik, salah satunya kantong plastik.

Yah wajar jika pemerintah pun mulai memikirkan bahaya bahan plastik ini. Maka kita lihat beberapa daerah mulai mengambil langkah regulasi mengendalikan penggunaan kantong plastik yang berbahaya ini. 

Kita lihat pelarangan Penggunaan Kantong Plastik yang dikeluarkan beberapa Pemerintah daerah seperti Kota Banjarmasin, Depok, Bogor, Denpasar, Balikpapan, Bekasi, Semarang dan menyusul Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan pelarangan penggunaan plastik per 1 Juli 2020.  

Kebijakan Pemprov DKI Jakarta tentang larangan penggunaan kantong plastik tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur atau Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan di pusat perbelanjaan, swalayan, dan pasar rakyat, yang telah diundangkan sejak 31 Januari 2020.

Solusi yang Mengiringi Regulasi

Memang tidak selesai dengan sekadar mengeluarkan aturan, Perda atau Perkada, lalu jlegek sosialisasi. Tidak akan menyelesaikan masalah, kecuali dipikirkan dengan teliti dan bijak solusinya juga. Sebab pelarangan tanpa solusi adalah maksa, bahasa anak saya "Gak Asyik Banget".

Kenapa begitu? Ya taulah kita bahwa hajat hidup orang banyak telah beratus tahun tergantung pada kantong plastik. Banyak alasan. Salah satunya karena plastik enteng, bentuknya menyesuaikan dengan isi, tidak memakan tempat, dan alasan-alasan kepraktisan lainnya.  

Maka ketika dikeluarkan larangan penggunaan kantong plastik, supaya tidak jadi pelarangan yang kehilangan makna, lalu orang tetap pakai sambil kucing-kucingan atau ayam-ayaman. Ketergantungan pada kantong plastik yang begitu besar tersebut harus dicarikan penggantinya. Bagi saya inilah salah satu solusi yang diperlukan. 

Apa cuma soal bahan alternatif pengganti sebagai  itu solusinya? Tentu saja tidak. banyak solusi lain yang diperlukan. Seperti penegakan rewards dan punishment, adanya aturan terkait pabrik kantong plastik harus menganti produknya, menggunakan kantong plastik organik, menggerakkan kerajinan tas dan wadah tradisonal dari rotan dan bambu, menyiapkan wadah pemasarannya, mempromosikan tas dan wadah tradisional sebagai bagian dari produk kerajinan rakyat yang ramah lingkungan, dan lain sebagainya.

3 (tiga) Alasan Sulitnya Lepas dari Kantong Plastik

Tetapi, sehebat apapun kita membuat bahan pengganti alternatif, dugaan saya mengubah pola hidup kita yang sudah plastic minded ini agak susah. Kenapa susah? ada banyak alasan. 

Jika dirangkum 3 (tiga) saja alasan orang sulit lepas dari kantong plastik, maka alasan itu adalah sebagai berikut:

  1. Kendala tidak terbiasa belanja membawa tas belanja sendiri. Pelakunya gak jauh-jauh, ini yang jari jemarinya sedang mengetik tulisan ini. Saya itu.

    Masih saya ingat, kita pernah digaungkan Diet Kantong Plastik sejak Tahun 2019 lalu. Suatu hari ketika saya sedang belanja dan situasinya saya sedang agak tersadar untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, saya lalu membeli kantong belanja ecolabelling dari kain yang dijual di supermarket tempat saya belanja. Selamat untuk saat itu.

    Belanja selanjutnya, haiyah tas kain itu entah ditarok di mana (masa mau beli lagi?). Akhirnya saya pakai kantong plastik yang ditawarkan si mba kasir. Kan, diet kantong plastik untuk meminimalisasi penggunaan kantong plastik dengan menerapkan kantong plastik berbayar 200 perak/kantong itu tidak menuntaskan masalah. Orang tetap menggunakan kantong plastik dan rela bayar 200 perak.

    Lihatlah aturan plastik berbayar itu tidak mencapai tujuan yang seharusnya. Sepertinya hanya memindahkan beban beli kantong plastik dari pihak supermarket/mall ke konsumen. Orang tetap menggunakan kantong plastik, pihak mall yang dapat untung dari jualan kantong plastik.

    Sumber foto: liputan6.com
    Sumber foto: liputan6.com
  2. Terbiasa kepraktisan sang Kantong Plastik. Kantong plastik bisa dilipat. Enteng, mudah dibawa, dan alasan lain yang sudah saya sebut sebelumnya seperti bentuknya fleksibel menyesuaikan dengan isi. Tidak memakan tempat, praktis, dan lain sebagainya.

    Saya juga terpikir menggunakan wadah ayaman rotan (kinjar) untuk belanja. Sudah terpikir juga untuk memberi roda di bagian bawah kinjar dan diberi tali supaya mudah diseret-seret, hoho itu memakan waktu, apalagi untuk membiasakannya.

  3. Kita terbiasa tidak taat aturan. Dalam banyak benak orang-orang, ada kalimat yang terpatri begitu rupa bahwa aturan dibuat untuk dilanggar (Seperti aturan PSBB yang ditegakkan setengah hati, lihatlah hasilnya). Apalagi ketika peraturan ditetapkan lalu tidak diiringi oleh pengawasan, tidak diiringin penegakan sanksi kepada pelanggar, law enforcement tidak berjalan, orang akan cuek lalu kembali menggunakan kantong plastik.

Oleh sebab alasan-alasan di atas, maka menurut saya, sudahlah kita tetap menggunakan kantong plastik tapi....kantong plastik organik. Begitukah? Lanjut baca...

Apa Itu Kantong Plastik Organik?

Berbeda dengan kantong plastik biasa, kantong plastik organik memberikan banyak keuntungan. Pertama, kantong plastik organik lebih cepat terurai (biodegradeble). Kedua, kantong plastik organik lebih ramah lingkungan. 

Dan ketiga, kantong plastik organik praktis digunakan. Tentu saja kantong plastik organik betulan, bukan yang ngaku-ngaku organik dan ramah lingkungan atau klaim sepihak.

Sumber Foto : avanieco.com
Sumber Foto : avanieco.com
Beberapa perusahaan di Indonesia sudah mulai memproduksi dan menjual bebas produk kantong plastik organik. Produk itu bisa ditemukan di website-website perusahaan dan juga lewat e-commerce yang beredar di sosial media kita.

Berdasarkan sumber bahan pembuatnya, maka kantong plastik organik yang disebut pula bioplastik ini, ada yang dibuat dari karbohidrat sumber pangan manusia seperti jagung, singkong, gandum. Ada pula yang dibuat dari rumput laut. 

Jenis yang disebut pertama konon diklaim malah merusak lingkungan karena penyediaan sumber bahan membuat tanah di bumi kita dieksploitasi berlebihan. 

Jenis yang kedua, katanya lebih ramah lingkungan karena menggunakan rumput laut yang sangat berlimpah di laut dan oleh sebagian orang dianggap seperti gulma, tumbuh begitu saja dan untuk memproduksinya tidak akan mengeksploitasi tanah. Betulkah? Entahlah. Butuh penelitian yang mendalam.

Kantong Plastik Organik Atau Gaya Hidup Back To Nature dengan Kinjar dan Antan?

Di antara kantong plastik organik dan mengubah pola dan gaya hidup kita kembali ke cara alamiah yang lama, back to nature, saya kira-duanya harus berjalan.

Semuanya pilihan yang sangat dipengaruhi gaya hidup kita. Tetapi gaya hidup yang mengedepankan kesehatan dan keamanan lingkungan secara berkelanjutan (sustainabality) demi anak cucu kita, sangat perlu dipertimbangkan. 

Sementara kita menggunakan kantong plastik organik yang alami itu, kita juga harus bersiap-siap dan bersungguh hati menuju gaya hidup back to nature. 

Akan tiba masanya orang bangga belanja menggunakan wadah belanja dari rotan yang disebut keruntung atau kinjar di Sumatera Selatan, disebut anjat di Kalimantan. Bangga menggunakan kain perca atas tas belanja dari karung goni dan kain belacu. Ya, kenapa tidak. 

Suatu saat nanti, jika melihat perempuan lolita sedang belanja di supermall atau pasar tradisional sambil membawa anjat di punggung atau menarik keruntung atau kinjar yang diberi roda di bawahnya, lalu diberi tali, kemungkinan itu saya, hm, sangat mungkin.

Salam Kompasiana. Salam Kompal Selalu.
Sumber: 1, 2, 3

Sumber Foto : Dok.Kompal
Sumber Foto : Dok.Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun